Susah payah Bellinda Baldwig mengubur cintanya pada mantan suami yang sudah menceraikan enam tahun silam. Di saat ia benar-benar sudah hidup tenang, pria itu justru muncul lagi dalam hidupnya.
Arsen Alka, berusaha mendekati mantan istri lagi saat mengetahui ada seorang anak yang mirip dengannya. Padahal, dahulu dirinya yang menyia-nyiakan wanita itu dan mengakhiri semuanya karena tidak bisa menumbuhkan cinta dalam hatinya.
Haruskah mereka kembali menjalin kisah? Atau justru lebih baik tetap berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NuKha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 34
Arsen ingin memalingkan wajah supaya tidak menatap Bellinda dan berpikiran yang aneh-aneh. Tapi, sulit sekali, kepalanya selalu ingin terisi oleh wanita itu. Walau sudah membuang muka ke sembarang arah, pada akhirnya akan kembali menengok ke arah yang sama lagi. Magnet jandanya terlalu kuat. Dia saja sampai heran.
“Aku ke toilet sebentar,” pamit Arsen. Mengatur napas tidak berhasil membuat miliknya kembali tertidur. Mungkin jalan yang bisa ditempuh lainnya adalah sedikit menjauh dari Bellinda sampai wanita itu selesai menghabiskan satu cone gelato. Ya ... kalau masih belum berhasil juga mungkin perlu sedikit bantuan tangan.
Ketika Arsen berdiri, otomatis pandangan Colvert sejajar dengan sesuatu yang aneh. “Kenapa itu menonjol? Kau sakit? Bengkak? Terbentur apa?” Begitu polosnya bocah satu itu, bahkan sampai menunjuk bagian yang dimaksud. Apa lagi kalau bukan pangkal paha.
Arsen rasanya ingin membungkam mulut putranya yang tidak bisa diam. Tapi ... bocah itu pasti belum tahu apa-apa juga. Percuma diberi tahu pun tidak akan paham, yang ada dirinya mencemari anak sendiri.
“Kau sakit?” Bellinda jadi penasaran dengan apa yang dimaksud oleh Colvert. Dia mengalihkan pandangan dari menatap putranya, menjadi ke arah yang ditunjuk.
Hanya satu detik, Bellinda langsung memalingkan wajah saat paham kenapa menonjol. “Ya, pergilah ke kamar mandi.”
Arsen menghela napas. Lumayan kecewa dengan reaksi jandanya. Padahal dahulu pernah merasakan miliknya juga sampai jadi Colvert. Walau hanya satu kali. Mungkin imajinasinya terlalu tinggi, mana mungkin Bellinda mau menawarkan diri untuk membantunya keluar dari siksaan celana sesak, padahal wanita itu sudah melihat kalau ia sedang tak baik-baik saja. Wanita itu terkesan cuek dan menghindar.
“Ya, aku tidak akan lama.” Arsen lekas pergi meninggalkan anak dan jandanya.
Tersisa Colvert dan Bellinda, bocah itu masih penasaran. “Mommy ... tetangga baru sakit apa?”
Waduh ... kacau, jadi Bellinda yang harus menjelaskan masalahnya. “Itu bukan sakit, Sayang. Tapi, reaksi tubuh yang terjadi pada pria dewasa. Suatu saat nanti kalau Colvert sudah besar pasti tahu.” Dia bingung dan memilih jawaban paling aman.
...........
Selesai makan gelato, Colvert mengajak kedua orang tuanya untuk pulang saja karena ia sudah mengantuk. Rindu kasur dan ingin segera merebahkan tubuh. Jadilah bocah itu digendong oleh Arsen sampai ke apartemen.
Colvert sudah terlelap ketika sampai di dalam unit milik Bellinda. Arsen menidurkan sang anak ke kamar. Tidak lupa mengecup kening dan menyelimuti. Barulah ia keluar.
“Maafkan aku yang berpikir aneh-aneh tentangmu,” ucap Arsen, seraya menutup pintu kamar putranya dan menatap Bellinda yang ada di dapur.
Bellinda mengangguk. “Iya.”
Singkat sekali wanita itu menjawab, membuat Arsen jadi tak enak. Dia melangkah menuju dapur, menyandarkan tubuh di kulkas. Menyaksikan Bellinda yang tengah sibuk sendiri membuat jus untuknya karena tadi sempat menawarkan minum dan ia jawab mau.
“Terima kasih karena kau tidak melupakanku,” tutur Arsen.
“Aku hanya mengubur rasa yang pernah ada, bukan berarti melupakan segalanya,” balas Bellinda seraya menuangkan jus ke dalam gelas.
“Tentang anak kita, kenapa kau memberi dia nama belakangku. Padahal bisa saja memakai nama keluargamu.”
“Karena aku tidak mungkin menghilangkan kenyataan bahwa Colvert memiliki darahmu juga.” Bellinda meraih gelas berisi cairan berwarna merah. “Bisa saja suatu saat nanti dia mencari daddynya. Ternyata kau yang menemukannya lebih dulu.”
Dari situlah Arsen tahu kalau jandanya menyukai strawberry. Hampir setiap berkunjung pasti disuguhi buah atau jus itu.
Arsen menerima gelas yang baru saja disodorkan oleh Bellinda. “Thanks.” Dia merasa wanita itu belum sepenuhnya melupakannya atau mengubur sedalam mungkin cinta yang pernah ada. “Apakah itu tandanya kau mengharapkan aku kembali? Atau menginginkan suatu saat nanti kita bersama lagi?”
Bellinda minum dengan sangat tenang. Walau rasanya ingin tersedak ketika mendengar pertanyaan. Dia meletakkan gelas terlebih dahulu, lalu menatap Arsen yang sedang meneguk jus.
“Sorry, aku ralat pertanyaannya.” Arsen menyudahi menikmati cairan menyegarkan. Sekarang saatnya berbicara serius selagi tidak ada Colvert yang mengganggu. “Maukah kau kembali lagi bersamaku?”
Disempatkan untuk tersenyum sebentar, barulah Bellinda menanggapi. Sorot matanya tidak memancarkan keraguan, bahkan berani menatap lawan bicara langsung. “Jika kembali denganmu hanya akan merasakan luka yang sama, maka pilihanku adalah tidak.”
🤣🤣🤣🤣🤣🤣