SWEET LOVE

“Dalam tiga tahun pangsit kita sudah menduduki pasar terbesar dalam pasar domestik. Terlebih lagi, kita akan meraih pendapatan besar dari penjualan global yaitu satu triliun dengan penjualan di AS sebesar 300 miliar, yeay hahaha! Mari beri tepuk tangan meriah!” Seorang pria dengan percaya dirinya berbicara dalam rapat kali ini.

“Semuanya, Hentikan!” titah Arga, membuat seisi ruangan tiba-tiba menjadi hening dan dingin.

“Bagaimana bisa pasar luar negeri kita belum melampaui Tiongkok, tapi sekarang kamu malah bertepuk tangan?” Lirikan tajam Arga seperti langsung menusuk kedalam jantung pria yang tadi berbicara lantang.

“Maafkan aku,” ucapnya pelan sembari menunduk.

“Kalau begitu menurutmu apa tindakan progresnya?” tanya Arga, kini alisnya tertaut dan senyuman tipis samar-sama di wajahnya. Menandakan bahwa saat ini dia tidak nyaman dengan keadaan dalam rapat tersebut.

“Maaf, tindakan progresnya apa ya? Soal itu....” Pria tadi menoleh kiri dan kanannya. Ketakutan tergambar jelas di wajahnya keriputnya.

“Maksudku tindakannya adalah....” Dia membolak-balikkan kertas laporan audit yang dibuat oleh tim direksi.

“Kalau hanya untuk membacakan apayang ditulis oleh bawahanmu, semua karyawan lain juga bisa dan kamu tidak perlu menghadiri rapat ini lagi mulai sekarang,” tegas Arga.

Membuat pegawai lain jadi berdebar-debar dan saling melempar lirikan. Betapa mengerikannya presdir baru mereka saat ini. Bukan hanya wajah tampannya yang membuatnya semakin menarik, tapi sikap tegas dan uletnya dalam bekerja, menjadi daya tarik tersendiri yang dia miliki.

“Sekarang mari kita ke topik lainnya! Untuk ‘kolaborasi dengan seorang koki’ yang dipimpin oleh tim peneliti/pengembangan produk makanan dua. Tim produk pengembangan dua?” Arga melemparkan tatapan tajamnya pada deretan pegawai dimana ada Bu Dewi yang menghadiri rapat itu.

“Mereka akan berada di bawah bimbingan Koki Maria Lukman,” lanjut Arga tersenyum.

“Woah!” beberapa pegawai menutup mulut mereka karena terkejut serta terkesan secara bersamaan.

“Maria Lukman?” tutur Bu Dewi dengan mata membulat.

“Koki terkenal itu?” pegawai lain mulai berbisik satu sama lain.

“Iya, Koki dari negara kita yang di rekrut oleh restoran besar di Prancis...,” sahut salah satunya.

“Untuk Tim 1 bagaimana perkembangannya? Tanya Arga pada bu Dewi yang masih melongo.

“Emm, kalau itu bersama dengan Koki Purnama, kami sudah merencanakan makan ala keluarga di Italia, tetapi...,” jawab bu Dewi dengan terbata-bata.

“Ada masalah besar yang terjadi pada koki itu, jadi kami masih berusaha untuk mem-progresnya... maafkan kami Pak!” ucap Bu Dewi.

“Tidak masalah, saya kasih kesempatan sampai minggu depan, dan saya mau proposal kerjaan kalian bisa memuaskan nanti setelah progres!” tekan Arga.

Rapat pun selesai. Arga dan Rey keluar bersamaan sambil membicarakan sesuatu. Sedangkan Bu Dewi berjalan lemas menuju ruangan timnya berada. Dia bingung harus melakukan hal apa untuk memperbaiki pekerjaan mereka yang tertunda sampai minggu depan.

“Skandal perundungan yang dilakukan Koki Purnama dari program The Best talent, semua aktivitasnya di hentikan,” ucap Rina membaca judul artikel yang dia lihat di komputer Pak Galang.

“Ya, koki itu baru saja terkenal, tapi tidak disangka ternyata dia seorang perundung? Woah sangat mengerikan! Aku tahu ada yang aneh dengannya, saat dia menghancurkan bawang putih menggunakan tinjuannya. Itu sangat gila,” sahut Pak Galang.

“Jadi bagaimana dengan menu yang sedang kita kerjakan?”

“Tentu saja harus di batalkan.”

“Huft!” Bu Dewi masuk kedalam ruangan sambil menghela nafasnya, lalu duduk dengan kasar dikursinya.

“Bagaimana dengan hasil rapatnya?” tanya pak Galang pupil matanya melebar karena penasaran.

“Apa-apaan, aku diomeli karena tidak mencari tahu kehidupan koki itu lebih dulu. Memangnya aku netizen yang selalu punya waktu untuk melakukan mata-mata begitu! Aku beritahu mereka akan mencari koki lain untuk menggantinya dalam kurun waktu seminggu,”

Berlyan menghampiri Bu Dewi sambil membawa beberapa kertas di tangannya. Lalu memperlihatkan isi kertas-kertas tersebut kepada wanita gemuk berkaca mata yang saat ini tengah mengerutkan wajahnya karena kesal.

“Sebenarnya aku sudah menemukan beberapa kandidat yang mungkin cocok untuk proyek kita,” jelas Berlyan menunjuk gambar seorang koki pria di kertas pertama, “dia populer dengan hidangan laut, koki Marcel.

“Ini koki Indah DW, dia sering terekspos di Tv saat berpergian di pasar tradisional, jadi sudah terkenal,” lanjutnya menjelaskan.

“Huft, tapi semua orang di industri ini tahu kalau kita sedang mencari Koki pengganti. Apa tidak akan ada masalah? Aku takut mereka akan menolaknya.” Bu Dewi menghela nafasnya karena ragu.

“Ya juga sih....” Berlyan menggaruk kepalanya dan mengusap bibir merahnya.

“Oh iya, Berlyan!” serunya melirik Berlyan yang sedang diam memikirkan solusi lain, “bagaimana kalau dengan Koki Dimas Satria?”

Pak Galang dan Rina sontak menoleh kearah mereka berdua saat mendengar ucapan Bu Dewi, dengan mata membulat dan mulut yang sedikit terbuka.

“Dimas?” Berlyan termangu.

“Iya Koki Dimas, dia kan koki baru dan makanannya juga enak. Bukankah sangat bagus jika kita bisa merekrutnya? Tidak ada masalah kan?” tutur Bu Dewi dengan tangan yang bergerak mengikuti.

“Hah? Tentu saja tidak masalah. Sebenarnya aku juga mau merekomendasikannya padamu,” pungkas Berlyan tersenyum getir.

“Apa dia bersih dari hal negatif? Aku lihat dari wajahnya saja dia seperti buaya darat. Bagaimana jika nanti dia menimbulkan skandal?” cibir Pak galang memicingkan mata dan melipat lengan didepan dadanya, tanpa sadar kalau Rina meliriknya dengan mata sendu mendengar Dimas dicibir.

“Hei kepala bonsai! Jangan menjelek-jelekkan orang yang tidak berdosa. Apa kamu punya solusi alternatif lain? Taunya hanya bicara saja!” balas Bu Dewi yang dahinya mengkerut.

“Kepala bonsai?” sungut Pak Galang, “siapa yang menjelekkannya? Hanya saja dia cukup populer dikalangan wanita.”

“Apa kamu lupa dia sudah menolak Rina?” kata Bu Dewi.

“Kamu benar, Bu Dewi. Dari caranya dia menolakku, sepertinya dia akan baik-baik saja tanpa menimbulkan masalah untuk kita. Ditambah lagi dia sangat tampan dan masakannya enak sekali! Bukankah tim kita pasti akan juara!”puji Rina matanya bulat dan berbinar.

“Kamu benar,” sahut Bu Dewi mengangguk dan menoleh kearah Berlyan, “Berlyan, siapkan proposalnya untuk kita ajukan pada Presdir Argantara di rapat.”

“Ya Bu, akan saya kerjakan.” Berlyan tersenyum semangat dan kembali ke meja kerjanya.

Sepulang kerja. Berlyan berniat untuk membeli beberapa pembalut di toko yang dekat dari kantornya. Akan tetapi apesnya dia malah tidak sengaja bertemu dengan Rey yang saat itu juga sedang dalam perjalan menuju toko tersebut.

“Sial!” Berlyan langsung berbalik badan sebelum Rey melihatnya.

“Permisi, Nona. Barangmu jatuh,” ucap Rey menunduk meraih salah satu bungkus pembalut wanita berwarna merah muda.

“Aishh, sialan! Bagaimana ini?” gumamnya seraya berbalik badan dengan wajah yang tertunduk dan setengahnya tertutupi rambut.

Rey mengerutkan dahinya melihat penampilan Berlyan. Dia pun melihat kartu pegawai yang tergantung di leher wanita dihadapannya itu.

“Nona, Berlyan?” Rey sedikit menunduk untuk bisa melihat wajah Berlyan.

Karena panik Berlyan pun sengaja membuat suara bersin yang palsu.

“Hacuhhh! Maaf saya sedang flu! Maaf maaf!” Berlyan merampas bungkus pembalutnya dari tangan Rey lalu bergegas lari dari tempat itu dengan langkah kakinya yang kecil.

Rey menggelengkan kepalanya menatap kepergian Berlyan dan berkata, “kenapa dia selalu bertingkah aneh jika bertemu?”

“Huft, hampir saja.” Berlyan menghela nafas lega setelah berahasil sembunyi di suatu gang yang letaknya tidak jauh dari tempat Rey berada.

.

.

BERSAMBUNG.