NovelToon NovelToon
Tarian Di Atas Bara

Tarian Di Atas Bara

Status: tamat
Genre:Tamat / Cintapertama / Nikahmuda / Teen School/College
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Bintang Ju

"Tarian di Atas Bara"
(Kisah Nyata Seorang Istri Bertahan dalam Keabsurdan)

Aku seorang wanita lembut dan penuh kasih, menikah dengan Andi, seorang pria yang awalnya sangat kusayangi. Namun, setelah pernikahan, Andi berubah menjadi sosok yang kejam dan manipulatif, menampakkan sisi gelapnya yang selama ini tersembunyi.

Aku terjebak dalam pernikahan yang penuh dengan penyiksaan fisik, emosional, dan bahkan seksual. Andi dengan seenaknya merendahkan, mengontrol, dan menyakitiku, bahkan di depan anak-anak kami. Setiap hari, Aku harus berjuang untuk sekedar bertahan hidup dan melindungi anak-anakku.

Meski hampir putus asa, Aku terus berusaha untuk mengembalikan Andi menjadi sosok yang dulu kucintai. Namun, upayaku selalu sia-sia dan justru memperparah penderitaanku. Aku mulai mempertanyakan apakah pantas mendapatkan kehidupan yang lebih baik, atau harus selamanya terjebak dalam keabsurdan rumah tanggaku?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bintang Ju, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

baca dengan nyaring

Keesokan harinya, Andi kembali memaksa Tri untuk membaca di hadapannya. Namun, sama seperti hari-hari sebelumnya, Tri tetap ketakutan dan tidak berani membuka mulutnya untuk membaca.

Melihat hal itu, amarah Andi kembali memuncak.

“Kenapa sih kamu tidak mau buka mulut? Baca ini, baca! Bentak Andi, lalu meraih sebuah batang pensil dan dengan kas4r memasukkannya di sela-sela jemari Tri sambil diputar-putar pensilnya yang mengakibatkan Tri menjerit kesakitan.

"Aaarrghh!" jerit Tri kesakitan.

“sakit yah… lepaskan … tolooong!” jerit Tri lagi. Air mata langsung membanjiri wajahnya. Dia mencoba melepaskan pensil itu, tapi Andi mencengkeram tangannya erat-erat, membuat Tri tidak bisa bergerak.

"Baca! Baca dengan keras atau aku takkan melepaskannya!" bentak Andi.

“Lepaskan yah, sakiit tanganku…sakit”

Tri terus-menerus menangis dan memohon, tapi Andi tak juga melonggarkan cengkeramannya. Dengan gemetar dan penuh ketakutan, Tri akhirnya mulai membaca dengan suara lirih.

“saaa … yaaa … raaa …. Jiiin be…laa… jaaar” Bacar Tri dengan suara nyaring sambil terisak-isak menangis.

“Nah begitu dong. Dari tadi kek. Susah amat kamu” Kata Andi kesal.

“satu baris lagi ayo!”

“Kaaa … mmmiii … peeer … giii see … kooo … laaah” Eja Tri lagi.

Aku yang menyaksikan pemandangan itu merasa hatiku remuk. Aku ingin sekali memeluk dan melindungi Tri dari peny1ksaan Andi, tapi aku hanya bisa berdiri mematung, tidak berdaya melihat anak ku dis1ksa seperti itu.

Setelah selesai membaca, Tri langsung terisak-isak. Andi pun akhirnya melepaskan pensil itu, tapi jemari Tri tampak memerah dan bengkak menahan sakit.

"Lain kali kau harus bisa membaca dengan baik! Jangan membuatku malu!" bentak Andi sebelum pergi meninggalkan ruangan.

Aku segera menghampiri Tri dan memeluknya erat. Air mataku turut mengalir membasahi pipinya.

"Maafkan ibu, sayang. Ibu tidak bisa melindungimu," isakku dalam penyesalan.

Tri hanya mengangguk dan diam

“Lain kali kalau ayahmu yang menemanimu belajar, kamu harus nurut sama ayah ya. Tri harus berani. Anaknya ibu harus jadi pemberani ya nak!” Ujarku mencoba menenangkannya.

Menyaksikan perlakuan kejam Andi terhadap Tri membuatku semakin terpukul. Aku merasa tak berdaya dan tak tahu harus berbuat apa untuk menghentikan semua ini. Hatiku dipenuhi oleh rasa sedih dan ketakutan akan apa yang mungkin terjadi selanjutnya.

***

Setelah puas meny1ksa Tri dengan memasukkan pensil di sela-sela jarinya, Andi memerintahkan Tri untuk segera pergi membeli rokok untuknya.

Tri yang masih kesakitan dan gemetar langsung bergegas keluar rumah. Tapi karena kondisinya yang masih terguncang, gerakannya menjadi lambat dan tidak bersemangat.

Ditambah lagi, kios tempat menjual rokok berada cukup jauh dari rumah kami. Sehingga Tri membutuhkan waktu yang cukup lama untuk pergi dan kembali.

Saat Tri akhirnya tiba di rumah dengan sebungkus rokok di tangannya, Andi sudah menunggu dengan wajah penuh amarah.

"Lama sekali kau! Apa saja yang kau lakukan, hah?! Kau pasti habis bermain lagi sama teman-temanmu kan?" bentak Andi.

Tri mencoba menjelaskan bahwa jarak kios cukup jauh dan ia masih kesakitan, tapi Andi sama sekali tidak mau mendengarkan.

“Tidak ayah, aku tidak bermain sama sekali. Aku hanya lambat berjalan karena kakiku sakit, apalagi kios bu Irma jauh” Jelas Tri dengan sedikit gugup, gemetar dan diwajahnya terpancar rasa khawatir dan takut akan dihukum oleh ayahnya lagi.

Tanpa peringatan, Andi langsung menyer4ng Tri dengan puku1an bertubi-tubi. Tri berusaha melindungi diri, tapi tak kuasa menahan amukan ayahnya.

Pada satu kesempatan, Andi mendaratkan satu puku1an ker4s di telinga Tri. Karena kerasnya puku1an itu membuat Tri langsung berteriak kesakitan dan jatuh tersungkur.

“aaakh sakiit!” jerit Tri sambil memegang telinganya. Tri yang berkulit putih membuat bekas tangan ayahnya terlihat sangat jelas di pipinya dan memerah di telinganya.

Aku yang menyaksikan pemandangan itu hanya bisa menangis pilu. Hatiku remuk melihat perlakuan kejam Andi terhadap anak kandungku sendiri.

“Sudah Andi … sudah!. Teriakku histeris.

“Urus baik-baik anakmu ini. Bikin susah saja” Kata Andi penuh murka sambil menatapku dengan tatapan marah.

Setelah puas memukulinya, Andi pergi meninggalkan Tri yang tergeletak di lantai menahan sakit. Aku segera menghampiri Tri dan memeluknya erat.

"Bertahanlah, sayang. Ibu di sini..." ujarku sambil terisak. Aku kembali merangkul Tri dan mengelus kepalanya.

“Sabar sayang, kamu akan baik-baik bersama ibu!”

Tri masih menangis dan meraung kesakitan. Kali ini dia merasakan kesakitan luar biasa di bagian telinganya kirinya.

Sambil memegang telinganya Tri berkata

“Bu aduh sakit…. Telingaku sakit bu. Toloong Tri bu!”

“Coba lepaskan tanganmu nak, ibu bantu lihatkan!”

“Astagfirullah, ya Allah ada sedikit darah keluar dari telinga anakku” Kataku dalam hati. Aku tidak mau Tri tahu hal itu karena akan menyebabkan dia bertambah trauma.

“Tetap tenang ya nak. Diam di sini ya, ibu ke belakang dulu mengambil kain kompres.”

Tri hanya mengangguk.

Akupun segera mengambil kain kompres dan segera membersihkan darah yang keluar dari telinganya.

“Ibu bersihkan dulu telinganya ya nak!”

Tri tidak berbicara dan hanya menganggukkan kepalanya. Mungkin karena sakit yang dia rasakan itu membuatnya malas untuk berbicara.

Sejak insiden itu, pendengaran Tri menjadi terganggu dan ia sempat mengalami kerusakan pada telinga. Hingga saat ini, ia masih belum bisa mendengar suara dengan baik dari arah kirinya. Mungkin karena dampak pukulan ayahnya waktu itu telah merusak saraf telinga anakku.

Aku sangat sedih melihat Tri yang masih sekecil itu, tapi selalu menjadi sasaran kek3jaman ayahnya sendiri.

***

Pagi itu, aku bangun lebih awal seperti biasa untuk menyiapkan sarapan bagi Andi dan anak-anak. Tapi saat hendak keluar rumah, aku mendengar suara Andi yang baru saja pulang dalam keadaan mabuk.

Andi terhuyung-huyung masuk ke dalam rumah dan langsung ambruk di sofa tanpa mengganti pakaiannya. Aku tahu betul kebiasaan buruk Andi akhir-akhir ini, selalu pulang larut malam atau bahkan pulang setelah fajar menyingsing dalam keadaan mabuk.

Meski hati terasa sakit melihat kondisinya, aku memutuskan untuk tidak membangunkannya. Aku ragu jika membangunkannya terlalu cepat, Andi akan marah dan buat masalah lagi. Padahal aku tahu, jika pagi itu Andi punya agenda untuk bekerja di kebun. Tapi karena rasa prihatinku sehingga menahanku untuk membangunkannya.

Anak-anak pun masih tertidur pulas dan aku tak ingin membangunkan mereka. Lalu Aku putuskan untuk pergi keluar sebentar untuk membeli bahan makanan, berharap Andi bisa bangun sendiri nanti.

Setibanya aku di rumah, setelah membeli bahan-bahan untuk sarapan, tiba-tiba saja aku dikejutkan oleh suara Andi yang marah-marah. Ternyata dia sudah bangun dan mencariku.

"Kenapa kau tidak membangunkan aku, hah?! Dasar istri tidak berguna!" bentaknya. Sambil mencengkeram bahuku dengan kasar dan keras.

“Aduh Andi, tolong lepaskan, itu sakit Andi!” jeritku

Aku mencoba menjelaskannya

“aku hanya hanya kasihan melihatmu pulang sudah subuh dan aku ingin membiarkanmu beristirahat karena kau pulang dalam keadaan mabuk.” Jelasku. Tapi Andi tidak mau dengar dan tetap memarahiku habis-habisan.

"Kau sengaja membiarkanku bangun kesiangan, kan?! Kau ingin aku tidak pergi bekerja? Supaya aku bisa menjagaimu dan anak-anak tak berguna itu, ya?!" cerca Andi.

“Kok jadi marah begitu? Apakah aku salah membiarkanmu istirahat?”

“Iya itu kesalahan besar!”

“Ya Allah, aku begini salah, begitu juga salah” keluhku dalam hati.

“Kalau itu adalah sebuah kesalahan bagimu, aku minta maaf ya! Aku janji tidak akan mengulangi kesalahan ini lagi”

Andi melepaskan cengkeraman tangannya dariku. Dan aku hanya bisa menunduk sedih, tak berani lagi membantah. Bagaimana pun juga, aku harus tetap patuh pada suamiku, meski harus menerima perlakuan k4sar dan tidak adil darinya.

Setelah puas memarahiku, Andi akhirnya pergi meninggalkanku. Dan bersiap-siap berangkat kerja di kebun.

Hatiku hancur, entah sampai kapan aku harus terus menerima siks4an batin seperti ini.

1
Bintang Ju
soalnya novel kedua baru lg di kerja
Aprilia Hidayatullah
GK ada cerita yg lain apa ya Thor,kok monoton bgt cerita'y,,,,jdi bosen kita baca'y,,,,🙏
Bintang Ju: makasih masukkannya. ini kisah memang khusus yang terjadi dalam rumah tangga. jadi gmn ya mau ceritain yg lain. ada saran ut bisa mengalihkan cerita begitu?
atau aku buat cerita novel lain gitu maksudnya?
total 1 replies
Kumo
Terima kasih, bikin hari jadi lebih baik!
Bintang Ju: terimakasih kk
total 1 replies
Willian Marcano
Merasa beruntung nemu ini.
Bintang Ju: terimakasih /Heart/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!