Setelah melalui malam panas bersama dengan seorang pria dia acara perayaan ulang tahun kakaknya, Sherly akhirnya hamil. Sherly melahirkan anak kembar sejumlah 5 orang anak yang semuanya berjenis kelamin laki -laki yang sangat genius. Tapi dia tak pernah tahu kalau pria yang pernah tidur seranjang dengannya adalah pria pengidap mysophobia!
Alvarendra Rizki, presdir tampan yang hanya tak merasa alergi pada satu wanita, yakni Sherly.
Hai para kakak reader semuanya !
Novel ini masih on going, jangan lupa untuk tetap menyemangati author tercinta kalian ini ya, dengan memberikan like, komen, vote dan favorit.
Author masih pemula, tak kan berhasil tanpa adanya dukungan dari kalian semua. Terimakasih dan selamat membaca!😘😘😘
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indah yuni rahayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Luka Lama
"E-enam tahun lalu? Mengapa Presdir bertanya tentang itu? " batin Sherly panik, harus jawab apa dia.
"6 tahun lalu?" Sherly penuh penekanan, hal yang dia khawatirkan akhirnya terjadi juga.
"Iya, saat kita tanpa sadar melakukan itu!" Alva mulai tak sabar mendengar kelanjutan kalimat Sherly, yang mungkin bisa menuntunnya pada gambar 5 bocah kembar yang kini ada di ponselnya.
"I-itu, a-aku ..." Sherly tampak kikuk dan bimbang, apakah ia harus jujur sekarang?
"Apa aku jujur saja ya pada dia, agar pandawa bisa bertemu dengan ayahnya, tapi apa presdir Alva mau menerima mereka semua? Dari tampangnya saja dia tak menyakinkan kalau menyukai anak-anak. Tapi, kalau aku berbohong aku terkesan egois menyembunyikan ini semua. Aduh, bagaimana ini?" batin Sherly bimbang.
Belum sempat Sherly melanjutkan penjelasannya, dari arah belakangnya datang seorang wanita cantik berjalan menuju meja mereka.
"Alva," panggil wanita itu dan langsung menghambur pada Alva. Memeluk dan sontak mencium kedua pipinya. Alva sendiri dibuatnya kaget setengah mati.
"Kenzi Adefa!" seru Alva seraya menatap tajam ke arahnya, seketika itu juga bersinnya kambuh lagi. Kenzi segera menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Dia sudah hafal betul, hal yang akan terjadi. Terlebih lagi dia baru saja kontak langsung dengan Alva, hal ini membuat alergi Alva semakin ganas.
"Haciu ..., Haciu ... !" Alva meraih tisu lagi.
Selama berpacaran mereka berdua hanya melewatinya dengan pacaran jarak jauh saja. Tentu itu membuat Kenzi merasa tak nyaman, sehingga ia selama ini enggan untuk menerima telepon darinya.
Kenzi langsung duduk di antara Alva dan Sherly.
"Maafkan aku, hampir lima bulan ini aku sibuk dengan kegiatan periklanan yang sedang aku geluti. Bagaimana kabarmu Sayang?" tanya Kenzi pada Alva, lalu merasa ada yang mengganjal dia melirik wanita yang ada di sebelahnya.
Sherly menangkap pembicaraan mereka, dari gaya bahasanya dia tahu kalau wanita di depannya ini adalah kekasih Alva.
"Aku cukup baik, haciu ...!" sahut Alva, sekilas dia melihat lirikan Kenzi yang diarahkan ke Sherly, Alva pun turut menyoroti Sherly.
"Siapa dia, sepertinya aku tahu wajahmu di acara televisi? Sebentar, aku ingat -ingat dulu." Kenzi memejamkan matanya.
"Dia ...," Alva mencoba memberi tahu tapi kalimatnya terpotong oleh Kenzi.
"Aku ingat, kamu cewek yang menang dalam perlombaan renang awal bulan ini kan? Kalau tidak salah kamu pemenang yang berhasil membawa pulang sekarung batang emas kan?" Kenzi sedikit iri dengan keberhasilan yang Sherly sandang.
"Iya, perkenalkan namaku Sherly," sahut Sherly dengan ramah sambil mengulurkan tangannya.
"Alva, aku baru saja datang dari Bali. Dan kebetulan sekali kita bertemu di sini, aku sangat rindu padamu." Kenzi mengabaikan uluran tangan dari Sherly dan berbalik menatap Alva.
Sherly segera menarik tangannya. Alva tahu itu. Dia juga bimbang sekarang, Kenzi kekasihnya secara tiba-tiba datang di saat rasa sukanya menghilang dan berubah haluan, rasa hatinya telah muncul pada sosok wanita yang kini tak membuatnya alergi sama sekali.
"Kenzi, aku perkenalkan padamu, ini adalah sekertaris aku yang baru. Haciu ... !" Alva menyarankan dengan mengarahkan tangannya sebagai bahasa isyarat agar Kenzi menghadap Sherly. Alva tak ingin membuat Sherly tersinggung dengan sikapnya tadi.
Kenzi yang merasa jauh lebih bagus penampilannya ketimbang Sherly merasa enggan untuk berkenalan. Karena menjaga reputasinya di depan sang kekasih, Kenzi dengan terpaksa menerima saran Alva.
Kenzi kini tepat berhadapan dengan Sherly, dia mengulurkan tangan lebih dulu.
"Kenzi," ucapnya datar seraya bola matanya berputar malas menatap Sherly yang terlihat kampungan gayanya.
Sherly pun meraih tangan itu.
"Sherly," ucapnya ramah.
Selesai berkenalan, Kenzi kembali pada topik pembicaraannya.
"Alva kapan kita segera menikah?" tanya Kenzi penuh penekanan seraya melirik Sherly, dia ternyata mencium bau perselingkuhan.
"Me-menikah? Kalian berdua akan menikah?" sontak kalimat itu keluar dari bibir Sherly, terdengar bergetar suaranya. Mungkinkah dia cemburu?
Alva sendiri juga kaget, pasalnya dia sudah rela melepaskan Kenzi ketika dia sulit dihubungi waktu itu. Dan saat bertemu dengan Sherly, pintu hatinya terbuka lebar, lebar sekali. Terlebih lagi, kehadiran 5 bocil kembar membuat dia benar -benar yakin kalau mereka adalah anaknya. Tinggal mencari kebenaran dari wanita yang pernah tidur dengannya.
Alva sendiri bingung untuk menyahut pertanyaan Kenzi.
"Aku belum berfikir ke arah sana." sahutnya datar, memang inilah faktanya. Dia benar -benar sudah tak ada rasa lagi pada Kenzi.
Pada awal kembalinya Sherly ke tanah air untuk mencari sang ayah biologis pandawa, dia telah berniat ingin balas dendam tapi ketika bertemu secara langsung dendam kesumatnya mendadak hilang. Dan kala mendengar sang ayah biologis akan menikah, dendamnya membara lagi.
"Kenapa Sayang, bukankah papa kamu sudah merestui hubungan kita?" logat Kenzi benar -benar manja dan terdengar sangat menyakitkan di telinga Sherly.
"Kenzi, bisa kita bicara sebentar di sana!" ajak Alva, dia sendiri merasa tak enak dengan Sherly. Padahal dia hampir berhasil mendapatkan informasi tentang anak kembar 5 itu.
"Sherly, kamu tunggu sebentar di sini!" perintah Alva yang hanya disahut dengan anggukan kepala dari Sherly. Lidahnya terasa kelu, tatkala ingin berucap.
Kenzi dengan senang hati menerima ajakan Alva.
Tapi, tidak dengan Sherly. Matanya terasa panas dan ingin sekali berteriak. Susah payah dia sebisa mungkin meluangkan waktu untuk menerima ajakan makan malam, malah dikucilkan seperti ini. Sherly benar -benar kecewa dengan sikap Alva, terlebih juga dengan kehadiran Kenzi.
"Awas kamu presdir, berani sekali kamu mengucilkan ku sendiri di sini. Kamu malah sibuk berdua di sana. Hah, aku tak akan tinggal diam. Kamu tunggu pembalasan sakit hatiku. Ditambah juga rasa sakitku yang sudah terkubur selama 6 tahun lalu." Sherly mengepalkan tinju. Dia beranjak dari kursi, meraih tas kecilnya dengan kasar dan pergi.
"Kenzi, aku mau bicara serius denganmu!" ucap Alva tegas.
"Apa Sayang, katakan saja?" sahut Kenzi dengan senyumnya yang menggoda.
"Haciu ..., aku sudah tak memiliki rasa lagi terhadap kamu. Haciu ....!" Alva tak sanggup lagi berlama- lama dengannya, alerginya semakin parah. Dia bahkan mengakui sendiri, kalau dia merasa lebih nyaman jika bersama dengan Sherly.
Memang selama pacaran dulu, Alva sangat tergoda dengan kecantikan Kenzi, itu hal lumrah karena dia seorang model iklan majalah dewasa. Penampilannya sangat menggoda, tapi jarang dan bahkan selama pacaran Alva tidak pernah melakukan kontak fisik, seperti mencium atau merangkul. Dan karena mysophobia yang mengharuskan dia harus berpacaran jarak jauh.
"Apa yang barusan kamu katakan! Tidak Alva, tidak, aku tak mau berpisah denganmu."Kenzi merengek.
"Apa ini gara -gara gadis perenang itu? Aku jauh lebih baik dari pada dia!"
"Sudah Kenzi, cukup! Haciu ...." bentak Alva.
"Bahkan sekarang kamu sudah berani membentak ku, ke mana perginya kata sayang yang selalu kamu katakan padaku. Kamu sudah berubah Alva, aku sangat mencintaimu, aku tidak mau berpisah darimu!"
"Kita akhiri saja hubungan ini sampai di sini!" tegas Alva.
"Kamu jahat Alva, aku tidak terima kamu memperlakukan aku seperti ini!"
"Terserah!"
"Aku akan mengadukan kamu pada Om Andreas. Secara, beliau pasti lebih memilih aku ketimbang gadis perenang itu."
"Silahkan, aku tidak peduli lagi. Kamu tahu, selama lima bulan haciu ... aku selalu mencoba menghubungi nomor kamu, tapi tak satu pun haciu ... kamu mengangkatnya. Bahkan saat terakhir aku menghubungi mu, haciu ... nomor kamu sudah ganti."
"I-itu karena ponsel aku rusak, dan nomor kontak yang aku punya semuanya hilang." terang Kenzi, dia gelagapan harus menjawab apa.
"Sudahlah, Kenzi Adefa, aku putuskan sekarang kalau kita tak punya hubungan apa-apa lagi! Haciu ..." Alva meninggalkan Kenzi begitu saja, dia bergegas kembali ke mejanya takut Sherly menunggunya terlalu lama.
"Awas kamu, gadis perenang, nasibmu akan lebih buruk dari penampilanmu! Kamu sudah menggagalkan semua rencana ku, mendekati Alva sangatlah sulit, kamu lama -lama akan bernasib sama denganku. Kita lihat saja nanti!" Kenzi mengomel sendiri. Dia segera pergi menuju mejanya untuk menemui rekan kerjanya.
Alva kembali menuju mejanya.
"Sherly, ke mana perginya dia, atau mungkin ke toilet? Baiklah, aku akan menunggunya." Alva segera duduk, sebelumnya dia sudah menyemprotkan handsanitize pada kursi yang akan ia duduki.
Dalam acara apa pun Alva selalu membawa pengawalnya ke mana pun dia pergi. Tapi untuk hal yang satu ini, sengaja dia pergi sendiri. Agar terasa lebih romantis.
Hampir setengah jam Alva menunggunya, tapi yang ditunggu-tunggu tak juga kembali.
"Lama sekali, ah lebih baik aku cek sendiri dia di toilet." Alva beranjak dan pergi.
Dia mencari Sherly ke toilet wanita. Sempat juga dia mendapatkan timpuk dari beberapa penghuni di sana. Alva segera ke luar dengan terbirit -birit.
"Siapa cowok tadi?" tanya pengguna toilet.
"Is, masa kamu nggak kenal, dia presdir Alva yang lagi naik daun." sahut yang lain.
"Ngapain dia ngintip kita, kalau nggak segera ku timpuk pakai sepatuku, mungkin dia berhasil masuk."
Alva kini sudah berada di bagian resepsionis.
"Atau jangan - jangan dia sudah pulang?" Alva segera menoleh ke bagian resepsionis.
"Haciu ... ! Apakah kamu melihat seorang wanita memakai setelan kemeja abu-abu? Haciu ..." tanya Alva.
"Kemeja abu-abu?" pegawai resepsionis mencoba mengingatnya.
"Apakah nona itu yang meminta salah satu karyawan kami untuk membungkus makanan yang ada di meja no 25?" resepsionis menegaskan.
"Benar, apakah dia sudah pulang?"
"Iya Tuan, sekitar 30 menit yang lalu. Dan dia menjatuhkan ini," resepsionis itu menyerahkan anting -anting yang tinggal sebelah saja.
Alva menerimanya dan segera memasukkan anting itu di saku jasnya tanpa melihat benda kecil itu.
"Bahkan aku belum sempat mengembalikan jaketnya." Alva segera meninggalkan restoran itu dengan masih memakai jaket milik Sherly.
Saat Alva berniat menghubungi Thomas untuk meminta alamat rumah Sherly, dia dikejutkan dengan panggilan masuk dari papanya yang meminta dia harus segera pulang sekarang.
"Ini pasti ulah Kenzi! Dia tidak main -main ternyata." Alva segera menuju parkiran dan mengendarai mobilnya. Dia bergegas pulang, karena dari nada bicara, papanya sangat marah.
Alva sudah sampai di rumahnya.
"Alva, apa kamu sadar dengan ucapan yang baru saja kamu katakan pada Kenzi?" tegur papanya saat mereka berdua duduk berhadapan di ruang keluarga.
Alva menundukkan kepala.
"Aku masih dalam keadaan sadar saat mengatakan putus dengannya." sahut Alva datar.
"Bukankah kamu sangat mencintai Kenzi?"
"Itu dulu Pa,"
"Setelah kamu bertemu dengan wanita kampung itu!" Andreas meninggikan suaranya, membuat Alva mendongakkan kepala menatap papanya.
"Dia bukan wanita kampung, Pa. Dia punya nama, Sherly." ujar Alva mendukung hatinya untuk memantapkan pilihannya.
"Kamu mau menjatuhkan reputasi keluarga kita? Ingat Alva, kamu hanya boleh menikah dengan Kenzi Adefa!"
"Papa tidak bisa memaksakan kehendak Papa sendiri, setidaknya hargailah keputusan Alva juga, Pa."
"Kamu malah membangkang, dasar adik dan kakak sama saja!"
"A-aku sudah berbuat salah pada Sherly Pa," Alva mencoba menerangkan kejadian 6 tahun lalu.
"Apa?" setelah Alva menceritakan semuanya Andreas kaget bukan main.
"Kamu sudah punya anak?" Andreas memegangi dadanya yang terasa sesak.
"Tenang Pa, Papa sebaiknya istirahat dulu, ayo aku antar Papa ke kamar!" Alva menuntutnya.
"Apakah Kenzi tahu soal ini?" tanya Andreas sambil berbaring di ranjang.
"Belum Pa, dan aku masih berusaha untuk mencari kebenaran soal anak kembar 5 itu." Alva menenangkan hati Andreas yang masih shock mendengar kabar itu.
Alva juga menunjukkan foto 5 pandawa, tak terasa air matanya luruh.
"Pa," Alva mengusap lembut bahunya.
"Mereka sangat mirip denganmu di waktu kecil, Marta pasti sangat senang karena memiliki 5 cucu kembar sekaligus. Tapi sayangnya, dia tak bisa merasakan kebahagiaan bersama kita." Andreas mengusap bulir air mata di pipinya yang mulai kendur itu.
"Sabar Pa, sudah berapa kali Alva katakan, ikhlaskan mama pergi Pa, mama tak akan bisa beristirahat dengan tenang jika melihat Papa sedih terus." tutur Alva.
"Papa sudah mencobanya Alva, tapi papa belum bisa. Mungkin dengan kehadiran cucu kembar lima, papa bisa mengobati kesedihan ini."
"Akan aku usahakan secepatnya, tapi bersediakah Papa menerima ibunya juga?" tanya Alva was-was, rencananya jika dia berhasil membawa pulang pandawa dia juga akan bertanggung jawab dengan status Sherly.
"Siapa tadi, papa lupa namanya?"
"Sherly Pa,"
"Dia sungguh wanita yang hebat, dia telah memberikan aku cucu kembar 5, pertemukan aku dengannya!"
"Untuk saat ini belum bisa Pa,"
"Kenapa?"
"Ya tadi, Alva sudah menjelaskan pada Papa kalau dia belum memberikan keterangannya mengenai cucu Papa."
"Tapi, apa kamu yakin kalau Sherly itu ibu mereka?"
"Ya, aku melakukan itu hanya pada dia seorang."
"Sungguh hebat putraku ini, sekali tanam langsung tumbuh lima!" Andreas tertawa lebar.
"Ah, Papa bisa saja, itu juga tanpa sengaja Pa." Alva pun merasa malu.
"Tanpa disengaja saja bisa tumbuh lima, apalagi nanti kalau sengaja ... wah, bakal punya cucu banyak aku! Wkwkwk ..." Andreas terbahak -bahak.
"Nyesel aku jujur sama papa," batin Alva.
Tak lama kemudian Alva ke luar dari kamar papanya, pria paruh baya itu terlihat tidur dengan seulas senyum.
Alva berjanji akan membawa pulang pandawa sebagai obat kesedihan untuk papanya. Jika pun nanti ibunya tak mengizinkan, terpaksa Alva akan merebutnya secara paksa.