Dinikahi Rentenir

Sebelumnya, salah satu anggota panitia melapor jika ada peserta kemping yang terjatuh dari pohon.

Sebagai ketua panitia, Marvin merasa bertanggung jawab akan hal itu.

"Siapa namanya?" tanya Marvin yang ingin tahu anggota kemping yang terjatuh.

"Namanya Ailyn," jawab rekannya.

Jantung Marvin langsung berdebar, dia jadi mengingat putrinya yang lima tahun lalu sudah dia jual pada seorang rentenir.

"Bawa aku padanya!" Marvin ingin segera melihat Ailyn yang dimaksud.

Dan benar saja, Marvin terkejut melihat gadis yang mirip sekali dengan putrinya. Namun, dia berusaha bersikap profesional.

"Apa kau baik-baik saja, Nak?" tanyanya.

Ailyn tidak bisa menjawab karena masih tidak percaya melihat sang ayah.

"Tolong tinggalkan kami berdua!" pinta Marvin. Dia ingin mempunyai waktu berdua dengan gadis itu.

Beruntung semua menurut, semua yang ada di tempat medis keluar. Kini tertinggal Marvin dan Ailyn di sana.

"Ailyn..." panggil Marvin seraya mendekat. Lelaki itu langsung memeluk putrinya sambil meneteskan air mata, tidak ada hari di mana dia menyesali semua yang telah terjadi.

"Kau sudah besar dan semakin cantik!"

Bukan hanya Marvin tapi Ailyn juga meneteskan air matanya di sana, gadis itu tidak menyangka akan bertemu dengan sang ayah kembali.

Ada perasaan marah dan kecewa luar biasa di hati Ailyn, dia jadi mengingat kejadian di mana ayahnya meninggalkan dirinya begitu saja di tempat asing.

"Maaf..." Ailyn berusaha melepaskan diri dari pelukan Marvin.

"Saya tidak mengenal Anda jadi jangan peluk saya sembarangan!"

Marvin semakin sedih, wajar saja Ailyn bersikap seperti itu padanya. Pasti gadis itu marah sampai berkata tidak mengenalnya.

"Maafkan ayah, Ailyn. Ayah berusaha berubah, ayah sadar sudah menjadi ayah yang buruk selama ini sampai tega menjual putrinya sendiri," ungkap Marvin.

Bagi Ailyn rasa penyesalan itu sudah terlambat, Marvin sudah menjualnya jadi dia bukan putri lelaki itu lagi.

"Saya ingin kembali ke tenda saya," ucap Ailyn seraya berdiri. Dia menyeret kakinya yang sakit untuk pergi menjauh.

Mungkin Ailyn butuh waktu sendiri jadi Marvin tidak akan memaksa. Dia akan meminta maaf lagi setelah Ailyn tenang.

Ailyn tidak kembali ke tenda tapi mencari tempat menangis yang pas, dia ingin melampiaskan emosinya dengan mengeluarkan air mata sebanyak mungkin.

Gadis itu menangis tersedu-sedu karena merasa sakit hati termasuk dengan perlakuan Derick padanya.

"Ailyn..." panggil Ian.

Sudah hampir satu jam Ian mencari gadis itu akhirnya dia menemukan Ailyn yang matanya sudah bengkak.

Pasti gadis itu baru saja menangis.

"Aku mencarimu," ucap Ian yang langsung duduk di samping Ailyn.

Tanpa disangka gadis itu menyenderkan kepala di bahunya.

"Aku butuh sandaran sebentar," ucap Ailyn.

Jantung Ian berdebar kencang, tidak biasanya Ailyn bersikap seperti itu.

"Kau boleh bersandar selama yang kau mau, Ailyn," balas Ian yang suka rela menyerahkan dirinya.

Ailyn tersenyum, memang hanya Ian yang selalu ada untuknya. Tapi, sayang sekali gadis itu tidak bisa memberikan hatinya pada Ian.

"Apa terjadi sesuatu? Atau kau menangis karena kakimu sesakit itu?" tanya Ian. Dia tidak tahan untuk bertanya hal yang membuat gadis itu merasa sedih.

Padahal rencananya Ian akan mengungkapkan perasaannya tapi sepertinya suasana hati Ailyn tidak baik. Lagi-lagi Ian harus menahannya.

"Aku merasa hidup tidak adil untukku," ungkap Ailyn.

"Tidak adil bagaimana?" tanya Ian yang bingung. Dia hanya tahu kalau Ailyn dibesarkan oleh sang paman dengan sangat baik.

"Seperti sekarang, aku tidak bisa bercerita padamu," ucap Ailyn lagi. Dia tidak mungkin menceritakan tentang hidupnya yang sebenarnya pada teman laki-lakinya itu.

"Kenapa tidak bisa bercerita?" tanya Ian semakin bingung.

"Karena sangat rumit," jawab Ailyn.

Ian menghela nafasnya, dia mengusap kepala Ailyn yang masih menyandar di bahunya.

"Kalau begitu tidak usah bercerita sekarang, aku bisa menunggu sampai kau siap," ucap Ian kemudian.

Ternyata Ailyn masih diintai oleh anak buah Liam, mata-mata itu seperti biasa memotret Ailyn lalu mengirimkan pada bosnya.

Liam melihat potret Ailyn yang berduaan dengan Ian di tempat kemping. Dia mencoba mengirimkan semua potret itu pada Derick.

Dia sangat ingin tahu, bagaimana reaksi anak tirinya itu.

Kau membiarkan wanitamu bersama pria lain?

Derick mendapat pesan itu dari Liam beserta foto-foto Ailyn.

Lelaki itu menatap dingin seperti biasanya lalu membalas pesan dari Liam.

Sudah aku bilang, wanita itu tidak berarti apa-apa bagiku!

Saat aku bosan, aku akan membuangnya!

Membaca pesan balasan dari Derick membuat Liam tertawa hambar.

"Apa benar begitu? Mari kita lihat sekali lagi, kalau memang gadis itu tidak berarti apa-apa bagimu, aku tidak akan mengganggunya lagi," gumam Liam.