Seorang mafia kejam yang ingin memiliki keturunan. Namun sang istri hanya memiliki sedikit kemungkinan agar dia dapat mengandung. Begitu tipis kesabaran yang di miliki oleh pria tersebut pada akhirnya dia mengambil jalan tengah untuk memiliki keturunan dari wanita lain. Apakah nantinya sang Istri dapat menerima dengan senang hati merawat anak dari wanita lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ceritasaya22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEMBALI SEPERTI SEMULA
Wajah si kepala pelayan datar. la datang untuk mengantar makanan bergizi yang khusus diperuntukkan bagi wanita yang baru saja melahirkan.
Namun, siapa sangka gadis tidak tahu malu itu masih mengalami delusi. Ya, delusi parah. Apa yang membuat wanita sewaan seperti itu berhak untuk menuntut?
"Mereka semua sudah pergi. Di Mansion besar ini hanya tinggal aku dan dirimu! Aku diperintahkan untuk memastikan Anda melewati masa nifas dengan baik," jawab si kepala pelayan dengan datar.
"K-Ke mana? Pergi ke mana?" tanya Ziya dengan tubuh yang mulai gemetar.
"Aku tidak tahu!" tandas si kepala pelayan.
Air mata kembali tidak terbendung. Tangisan sesenggukan kembali menghiasi wajah cantik nan pucat, milik Ziya .
"Aku harap Anda kembali ke kamar dan makan," ujar si kepala pelayan yang langsung melangkah melewati ziya, menuju ke kamar utama.
Tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh pelayan itu, ziya kembali berjalan tertatih-tatih berusaha menemukan bayinya dan pria itu.
Dengan tatapan kabur karena air mata, Ziya terus berjalan menyusuri Mansion itu. Kedua kakinya membawa Ziya terus melangkah, tanpa memedulikan rasa sakit yang seakan mengoyak-ngoyak tubuhnya.
Entah berjalan berapa lama, anehnya ia mampu kembali ke kamar utama dan tersungkur tepat di depan pintu ganda yang terbuka.
Si kepala pelayan yang memang menunggu di kamar utama, langsung melangkah ke arah pintu saat melihat siapa yang kembali.
"Mengapa Anda begitu keras kepala? Aku mohon, Anda tidak mempersulit pekerjaanku!" tegur si kepala pelayan secara langsung.
Ziya yang tersungkur ke lantai, langsung menengadah menatap wanita paruh baya yang berdiri di hadapannya.
"A-Aku, bagaimana aku dapat hidup jika merasakan sakit seperti ini? Bukankah lebih baik aku mati?" tutur Ziya dengan suara bergetar dan berderai air mata.
Si kepala pelayan tidak menjawab untuk beberapa saat, tapi ia langsung berlutut dengan satu kaki ditekuk tepat di depan Ziya .
"Tidak! Anda tentu tidak boleh mati begitu cepat," ujar si kepala pelayan sinis.
"M-Mengapa? Hidupku tidak lagi berarti dan - "
"Kamu harus tetap hidup untuk menebus kesalahanmu! Tidak perlu menjadi cerdas untuk tahu pekerjaan apa yang kamu ambil! Bukankah ini adalah pilihanmu, jadi mengapa tiba-tiba begitu munafik? Lagipula, aku yakin uang yang kamu dapatkan cukup banyak dan menanti untuk digunakan!" ujar si kepala pelayan, dengan nada suara yang begitu dingin.
Perkataan pelayan itu, seakan membuka pikiran Ziya , ia yang memutuskan untuk mengambil pekerjaan ini. Di mana uang itu digunakan untuk biaya transplantasi ginjal ayahnya .
Ayahnya lah alasan mengapa ia melakukan semua ini.
"Jika aku mati, bagaimana dengan ayah? " batin Ziya menjerit . Pada akhirnya dengan tangan yang gemetar, Ziya menghapus jejak air mata di wajahnya.
Dengan sisa tenaga yang ia miliki, Ziya berdiri tegak .
"Anda benar. Terima kasih, sudah mengingatkan diriku. Tolong, panaskan makananku, aku akan makan sekarang." semua kembali sebagaimana seharusnya.
Satu minggu ke depan, Ziya hidup seperti tanpa ada jiwa di dalam tubuhnya, la makan, setiap saat makanan di antar. Kemudian, ia hanya duduk di dekat jendela dan menatap keluar.
Berharap, pria itu datang mengunjunginya. Namun, 30 hari pun berlalu walaupun dengan begitu lambat. Tidak ada satu orang pun yang datang. Tidak ada.
"Ada tiga koper berisi semua pakaian Anda. Akan aku turunkan ke bawah, sambil menunggu datangnya jemputan," ujar si kepala pelayan.
Satu bulan masa nifas, telah berakhir dan sudah saatnya bagi Ziya untuk kembali ke kehidupannya serta melupakan semua yang terjadi selama hampir 10 bulan ini.
"Tidak! Aku tidak butuh semua itu. Aku datang seperti ini dan akan pergi seperti ini juga," tolak Ziya , ia mengenakan pakaiannya sendiri.
Pakaian yang ia kenakan saat datang ke Mansion ini.
"Baik. Terserah Anda." Si kepala pelayan pun meninggalkan kamar utama. Seperti biasa ia memperlakukan Ziya dengan penuh permusuhan.
Namun, itu wajar sebab Ziya memang bukan orang yang pantas dihormati. Ziya menatap sekeliling kamar sekali lagi. Berusaha, mengubur semua kenangan yang ada di Mansion ini.
la bertahan selama satu bulan di sini, dengan harapan pria itu akan datang. Namun, ia kecewa. Menghela napas dan menahan air mata yang mulai tergenang, Ziya pun berbalik dan melangkah pergi.
.*.*.*
"Ayah!" panggil Ziya .
"Oh, Ziya . Putriku," seru Tuan Ravindra saat melihat kehadiran putrinya.
"Selamat siang Tuan . Putri Anda telah menyelesaikan pelatihan dengan sempurna" seru Selly Ayrazed selaku pihak yang menjadi perantara Ziya dengan sang Mafia.
"Ziya aku memindahkan ayahmu ke apartemen ini karena letaknya dekat dengan rumah sakit. Jadi, itu memudahkan saat ayahmu harus kontrol kesehatan," jelas Selly Ayrazed.
Apartemen ini adalah miliknya dan ia membiarkan pria tua tinggal di tempat mewah ini karena sebagai jaminan. Jika saja, Ziya melanggar kontrak maka ia memiliki seseorang yang dijadikan sandera.
Untungnya gadis itu melakukan tugasnya dengan sempurna.
"Terima kasih Nyonya Selly. Karena aku telah kembali, maka aku akan merawat dan membawa ayahku pulang," ujar ziya.
"Ya, ya tentu. Itu yang harus kamu lakukan, karena kontrak perawat juga sudah berakhir," jawab Selly segera.
"Ziya, ikut aku ke ruang baca. Ada yang hendak aku berikan," ujar Selly, setelah pamit kepada tuan Ravindra.
"Pergilah, jangan membuat wanita baik itu menunggu terlalu lama," seru Tuan Ravindra kepada Ziya .
Baginya Selly Ayrazed layaknya Dewi yang telah menolong kehidupan mereka. Tentu saja itu karena ia tidak tahu pekerjaan yang harus dilakukan putrinya. Ziya pun menyusul Selly ke ruang baca.
"Ini," ujar Selly dan menyodorkan sebuah buku tabungan. Ziya menerima buku tabungan itu dan melihat isinya.
"Hanya itu yang tersisa. Biaya rumah sakit amat mahal," ujar Selly.
Tentu itu tidak benar, sebenarnya setelah dipotong biaya rumah sakit, sisa uang masih dapat membeli apartemen di kawasan elit.
Namun, Selly bukan lah orang yang jujur jadi ia mengambil porsi lebih banyak dari yang seharusnya.
"Itu cukup untuk biaya hidup kalian selama beberapa tahun ke depan," timpal Selly kembali.
"Baik, terima kasih." Ziya bukan lagi orang yang sama. Di dalam jiwanya seakan ada lubang besar yang tidak mampu ditutup. Saat ini, ia bertahan hanya demi sang ayah semata.
Tiga bulan pun berlalu.
Ayah dan anak, kembali ke rumah kumuh mereka. Ziya kembali menjalani aktivitas sehari-hari seperti dulu. Bekerja di minimarket milik Tuan Zion dan di klub malam milik Selly Ayrazed.
Ziya bekerja lebih keras dari sebelumnya. Semua sudah berbeda tentang dirinya. Binar di mata hazel itu telah padam.
Terkadang ia tersenyum tapi hanya di bibir saja dan tuan Ravindra merasakan hal tersebut dengan jelas. Malam hari, seperti biasa Ziya pulang setelah bekerja dari klub.
Sudah hampir pukul 10 malam, saat ia melangkah masuk ke dalam rumah petak sederhana. Hanya saja, malam ini sang ayah duduk di sofa usang yang ada di bagian depan rumah, menunggunya.
"Yah... kenapa ayah belum tidur? Ini sudah larut malam," ujar Ziya saat melihat sang ayah di sana.
" Ayah menunggumu, nak " balas tuan Ravindra dengan senyum lebar.
Ziya melangkah ke arah sofa dan duduk tepat di samping sang ayah .
"Apakah ayah merasa sakit? Atau ada keluhan?" tanya Ziya yang begitu khawatir akan kesehatan sang ayah.
Tuan Ravindra menggenggam tangan kurus milik Ziya dan mengelus lembut kepala putrinya itu . Tuan Ravindra menggelengkan kepala .
"Tidak, putriku. Kesehatan ayah baik-baik saja. Bagaimana denganmu?" Ziya berusaha tersenyum walaupun sulit
"Aku baik-baik saja." Tuan Ravindra mengangguk walau tahu sang putri berbohong.
"Baiklah ayah akan menganggap kamu baik-baik saja. Namun, ada hal yang harus kamu ketahui" ujar tuan Ravindra
"Apa yah ?" tanya Ziya penasaran.
"Ayah berencana bekerja di perusahaan yang ada di dekat kota," ujar tuan Ravindra.
"Tidak! Ayah tidak boleh. Bukankah ayah tahu, bahwa ayah tidak boleh lelah?" ujar Ziya yang tidak setuju.
"Dengarkan ayah terlebih dahulu. Ayah akan ke sana dengan tuan Khan menjadi sukarelawan. Tidak akan lelah, di sana kami hanya mengobrol dengan para customer. Hanya itu. Kau tahu, ayah merasa bosan harus di rumah seharian. Lama kelamaan ayah bisa pikun," jelas Tuan Ravindra kembali.
"Tapi yah-"
"Percayalah dengan ayah . Ayah juga tidak mau kembali sakit. Sudah amat beruntung, ayah dapat melalui sakit waktu itu" ujar Taun Ravindra memotong ucapan Ziya .
"Hiduplah untuk dirimu sendiri. Sudah cukup kamu menjaga ayah " lanjut Tuan Ravindra.
"Tapi yah -"
"Tidak ada tapi. Kita putuskan seperti ini saja. Ayah akan berhati-hati agar tidak kelelahan, percayalah dengan ucapan ayah ," timpal Tuan Ravindra kembali.
Ziya tahu jika sang ayah sudah membuat keputusan, maka akan sulit untuk meminta mengurungkan niat tersebut. Tubuh dan pikirannya lelah, akhirnya Ziya hanya mengangguk .
"Baiklah, yah. Namun, ingat utamakan kesehatan diri ."
"Istirahatlah, besok pagi-pagi kamu masih harus bekerja," timpal Tuan Ravindra.
Ayah dan anak pun masuk ke dalam kamar nya masing masing. Tidur, untuk menyambut esok hari dengan rutinitas yang sama.
..*...*..
Di salah satu rumah sakit swasta ternama di ibukota.
Hari ini adalah hari proses kelahiran cucu sah Keluarga Ryzadrd.
Naraya sudah berada di ruang operasi untuk melakukan tindakan bedah Caesar. Di dalam ruangan itu selain dokter kandungan, ada juga dokter bedah plastik.
Itu guna memastikan, luka dari bekas operasi Caesar tidak akan mengganggu di masa depan. Dengan perasaan bangga, Naraya bersiap untuk melahirkan anaknya ke dunia ini.
Selama pemeriksaan kandungan, dokter mengatakan bahwa anak yang dikandung berjenis kelamin laki-laki. Hal tersebut, semakin membuatnya penuh percaya diri.
Di ruangan lain, tepat bersebelahan dengan ruang operasi Tuan Besar Ryzadrd berada di sana untuk menyaksikan proses kelahiran.
Ada dinding kaca satu sisi yang membuat beliau dapat menyaksikan proses tindakan Caesar tersebut.
"Di mana Darren ?" tanya Tuan Besar Lois Ryzadrd kepada Ellworth Franldin sang tangan kanan Darren Arshaq Ryzadrd.
"Maaf, Tuan Besar. Aku tidak dapat menghubungi Tuan Muda," jawab Ellworth dengan kepala tertunduk.
"Maka, segera temukan dia dan bawa kemari! Bagaimana dia tidak datang untuk mendampingi istrinya selama proses persalinan?" ujar Tuan Besar Ryzadrd dengan marah.
"Baik, Tuan Besar." Ellworth Franldin berderap meninggalkan ruangan itu dan berusaha menghubungi Tuan Darren .
Ellworth tahu, tidak dapat memaksa sang Tuan untuk datang jika sang Tuan tidak berkehendak. Ponsel sang Tuan tidak dapat dihubungi dan sang sekretaris, tidak tahu di mana sang Tuan berada.