"Mulai sekarang gue yang jadi tutor lo sampai ujian kenaikan kelas."
Awalnya Jiwangga hanya butuh Keisha sebagai tutornya, itupun dia tidak sudi berdekatan dengan anak ambis seperti Keisha.
Sayang seribu sayang, bukannya menjauh, Jiwangga malah dijodohkan dengan Keisha.
Lantas bagaimana kelanjutan kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mashimeow, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Anggota Baru
Keisha masuk ke dalam rumah sambil membawa banyak sekali buah tangan. Dia sempatkan untuk mampir sejenak ke pusat perbelanjaan di Galaxy Mall. Ada beberapa barang gemas yang nanti bisa dibagi dengan anak sahabat mamanya. Suasana hatinya masih sangat bahagia sampai saat ini.
Si cantik benar-benar tidak sabar menyambut kedatangan teman bermain barunya nanti. Langkah-langkah kakinya semakin antusias terbukti semakin kencangnya suara gesekan antar sepatu juga lantai yang dipijak. Keisha melewati ruang tengah, sorot pandang gadis itu tak sengaja menangkap siluet penampakan yang tidak asing.
Niat awal ingin langsung ke kamar malah beralih singgah sejenak ke depan TV. Keisha menoleh untuk memastikan apa yang dilihatnya saat ini bukan sekedar ilusi semata. Sontak tentengan jemari pada paper bag miliknya jatuh tak karuan menghantam lantai. Sepasang netra indahnya membulat sempurna.
“NGAPAIN LO DI RUMAH GUE, JIWANGGA?” teriaknya menatap pemuda itu dengan mata membulat tak percaya. Keisha berdiri tepat di depan sofa yang tengah diduduki oleh Jiwangga.
Jiwangga hanya melirik sekilas ke arah Keisha dan kembali melanjutkan suapannya yang tertunda. Di hadapan pemuda itu ada semangkuk mie kuah yang masih panas. Terbukti adanya asap putih yang menguap ke udara. “Makan mie nih habis dibuatin sama Mbok Siti. Ya lo lihatnya gue lagi ngapain? Nebar padi di sawah?” sarkas Jiwangga.
“Maksud gue, kenapa lo bisa tiba-tiba ada di sini? Ke mana anak sahabat mama yang bakal tinggal bareng dan jadi teman buat gue selama 1 tahun?” Keisha bertanya sambil menoleh ke sekitar berusaha mencari di mana keberadaan teman barunya. Siapa tahu masih ada orang lain selain Jiwangga. Gadis itu mencari ke seluruh penjuru rumah tetapi tidak menemukan siapa pun. “Bukannya anak sahabat mama perempuan kan?” gumam Keisha memastikan.
“Sejak kapan gue jadi perempuan deh,” balas Jiwangga. Pemuda itu lantas berdiri dan membawa mangkuk kosong melewati tubuh Keisha menuju dapur.
Keisha berlari menyusul Jiwangga dan menahan pergerakan pemuda itu untuk tetap tinggal. Ia menatap netra Jiwangga, tatapannya sedalam jelaga dan ekspresinya tidak percaya. “Bilang sama gue kalau lo bukan anak sahabatnya nyokap yang bakal tinggal di sini,” kata Keisha sambil menarik pergelangan tangan Jiwangga.
Jiwangga mengangguk. “Hari di mana gue antar lo pulang waktu itu, gue udah tahu kalau bakal tinggal bareng buat 1 tahun ke depan. Gue udah sering banget ketemu Om Felix sama Tante Amy,” ucap Jiwangga.
“Dunia pasti lagi bercanda sama gue makanya tiba-tiba lo nongol di rumah. Nanti kalau udah selesai makan langsung cabut aja. Tahu kan pintu ke luar ada di mana,” usir Keisha halus.
Keisha berbalik badan melanjutkan langkahnya meninggalkan Jiwangga sendirian. Setiap pijakan yang gadis itu beri pada lantai semakin cepat bahkan nyaris berlari menuju kamarnya di lantai dua. Ia tidak lagi memikirkan untuk naik dengan lift seperti biasa. Pikirannya begitu penuh juga sesak saat ini memikirkan bagaimana bisa seorang Jiwangga Abram terdampar di rumahnya.
Gadis bertubuh semampai itu lalu menutup kencang pintu kamarnya. Ia bersandar dibalik pintu seraya menghela napas panjang. Masih ada rasa tidak percaya yang begitu kuat bersemayam dalam dada. Jika boleh jujur, ingin rasanya Keisha mengumpat pada dunia. Kenapa harus Jiwangga yang tinggal bersamanya?
Memangnya tidak ada manusia lain yang bisa dijadikan pilihan? Keisha menjatuhkan tubuh lelahnya di atas ranjang besar. Perasaan juga pikirannya begitu semrawut dan tak karuan. Semesta, takdir apa lagi yang harus Keisha hadapi ke depannya? Entah kebetulan atau memang sudah menjadi ikatan garis merah untuk mereka, Jiwangga selalu ada di setiap pertemuan keduanya.
***
“Mbak Kei, ayo makan malam dulu. Bapak sama Ibu udah nunggu di bawah,” ucap Siti dari depan kamar.
“Iya Mbok,” sahut Keisha.
Keisha membuka pintu kamar sambil membawa sebuah ponsel di tangan. Penampilan gadis itu sudah jauh lebih baik dari sebelumnya. Dia sempatkan untuk berendam air hangat dengan banyak busa wangi di bak. Keisha sampai beberapa menit tertidur dalam wajah penuh busa karena terlalu nyaman.
Si cantik berjalan menuruni satu persatu anak tangga yang membawa dirinya menuju lantai dasar. Dari kejauhan samar-samar dia mendengar suara ramai orang tengah berbincang. Keisha mendekat ke arah ibunya lalu bersikap manja dengan memeluk erat tubuh wanita yang lebih tua. Tingkah impulsif dari si cantik keluar spontan saja tanpa sadar masih ada manusia lain di sana.
“Mama kok nggak ada sih waktu Kei pulang tadi?” tanya Keisha dengan nada merengek.
“Maaf ya, Sayang. Mama tadi ada urusan sebentar ke luar sekalian antar Om Hadlan ke bandara,” jawab Amy.
“Kamu udah kenalan belum sama teman barumu itu? Kalian satu sekolah kan?” tanya Felix. Pria tampan dengan tahi lalat di pipi kiri atas itu menatap lurus pada netra sang anak..
Keisha mengalihkan pandangan dari Amy ke arah manusia yang dimaksud. Sepasang netra bulat itu kembali terbuka lebar ketika mendapati presensi Jiwangga sedang duduk anteng di salah satu bangku. Pemuda itu terlihat jauh lebih tampan saat memakai kaus hitam oblong juga celana pendek rumahan.
“Kok lo masih di sini sih bukannya pulang?” tanya sewot Keisha.
“Lah salahin bokap nyokap gue lah kenapa ungsiin gue ke sini,” balas acuh Jiwangga.
“Kamu kok gitu sih sama anaknya Om Hadlan, Kei. Kasih kesan yang baik dong ke tamu kita,” tegur Felix.
“Nggak usah pakai kenalan segala juga aku udah kenal dia, Papa.” Keisha berkata seraya mengerucutkan bibirnya dengan kening berkerut ke bawah searah hidungnya. “Cowok ini yang pernah aku ceritain ke Mama kalau ada anak bandel yang setiap kali diajak tutor itu nggak pernah mau datang. Lagian lo kenapa sih segala nginap di rumah gue? Pergi sana ke rumah teman-teman lo yang oke banget itu,” ucap sinis Keisha.
“Saya nggak nakal kok, Tante. Paling jahil aja sedikit,” bela Jiwangga atas dirinya sendiri.
“Wajar aja lah kalau anak laki-laki nakal di umur segini tuh. Papa dulu jaman SMA juga pernah bandel sama kayak Jiwangga,” sahut Felix menimpali.
“Kamu mau punya saudara dan teman bermain kan? Tuh malah bagus Jiwangga satu sekolah sama kamu. Jadi kalian bisa berangkat bareng tuh nanti,” ucap Amy mengusap pundak Keisha lembut.
“Aku mau punya teman main tapi nggak dia juga, Mama,” rengek Keisha.
“Nggak ada salahnya kamu mulai berteman sama Jiwangga. Malah bagus loh kalian tinggal satu rumah begini, kalau mau ngajarin dia nggak perlu repot di sekolah. 1 tahun waktu yang sebentar kok dan kalian juga nanti nggak bakal berasa waktu berlalu. Sudah kita tutup pembahasan ini, kamu duduk di sebelah Jiwangga lalu kita makan malam,” titah Felix tegas dan tidak ingin ada bantahan setelahnya.
Keisha baru saja ingin menyuarakan ketidaksukaannya tetapi mengurungkan niat tersebut. Ia paham betul bagaimana perangai sang papa. Si cantik hanya bisa menurut tetapi dia memilih untuk menarik kursi tepat di hadapan Jiwangga. Membuat keduanya saling berhadapan satu sama lain.