NovelToon NovelToon
PEMBANGKANG SURGAWI

PEMBANGKANG SURGAWI

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Fantasi Timur / Kelahiran kembali menjadi kuat / Dan budidaya abadi / Budidaya dan Peningkatan / Penyeberangan Dunia Lain
Popularitas:28.8k
Nilai: 4.8
Nama Author: Almeira Seika

Jiwa seorang ilmuwan dunia modern terjebak pada tubuh pemuda miskin di dunia para Abadi. Ia berusaha mencapai puncak keabadian untuk kembali ke bumi. Akankah takdir mendukungnya untuk kembali ke bumi…. atau justru menaklukkan surgawi?

**

Mengisahkan perjalanan Chen Lian atau Xu Yin mencapai Puncak Keabadian.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Almeira Seika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30—Duel Teknik Murid Inti (3)

Hao Lin terbang dari sisi tribun menuju ke arena. Auranya menciptakan aroma semerbak yang harum namun membuat memabukan. Para praktisi yang berada dibawah ranah Qi Tempering, akan mabuk. Gadis dengan gaun biru itu muda turun dari udara ke tengah arena bagaikan sehelai tisu mendarat ke tanah. Tampak lembut, cantik, dan menawan.

Di susul oleh Xu Yin yang juga terbang ke atas, lalu ia melangkah di atas udara. Langkah kakinya tidak berbunyi, tapi setiap jejaknya memberikan tekanan yang luar biasa. Praktisi yang tingkatnya berada di bawah Qi Awekening 19, akan merasakan sesak napas dan telinga berdengung. Sementara, praktisi dengan ranah di atasnya, bisa melihat aura tekanan itu.

Dan saat ia sampai di tengah arena, cahaya putih samar menyelubungi tubuhnya seperti lapisan kabut. Segera, ia turun ke bawah.

Penonton hening dalam bisik-bisik yang nyaris tak terdengar.

"Bahkan, Senior Duan tidak mengeluarkan tekanan sekuat orsng itu."

"Benar. Aku tidak bisa bernapas beberapa saat yang lalu."

"Apaa? Aku tidak bisa mendengar apa-apa."

"Qi Awekening 19, tapi bisa membuat tekanan semengerikan itu."

"Walaupun dia punya tekanan seperti iblis pun... Menang melawan Hao Lin adalah mustahil."

"Apa kau lupa? Murid baru itu pernah mengalahkan Yu Xinyi dari Sekte Gaogu!"

"Astaga... Ini akan menjadi pertarungan yang seru!"

Awan putih menggantung di atas arena pusat Sekte Tiangu. Energi Qi yang semakin padat, menciptakan udara yang pekat di pinggir tribun-tribun penonton.

Aura kuat dari dua manusia di tengah arena, berdiri tegak, berhadapan tanpa kata. Cukup untuk membuat udara menjadi lebih dingin disekitar

Xu Yin berdiri tenang, jubah biru mudanya berkibar perlahan tertiup tekanan spiritual. Wajahnya datar, tak satu pun gelombang emosi melintasi sorot matanya. Di hadapannya, Hao Lin, tubuh rampingnya dibalut gaun biru muda yang sedikit terbuka. Rambut peraknya menjuntai, dan auranya memikat. Matanya merah, dipenuhi dendam yang telah tertanam, membara menunggu pelepasan.

“Xu Yin…” gumam salah satu murid dari tribun. “Kenapa dia tidak tampak gugup sama sekali? Dia melawan Hao Lin…”

“Tetua Qian,” bisik Tetua Han Jun di kursi kehormatan, “kau yakin muridmu itu siap?”

Tetua Qian tidak menjawab. Matanya menajam, mengikuti gerak Xu Yin yang perlahan mengangkat tangan.

Sementara itu, seorang pemuda berwajah teduh, bermata sipit dengan iris emas berkilau lembut bagaikan harimau. Jubah peraknya berkibar, ialah Han Qingshan, salah satu tamu dari Sekte Gaogu, menatap Xu Yin dengan kebencian.

Tanpa peringatan, Xu Yin melangkah maju satu inci, dan langsung mengaktifkan Teknik ‘Bayangan Diri’.

Tiga sosok transparan, nyaris tak terlihat, melesat ke udara, mengepung Hao Lin dalam formasi spiral tiga lapis. Gerakan mereka senyap, namun terkoordinasi sempurna seperti pisau yang menunggu waktu untuk menusuk.

“Formasi spiral…? Bukan formasi defensif!” seru seorang penonton. “Itu formasi penjebakan!”

Hao Lin meraung. "KAU!"

"Cakar Naga Darah, tingkat pertama."

Qi meledak dari telapak tangan saat Hao Lin mengaktifkan teknik itu, sebuah cakar raksasa berwarna merah gelap, bercahaya samar seperti bara di tengah malam. Ia menerjang ke depan, menghantam dua bayangan dalam satu gerakan berputar. Keduanya berubah menjadi asap ilusi.

DOORRRR!

Namun, bayangan ketiga, Xu Yin yang asli, sudah muncul di belakangnya, dua jari membentuk segel yang nyaris menembus pertahanan Hao Lin, mengarah ke titik vital di bawah bahu kanan.

CLANK!

Aura pertahanan meledak, menggagalkan pukulan Xu Yin di detik terakhir. Hao Lin memutar tubuh, menendang ke arah perut Xu Yin. Ternyata, tendangan itu mengenai bayangan lain yang segera lenyap menjadi kabut.

“Kau cepat…” gumam Hao Lin, sudut bibirnya menyeringai bengis. ”…tapi aku lebih dari itu.”

Langit bergemuruh. Hao Lin menjentikkan jari.

KRRAAAKKK!

Langit menggulung di atas arena membentuk spiral yang menembus luar angkasa. Petir berwarna merah dan hitam menghantam dari atas seperti cambuk surgawi, membelah udara dan menabrak ke tanah arena. Saat mantra itu selesai, petir itu menyatu dan melesat ke arah Xu Yin seperti panah langit. Itu adalah 'Mantra Petir Darah Hitam', teknik warisan dari klan Hao.

BZZZTT!

Xu Yin menyalakan Tameng Besi, sebuah lingkaran Qi yang membentuk tameng kokoh mengelilingi tubuhnya. Petir pertama tertangkis. Namun dari tanah, percikan listrik menjalar melalui ilusi bayangannya yang tersisa, dan dari situ, memantul langsung ke tubuh aslinya. Sambaran itu menembus sisi tubuhnya, membakar daging dan membuyarkan sirkulasi Qi.

“Guh!”

Tubuh Xu Yin terseret ke belakang, lututnya menghantam lantai batu hingga menimbulkan retakan. Darah segar mengalir dari pelipisnya, dan lengannya gemetar. Ilusi-ilusi dirinya yang tersisa berkedip-kedip, lalu lenyap satu per satu seperti lilin padam. Sisa Qi-nya terasa berhamburan, tidak mau menurut seperti biasanya.

“Hmph.” Hao Lin menyeringai. “Teknikmu… cantik, tapi kosong.”

“…Meridian ini…” gumam Xu Yin dalam hati, wajahnya tanpa ekspresi. Tapi... Xu Yin merasakan denyut di dada. Qi-nya bergetar, berbalik arah. Meridian dalam tubuhnya seperti menolak aliran, seperti mengingat trauma lama, saat tubuhnya pernah hampir hancur karena memakai Teknik 'Nafas Tanpa Bentuk'. Dan kini, meridian itu kembali berontak, menolak kendali Qi seolah ingin meledak.

Hao Lin mengangkat tangan, menciptakan pancaran cahaya biru pekat. Sebilah tusuk rambut bercahaya biru menyala muncul di tangannya. Ia lemparkan ke depan dengan satu seruan.

“Bekukan!”

CLING!

Kilatan logam terdengar di udara.

'Tusuk Rambut Naga Es'. Sebuah harta karun langka yang bisa menjadi senjata mematikan. Hao Lin melemparkannya dari jauh, tak memberi Xu Yin waktu untuk memulihkan napas.

Waktu seolah melambat. Udara menjadi pekat dan sunyi, suara angin menghilang. Xu Yin, yang baru berdiri, hanya bisa memandang tajam datangnya tusuk rambut itu, tapi tubuhnya berat, ototnya menolak untuk bergerak.

CRAACKK!

Ledakan es membeku di titik tumbukan, menyebar dalam kilatan putih dan dingin. Es kristal menyelimuti sebagian arena dan menjalar ke kaki Xu Yin, membekapnya di tempat. Kabut embun muncul dari setiap celah napasnya.

Pada detik berikutnya, Hao Lin menghilang dari pandangan.

"Langkah Seribu Ilusi."

Sebuah bayangan muncul di belakangnya. Xu Yin mencoba merespons, tapi dalam sepersekian detik, ia terlambat bertindak, suara retakan udara terdengar dari belakang. ‘Cakar Naga Darah Tingkat Kedua’ menghantam punggungnya.

WHACK!

Cakar Naga Darah menggaruk punggungnya dengan kekuatan brutal. Ada suara retak dari tulang. Xu Yin terpental ke udara, tubuhnya berputar sebelum menghantam dinding batu di pinggir arena. Debu dan serpihan beterbangan.

DUAARRR!

Batu pecah. Darah menyembur dari mulut Xu Yin, membasahi dadanya dan melukis permukaan batu di belakangnya.

Beberapa penonton yang menyaksikan dari kejauhan tercengang. Beberapa murid sekte bahkan menutup mulut, seolah prihatin dengan kondisi Xu Yin yang kini hampir remuk di hadapan mereka.

Tetua Qian berdiri, namun pergelangan tangannya dicegah oleh Xie Mei. "Ini adalah duel, anda tidak bisa ikut campur, Senior."

Mata Xu Yin terpejam dan tubuhnya terbaring tak berdaya di tengah kepulan debu dan reruntuhan arena. Napasnya tertahan-tahan, dadanya naik turun perlahan berusaha memompa udara dengan sisa tenaga terakhirnya. Punggungnya terasa seperti retak dalam dua bagian. Tulangnya patah, dan rasa nyeri menjalar liar bagai ular api yang membakar sepanjang tulang belakang hingga ke tengkuk. Darah hangat mengalir dari luka dalam, merembes melewati pori-pori kulitnya yang terkoyak. Setiap tarikan napas, ia bisa merasakan rasa sakit luar biasa pada tengkuk, tulang punggung, dan jantungnya.

“Tubuh ini… sudah tak sanggup?”

Pikiran itu mengendap bagai bayangan pekat, menyelusup hingga ke sumsum. Tepat saat itu, dalam pikirannya, ia teringat akan satu tujuan utamanya, kembali ke dunia modern. Teringat janjinya pada Lu Rei untuk dimakamkan di sebelah abunya.

“Aku… tidak boleh mati disini…”

Namun, di ambang pingsan… sesuatu terjadi.

Dunia tiba-tiba menjadi terlalu sunyi. Suara riuh dari para murid, teriakan Tetua, deru angin dan dentuman Qi lenyap seolah tersedot ke dalam kekosongan. Suara hatinya pun tak terdengar. Hanya suara detak jantungnya yang terdengar…

Dan di balik kelopak matanya yang terpejam, Xu Yin ‘melihat’ sesuatu.

Sebuah dunia lain, yang hanya muncul dalam sekejap, seperti sebuah mimpi yang terlalu nyata.

Dunia itu berupa hamparan tanah yang membentang luas, tak memiliki ujung. Di atasnya, langit malam memayungi dengan keheningan agung. Bintang-bintang berhamburan seperti debu, memancarkan cahaya redup namun tajam, menembus kegelapan abadi. Tidak ada angin. Tidak ada suara. Udara di sana terasa… berat. Seolah penuh dengan beban yang tak bisa dijelaskan.

Dan di tengah hamparan tanah itu, terdapat pohon ginkgo raksasa, dedaunnya berwarna keemasan. Dibawah pohon ginkgo, terdapat batu besar, berwarna hitam legam, seperti singgasana yang tumbuh dari tanah mati.

Di atas batu itu… duduk seseorang.

Sosok itu bersila tenang. Tubuhnya tegak, jubah gelapnya berkibar pelan meski tak ada angin. Rambut panjang berwarna perak memancar lembut di bawah cahaya bintang. Ia tampak seperti seorang pertapa kuno… atau raja yang membuang takhta demi kesunyian.

Wajah sosok itu… adalah wajah Xu Yin.

Namun tidak seperti Xu Yin yang sekarang. Wajah sosok itu tampak lebih dewasa, lebih dalam, dan dipenuhi aura otoritas yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Sebuah aura yang tidak meminta penghormatan, tapi memilikinya secara mutlak.

Sosok itu masih duduk bersila, matanya terpejam. Tapi dari tubuhnya mengalir sebuah tekanan… bukan tekanan Qi, tapi sesuatu yang lebih lebih kejam.

Ialah sosok keangkuhan. Kesempurnaan yang tidak mengenal kompromi. Ia adalah gambaran dari manifestasi arogansi yang murni, bukan kesombongan dangkal, melainkan keyakinan tak tergoyahkan bahwa dunia harus tunduk padanya.

Xu Yin tidak tahu di mana dirinya saat ini. Ia tidak menyadari bahwa tempat ini bukanlah dunia nyata. Dia tidak akan menyangka, jika ia tengah melihat ke dirinya sendiri dan masuk ke dalam Alam Batin.

Dan kemudian, tanpa membuka mata, sosok itu berkata. Suaranya menggema ke seluruh Alam Batin.

“Akhirnya kau datang…”

1
Donna
apakah mirip dg yg d gambar??
Filanina
maksudnya, pamannya itu pintar karena sudah golden core stlh belajar 16 tahun tapi walau pun pintar ttp blm bisa mengenali primordial keponakannya?
Filanina: tapi kurang pintar karena tidak bisa mengenali primordial kan?

soalnya kok kayak tolak belakang. dikatakan pintar tapi tidak mampu.
LaoTzy: Iya pamannya punya bakat terpendam mungkin😭
total 2 replies
Filanina
kayak orang kurang sopan nggak sih ga jawab pertanyaan. Jatuhnya bukan dingin tapi ga sopan.
LaoTzy: Bener banget
total 1 replies
Filanina
oh... berarti itu khusus pedang kendaraan ya.
LaoTzy: Iya. Terinspirasi dari novel sebelah😭
total 1 replies
B A B Y B U N N D
Uupp
༆ᴛᴀ°᭄ᴠᴇᴇʀᴮᴼˢˢ彡
Gaadsss lanjooottt thorr
Filanina
Kalau dalam novel china kayak gini emang jarang sih ngasih penjelasan... terjadi begitu saja dan diterima begitu saja.
Filanina
ini pedang terbang itu biasanya pedang yg dipakai bertempur atau bukan sih? Atau khusus kendaraan?
pedang biasa bisa apa nggak? tergantung ilmu seseorang atau tergantung pedangnya?
Filanina
lucu juga ya, siapa yang pertama kali dapat ide pedang jadi kendaraan?

mungkin padanan sapu terbang penyihir atau karpet terbang aladin. cerita2 benda terbang yg jadi kendaraan yang lebih kuno.
Filanina
mungkin diberikan bukan memberikan. kalau nggak memberikannya. objeknya diganti -nya. subjeknya ttp wanita itu.
Filanina
Thor, ini dalam narasinya bakal ditulis Chen lian terus sementara di sana namanya Xu Yin?
Filanina
owh... yang terkuat bukan yang nomor 1 ya... ?
Filanina
semnanti mungkin typo ya. apa sembari?
Filanina
kalau mau perbaiki, pakailah koma sebelum petik alih-alih titik. trus dialog tag ditulis huruf kecil.
Filanina
saya ngasih koreksian typo
Filanina
kok aneh sekali kalau sampai kedua orang tuanya seperti itu. padahal anak tunggal.
Filanina
wah, parah itu. Belum tahu apa2 langsung dihajar
Filanina
cuma basuh muka? /Shame/
Filanina
jangan2 Fu heng bakal jadi musuh...
Filanina
iya-ya
ibunya jadi hangat.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!