LARA

Satu bulan telah berlalu.

Dara dan Alan pun semakin dekat, Alan sekarang dengan terang-terangan menunjukkan perasaan nya terhadap Dara.

Tetapi wanita itu merespon nya dengan biasa saja, sebab tujuan utama Dara hanya hidup tenang besama Farel.

Belum terfikir olehnya bahwa akan membuka hatinya untuk yang lain, kegagalan menjalin rumah tangga bersama Dika pun sudah cukup bagi Dara untuk di jadikan sebuah pelajaran.

Mungkin sebagian hati Dara telah mati terbawa oleh luka yang selama ini dia dapat, bahkan untuk percaya lagi cinta dia nggak tahu. Bahwa cinta itu ada atau tidak, seperti pepatah bilang cinta akan tumbuh seiring berjalan nya waktu dan sering bersama.

Nyatanya waktu lima tahun Dara bersama Dika tidak menemukan cinta dari nya yang ada hanyalah penderitaan.

Apalagi yang hanya dalam waktu singkat tidak mungkin juga cinta akan datang dengan begitu cepat, Dara mengartikan perhatian Alan hanyalah sebuah nafsu atau obsesi ingin mendapatkan sesuatu jika sudah di dapat makan akan di biarkan atau bahkan di buang.

Hati Dara sudah tertutup rapat untuk yang namanya cinta, dia sudah tidak percaya dengan hal seperti itu. dan cinta Dara pun hanya untuk Farel dan dia pun berfikir tidak mungkin seorang Alan yang kaya Raya bisa mencintai dirinya seorang janda anak satu itu sangat mustahil.

"Dar, mau sampai kapan kamu menutup diri? " tanya Winda terhadap Dara.

"Ya mana ku tahu! " jawab Dara dengan nada datar.

"Banyak wanita di luar sanah yang ingin dekat dengan pak Alan, tapi kenapa kamu sikap nya seperti ini? " tanya Winda.

"Sikap yang mana? bukan nya selama ini aku selalu menuruti keinginanya! "jawab Dara sambil menatap lekat wajah sahabatnya itu.

" Maksud aku, kenapa kamu tidak membalas perasaan dia, udah jelas kan! bahwa dia itu sangat mencintai kamu"kata Winda.

"Itu bukan cinta tetapi hanya sebuah keinginan untuk memiliki, nanti juga setelah mendapatkan nya pada akhirnya akan di buang" ucap Dara.

"Ko kamu bisa bicara seperti itu, kamu tahu dari mana? " tanya Winda.

"Itu pemikiran ku, jaman sekarang itu sudah tidak ada lagi yang namanya cinta dan aku tidak percaya itu" jelas Dara.

"Pemikiran kamu itu yang aneh, apa kamu masih memikirkan si bajingan itu? " tanya Winda.

"Aku tidak memikirkan apapun, cuma belum siap untuk membuka hati untuk siapa pun. Tidak mudah juga untuk melupakan masa lalu yang begitu pahit, sehingga ada rasa takut yang begitu besar untuk membuka hati " jawab Dara sambil menatap lurus ke depan.

"Terserah kamu lah, ku hanya mengingatkan dan ingin yang terbaik untuk masa depan kamu dan juga Farel walau bagai mana pun kamu itu butuh sosok seorang suami yang akan menjaga kamu dan Farel" ucap Winda menasehati Dara.

"Eh kamu nggak salah ngomong apa! kan kamu juga belum punya suami, seharusnya kamu yang harus mencari calon suami jangan mikirin karir terus! " kata Dara sambil menatap lekat sahabat nya itu.

"Eh aku pun punya impian ingin menikah,dan punya anak dan menjalani kehidupan rumah tangga seperti yang lain. Tapi, mau bagaimana lagi jangan kan untuk menikah pacar pun nggak punya" jawab Winda sambil mengerucut kan bibirnya.

"Eh deh maaf, bukan maksud menyinggung perasaan mu" ucap Dara sambil tersenyum dan menggenggam tangan sahabatnya itu.

Akhirnya kedua sahabat itu larut dalam perbincangan, yang lumayan lama.

"Sudah lah... kita pulang yuk terlalu lama juga di sini! " ajak Dara terhadap Winda, sebab mereka duduk di tepi pantai sambil menikmati udara sore sudah cukup lama.

"Ayo" jawab Winda sambil bangkit dari duduk nya.

Kedua sahabat itu pun akan segera pulang, setelah menikmati suasana sore di pantai dan menenangkan hati dan pikiran mereka.