Ketika seorang gadis yang hidupnya hanya untuk membalaskan dendam kematian keluarganya, tapi hati gadis itu ditakdirkan untuk mencintai pembunuh keluarganya. Akankah gadis itu memilih memaafkan pembunuh keluarganya atau terus pada tujuan utamanya yaitu balas dendam? Ikuti keseruannya yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
"Raka Alkairo Kavindra. Kalau Lo berani jatuh hati kepada seorang monster, harusnya Lo tahu monster itu buas. Lo harus siap terluka jika berada di dekatnya." ucapnya lagi. Tapi nada bicara kali ini tidak seramah tadi. Nada bicaranya berubah menjadi dingin, ekspresinya pun juga datar.
Sesaat kemudian Gibran tersenyum hingga terlihat deretan giginya. "Good luck boy! Siap-siap mati okay!" Setelah mengatakan itu Gibran menghampiri Zylva yang baru saja datang dan merangkulnya pergi dari sana.
"Nggak mungkin kan gue suka dia?" batin Raka sambil menatap punggung Zylva dan Gibran yang mulai menjauh darinya.
Tepat di jam yang telah di atur oleh Zylva dan Gibran. Varrel berhasil meretas hampir semua alat komunikasi elektronik seperti Handphon, Televisi, Radio, Papan Iklan, Laptop, Komputer dan yang lainnya di negara ini untuk menampilkan video Lucy yang sedang melakukan hal tidak senonoh.
Satu sekolahan langsung heboh dengan hal ini. Mereka kira hal ini selesai saat itu. Ternyata masih berlanjut. Lebih parahnya ini satu negara.
"GIBRAN!" bentak Lucy.
Gibran yang sedang melihat video yang tersebar luas itu langsung menoleh ke arah Lucy sambil tersenyum kepada gadis itu.
"Gimana? Keren gak?" tanya Gibran.
"Apa-apaan Lo hah?! Gue nyuruh Lo nyebar video Zylva bukan gue!" bentak gadis itu sambil menggebrak meja Gibran.
"Salah pencet jaringan gue." jawab Gibran dengan santai.
"Lagian mana mau dia sebar video gue. Editan lagi." ucap seseorang.
Lucy berbalik dan melihat siapa yang berbicara kepadanya. Terlihat Zylva yang bersandar di ambang pintu kelas sambil melipat tangannya di depan dada dengan senyum miring khas miliknya.
"Cie, senjata makan tuan ya?" tanya Zylva sambil tertawa kecil mengejek Lucy.
"Kenapa sih semua orang belain Lo?! Bahkan pacar gue sendiri sekarang belain Lo!" teriak Lucy kesal kepada Zylva.
"Siapa yang Lo sebut pacar?" tanya seseorang yang tiba-tiba keluar dari balik pintu kelas dan berdiri tepat di samping Zylva. Raka datang bersama Daffi dan Gilang.
"Ra-raka..."
"Gue bukan pacar Lo. Kita nggak pernah jadian." ucap Raka dengan tegas.
"Ta-tapi dulu... " Lucy masih berusaha mendapatkan simpati dari Raka.
"Gue pernah nembak Lo?" tanya Raka yang langsung berhasil membuat Lucy terdiam.
"Ini pasti gara-gara cewek itu kan?!" tanya Lucy sambil menunjuk Zylva.
Baru saja Zylva ingin mengucapkan kalimatnya Gibran lebih dulu memperingati Lucy. "Turunin jari Lo! Atau gue potong jari Lo sekarang juga!" ancam Gibran tidak main-main. Tangan kanannya sudah memegang sebilah pisau yang tentunya sangat tajam.
Lucy langsung menurunkan jarinya. Mata gadis itu sudah memerah menahan air matanya.
"Dengar baik-baik! Kalau Lo pikir gue suka sama Lo, Lo salah besar! Kakak gue berkali-kali lipat lebih berharga daripada lo. Dan apapun bakal gue lakuin buat ngelindungin dia!" ucap Gibran dengan nada dingin. Cowok itu seolah menjelma seperti Matthew saat ini. Dingin, tegas, raut wajah yang datar dan menyeramkan.
Air mata gadis itu tidak dapat di bendung lagi. Gadis itu menangis histeris. Semuanya campur aduk dipikirannya. Raka yang menjauh darinya. Orang-orang yang membencinya. Video perbuatannya yang tidak senonoh tersebar luas. Dan sama sekali tidak ada yang membelanya.
"LUCY!!" teriak seseorang yang tidak lain adalah Liya, bunda dari Lucy. Wanita tersebut datang bersama Dirga suaminya dan beberapa guru.
Gadis itu sama sekali tidak bergeming, Lucy tetap menangis sambil memeluk lututnya.
Liya langsung berlari menghampiri putrinya dan memeluknya. "Sayang, bunda disini sayang. Jangan nangis ya.." ucap Liya untuk menenangkan putrinya.
"Apa yang kalian lihat?! Bubar ini bukan tontonan!" perintah guru BK. Siswa-siswi yang berkumpul semua bubar, tetapi beberapa saat kemudian semua berkumpul lagi.
Zylva memalingkan wajahnya melihat hal itu. Hatinya tersayat saat melihat pemandangan didepannya. Seorang anak yang menangis dipeluk oleh ibunya. Itu yang dilakukan mamanya dulu sewaktu masih hidup jika dia menangis. "Mama.. Zylva kangen..." ucap Zylva di dalam hatinya.
Grep. Tiba-tiba seseorang memeluknya. Zylva terkejut, tetapi setelah mencium aroma orang yang memeluknya tersebut dia langsung membalas pelukannya nya dengan erat.
"Jangan iri, gue bisa jadi mama papa dan kakak sekaligus buat Lo." bisik seseorang yang tak lain tak bukan adalah Matthew.
Zylva mengangguk kecil. Kemudian melepaskan pelukannya.
"Bentar lagi gila kayaknya." celetuk Matthew tiba-tiba.
Liya dan Dirga langsung menoleh ke arah Matthew dengan tatapan tidak senang.
"Jaga bicaramu bocah yatim piatu!" bentak Dirga.
Matthew, Zylva, dan Gibran langsung mengepalkan tangannya.
"Bagaimana orang tua kalian mendidik kalian?! Sampai berani menyebar video palsu seperti ini!" ucap Dirga lagi.
Zylva dan Gibran sudah ingin maju. Tetapi ditahan Matthew. Matthew melangkah maju mendekati Dirga dengan tangan yang merogoh saku celananya. Sekarang jarak mereka sangatlah tipis.
"Ulangi sekali lagi!" perintah Matthew dengan nada berat.
Tetapi ketika Dirga hendak mengulangi kalimatnya. Matthew langsung menodongkan belati tepat ke mulut Dirga.
"Berani hina orang tua saya, belati ini saya pastikan merobek mulut anda!" ucap Matthew. Auranya benar-benar menyeramkan. Siswa-siswi disana bahkan sudah berteriak histeris ketakutan melihat hal itu. Empat guru yang ada disana sudah berusaha menyingkirkan tangan Matthew, tapi tenaga Matthew jauh lebih besar daripada tenaga gabungan empat guru tersebut.
Melihat hal itu Gibran langsung menyikut Zylva. "Mulutnya bisa robek beneran anjr."
Zylva mengerti maksud Gibran. Gadis itu langsung menghampiri Matthew dan memeluk kakaknya tersebut untuk menenangkannya. "Jangan ngamuk. Gue takut." ucap Zylva lirih.
Matthew seketika tenang. Cowok itu kembali memasukkan belatinya ke saku celananya. Tangannya tergerak melepaskan pelukannya Zylva lalu berbalik menghadap Zylva.
Zylva menggeleng, tanda dia tidak boleh melakukan hal itu.
Tanpa banyak berkata-kata, Matthew langsung menarik tangan Zylva dan mengajaknya pergi dari sana. Matthew bisa-bisa lepas kendali lagi jika terus disana.
Raka hanya menatap kepergian dua orang tersebut dengan tatapan yang tidak bisa dijelaskan.
"Bubar! Jangan ada yang melihat lagi!" perintah kepala sekolah dan langsung dipatuhi oleh siswa siswi yang ada disana.
Lucy di gendong Dirga di bawa ke UKS. Sekarang tersisa Gibran, Raka, Daffi, dan Gilang di ruangan tersebut.
Raka masih bengong melihat ke lorong yang tadi dilewati Zylva dan Matthew.
Gibran melihat hal itu langsung menghampiri Raka. "Gak usah jealous, dia kakaknya." ucap Gibran tepat di telinga Raka.
"Gue tahu." jawab Raka singkat.
"Oh? Ngaku nih kalau suka sama dia?" tanya Gibran.
"Nggak."
"Cih, kalau kata Jungkook sih geojismal-iya you such a liar." ucap Gibran kemudian pergi dari sana.
Raka dan Daffi seketika cengo mendengar apa yang baru saja diucapkan Gibran. Kemudian kompak melihat Gilang.
"Apa?" tanya Gilang.
"Ternyata ada yang satu spesies sama Lo." ucap Raka dan Daffi bersamaan.
"Bangkhe!!"
...***...
...Bersambung.......