Jangan pernah sesumbar apapun jika akhirnya akan menelan ludah sendiri. Dia yang kau benci mati-matian akhirnya harus kau perjuangkan hingga darah penghabisan.
Dan jangan pernah meremehkan seseorang jika akhirnya dia yang akan mengisi harimu di setiap waktu.
Seperti Langit.. dia pasti akan memberikan warna mengikuti Masa dan seperti Nada.. dia akan berdenting mengikuti kata hati.
.
.
Mengandung KONFLIK, di mohon SKIP jika tidak sanggup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Menyelaraskan hati.
Airin semakin kalap saat Bang Ratanca tetap berusaha melindungi Dinar.
"Perempuan tidak tau malu???? Kamu tidur dengan suami siapa??? Apa kamu kekurangan laki-laki sampai harus tidur dengan suamiku???????" Jerit sampai akhirnya Mbah Kakung dan Mbah Putri terbangun.
Airin menarik rambut Dinar tapi Bang Ratanca menepaknya dengan kuat.
Mbah Kakung dan Mbah Putri yang tau cucunya sedang dalam masalah segera membantunya. Mbah Putri mengajak Airin untuk keluar dari kamar dan Mbah Kung menutup pintu agar cucunya bisa membenahi diri.
Dinar yang cukup syok sampai terhuyung lemas di bahu suaminya.
"Bagaimana ini, Bang?"
"Apanya yang bagaimana? Wajar saja pasangan suami-isteri melakukannya. Kita bukan pasangan selingkuh." Jawab Bang Ratanca santai tapi masih menyimpan rasa jengkel sambil meraih pakaiannya dan pakaian Dinar yang masih terserak. "Di pakai dulu..!!" Perintahnya lembut pada Dinar.
~
Airin yang masih kesal sejak tadi ingin terus menyerang Dinar dan Bang Ratanca selalu melindungi istri kecilnya hingga membuat Airin histeris.
"Mbak Airin..!!!!!"
Bang Ratanca mengusap lembut perut Dinar. Istrinya itu sudah meringkuk memegangi perutnya. "Kamu diam dek..!! Jangan ikut pusing, biar Abang yang selesaikan..!!" Ucap tegas Bang Ratanca melarang Dinar ikut bicara.
"Kenyataan mungkin sangat menyakitkan, tapi kamu harus mendengarnya langsung dari mulut saya, Airin..!! Statusmu dan Dinar, sama..!!"
Airin begitu syok sampai bersandar lemas. Tenaganya seakan hilang tak berbekas. Ia menatap wajah Dinar yang nampak lugu dan Bang Ratanca yang garang.
"Wajah polos seperti itukah yang Abang mau?? Wajah menipu seperti itukah yang membuat Abang lupa kalau Abang sudah punya istri??? Beginikah cara Abang membalasku??? Menikahi perempuan yang tidak jelas bibit bobot dan bebetnya????? Apakah tidak cukup waktu untuk mengingatkan Abang bahwa dulu kita saling mencintai. Abang janji akan terus mencintai Airin tanpa menggantikan posisi Airin apapun yang terjadi." Jawab Airin masih tidak terima.
"Itulah salah satu alasan saya tidak memilihmu selain perkara yang kau buat saat itu..!!!!" Bentak Bang Ratanca hingga membuat Airin terdiam.
Bang Ratanca paham sifat dan karakter Airin. Sebenarnya wanita itu sangat baik, hanya saja kebiasaannya sebagai Nona besar membuatnya terkadang terlalu angkuh. Perlakuan istimewa Ayahnya juga membuat dirinya berdiri di tangga teratas.
"Sekarang semuanya sudah kau dengar, saya hanya bisa mempertahankan satu istri." Ucap tegas Bang Ratanca.
"Airin akan berubah, Airin janji akan jadi istri yang baik..!!" Suara Airin sudah melemah apalagi melihat tangan Bang Ratanca terus mengusap perut Dinar, hatinya seakan merasa bahwa harapannya semakin tipis.
Arah mata Bang Ratanca terus menatap wajah Airin. Hatinya tidak goyah meskipun kini air mata Airin bercucuran. Bang Ratanca sudah mengerti diamnya seorang Airin adalah bentuk penyesalan terdalam.
Mbah Kung dan Mbah Putri tidak ingin ikut campur dalam urusan rumah tangga cucunya. Beliau berdua memilih untuk sekedar mengawasi keadaan.
"Ndhuk, Airin.. Dinar..!! Lebih baik kalian tidur..!! Ini sudah sangat malam, besok kita bicarakan hal ini lagi..!!" Kata Mbah Putri sebab Airin terlihat begitu syok dan Dinar sangat pucat.
"Kamu tidur di ruang TV sama Kung saja, Ngger..!!" Imbuh Mbah Kung meskipun sebenarnya beliau tau bahwa cucunya masih ingin berdekatan dengan Dinar.
Bang Ratanca nampak tidak sependapat tapi Mbah Kung terus memelototinya.
***
Bang Ratanca usai mandi. Semalaman dirinya tidak bisa tidur apalagi Mbah Kung mendengkur dengan kencang.
"Mandilah, sudah Abang siapkan air. Setelah itu kita sholat subuh..!!" Ajak Bang Ratanca saat melihat Dinar juga sudah bangun untuk mandi.
"Tolong siapkan air untuk Mbak Airin juga..!!" Pinta Dinar.
Dari jauh Airin melihat pemandangan itu. Ia memilih menghindar dan tidak ingin terlalu dekat dengan Bang Ratanca ataupun Dinar.
Bang Ratanca masih terpaku, tapi Dinar kembali menyentuh lengannya.
"Ayo, Bang..!!"
...
Airin benar-benar mandi dengan air yang sudah di siapkan suaminya. Pagi ini Airin pun sholat subuh bersama Bang Ratanca dan Dinar.
Usai sholat. Bang Ratanca hendak 'memberikan tangannya' pada Dinar namun Dinar memilih memejamkan mata dan mengangkat kedua tangannya untuk berdo'a.
Bang Ratanca paham maksud sang istri, tangan itu beralih pada Airin dan istri pertamanya itu segera menyambutnya barulah kemudian Dinar bersedia mencium punggung tangan Bang Ratanca. Saat itu Bang Ratanca mengecup sayang kening Dinar namun kemudian Bang Ratanca mengusap puncak kepala Airin tanpa melihatnya lagi.
Suami Airin dan Dinar itu kemudian melanjutkan membaca ayat pada kitab suci Al Qur'an. Suaranya terdengar begitu merdu namun terasa menyayat hati. Airin dan Dinar menunggunya di belakang punggung Bang Ratanca.
Lama kelamaan suara itu bergetar menjadi lelehan air mata. Bang Ratanca pun menyudahinya. Dinar dan Airin yang tidak tahan akhirnya menghambur memeluk Bang Ratanca dan ikut menangis.
"Maafkan saya yang sudah menyebabkan timbulnya masalah untuk kalian..!!"
...
Dinar muntah hebat, sejak tadi dirinya terus saja merasa mual. Tanpa banyak kata, Airin memijat punggung Dinar dengan lembut.
"Kamu hamil ya, dek?" Tanya Airin.
Dinar tidak mungkin berbohong karena nantinya perutnya tidak akan bisa di tutupi lagi. Ia pun mengangguk.
"Istirahatlah, di minum vitaminnya. Biar Mbak yang masak..!!" Kata Airin.
Dinar yang memang masih merasa mual segera menurut dan masuk ke dalam kamar.
...
Sore hari Bang Ratanca pulang lebih cepat. Entah kenapa hari ini tidak ada balasan apapun dari Dinar saat dirinya menghubunginya.
Airin menyambut Bang Ratanca yang baru pulang tapi suaminya itu celingukan mengedarkan pandangan kesana kemari.
"Dinar dimana?"
"Tidur Bang. Sejak tadi mual." Jawab jujur Airin.
Bang Ratanca membuka pintu kamar. Baru saja melangkah masuk, tiba-tiba Dinar merasa mual.
"Sayaang, kamu sakit dek???" Secepatnya Bang Ratanca mengurus Dinar yang sedang mual.
"Sepertinya kambuh lagi. Kalau kepikiran Abang, lihat wajah Abang selalu mual." Dinar pun kemudian kembali merasa mual.
"Muntahkan saja..!! daripada di perut jadi penuh." Kata Bang Ratanca.
Dinar tidak bisa lagi menahan rasa mualnya sampai akhirnya Dinar muntah di lantai.
"Ma_af Bang..!!"
"Nggak apa-apa. Muntahkan lagi..!!" Bang Ratanca memijat tengkuk Dinar. Terlihat istrinya itu begitu tersiksa.
Airin yang melihatnya segera menjauh dari kamar tapi Dinar sempat melihatnya juga.
Perut Dinar perlahan lega tapi hatinya tidak tega melihat Airin yang memilih selalu menjauh setiap dirinya dan Bang Ratanca tengah berdua.
.
.
.
.