Season 1
Nora nggak mau menikah dengan Alan, Ma. Sudah berapa kali Nora bilang, Nora nggak mencintai Alan."
Nora Lee dipaksa menikah dengan Alan, demi kelangsungan perusahaan papanya. Namun, ia memilih kabur, satu-satunya jalan yang bisa menghentikannya dari perjodohan itu.
Devano Aldeva, bocah kelas tiga SMA, anak konglomerat tempat dimana Nora menemukan perlindungan. Akankah kebucinan Devano mampu meluluhkan hati Nora?
"Tant, jangan dingin-dingin nanti aku masuk angin." Devano Aldeva.
"Dev, sekolah yang bener, gombal melulu." Nora Lee.
"Kalo aku udah lulus sekolah, Tante mau nikah sama aku?"
Season 2
Bagaimana jika Darren Aldeva, pria tanpa mengenal cinta mengikuti jejak sang ayah? Mencintai perempuan yang jauh lebih tua?
Terlebih wanita itu adalah janda yang ditinggal mati suaminya, apakah Darren akan jatuh cinta dengan sosok Olivia Resha? atau justru takdir mempertemukannya dengan cinta yang lain.
Happy reading🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mimah e Gibran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kasak Kusuk
Nora mempelajari beberapa dokumen diatas meja kerjanya pemberian dari Kenzo, baru pertama masuk, Pak Bayu sudah mempercayakan satu proyek apartemen padanya. Dan proyek itu akan berjalan dua minggu lagi.
Saat jam makan siang, Nora keluar bermaksud mencari Kenzo untuk mengajaknya makan siang, namun terhenti saat pak Bayu memanggil namanya.
"Nora, nanti begitu masuk saya akan memperkenalkan kamu dengan karyawan-karyawan sebagai wakil CEO disini, kamu siap kan?" tanya laki-laki paruh baya bertubuh tegap itu, "Siap, pak." ucap Nora mengangguk dengan senyum.
"Pak mau makan siang dimana?" tanya Nora berusaha untuk bersikap tidak canggung, "Tuh, ibu negara sudah kesini." selorohnya sembari menunjuk Nara yang berjalan mendekat dengan membawa bekal makan siang, untuk Bayu.
"Tante," sapa Nora menghampiri lalu mencium punggung tangan Nara, benar-benar memperlihatkan sosok menantu idaman.
Nora celingukan, barangkali ada bocah tengil dibelakang, Nara yang menyadari Nora seperti sedang mencari seseorang pun membuka suara. "Cari Devano ya, masih sekolah sayang." ucap Nara terkekeh dengan sikap Nora.
Nora pun meringis, malu-malu.
"Nora lupa, tante kalo ini masih jam dua belas, kalau begitu Nora keluar bentar ya tant, Pak Bayu. Selamat makan siang." pamit Nora akhirnya lalu buru-buru masuk ke dalam lift dan menekan lantai bawah.
Saat keluar banyak pasang mata menatapnya.
Terlebih beberapa karyawan wanita terlihat masih berdiri di sepanjang jalan menuju lobi.
"Denger-denger, dia wakil CEO." ucap salah seorang perempuan dengan mata memindai penampilan Nora, mengajak beberapa disekitarnya berkasak-kusuk.
"Seksi gitu, pantes begitu masuk langsung jadi wakil, pasti ada apa-apa sama pak Bos." ucap perempuan yang berdiri di sebelahnya.
"Jangan-jangan, simpanan dia. Soalnya begitu bu Nara naik, itu perempuan turun, sendiri lagi."
"Udah cantik, tinggi bak model, wakil CEO lagi, siapa coba yang gak tertarik." seloroh laki-laki yang tiba-tiba mendekat ke arah dua perempuan itu.
Nora yang mendengarnya meski pelan pun menghela napas sejenak, lalu melanjutkan langkahnya.
"Ehmm, berani kalian bicara macam-macam, tau akibatnya, mau dipecat dari sini." peringat Kenzo hingga berhasil membuat tiga orang itu mendelik takut.
Kenzo segera menyusul Nora keluar, takut jika perempuan itu merasa sakit hati karena kasak-kusuk karyawan yang membicarakannya tadi.
"Jangan dipikirin, aku udah peringatin mereka." ucap Kenzo lalu menyamai langkah Nora, "Makasih, Ken!" singkat Nora yang terus berjalan.
"Makan dimana, bareng sama aku." tawar Kenzo, barulah Nora menghentikan langkahnya.
"Tapi aku yang tlaktir." usul Nora kemudian diangguki kepala oleh Kenzo.
Mereka pun makan siang bersama, lalu seperti yang diucapkan Bayu, lepas istirahat makan siang, ia benar-benar memperkenalkan Nora sebagai wakil CEO Aldeva group, meski tak lagi ada yang berani membicarakannya lagi, mengingat peringatan Kenzo siang tadi, akan tetapi pandangan sinis mereka masih terus menjadi beban bagi Nora.
**
"Dev, ajakin kita jalan-jalan lah, lu kan banyak duit!" ucap Abiyan saat mereka sudah berada di parkiran sekolah karena jam pelajaran usai, namun bukan pulang, squad jomlo itu masih asyik nongkrong di parkiran.
"Kok gue, gue mana ada duit, itu punya bokap semua." Devano meringis lalu menatap dua sahabatnya bergantian.
"Yaudah sih, tlaktir kita ngopi aja bagaimana, sue gue gabut banget sum!" Lagi-lagi suara Abiyan, mengeluhkan Nasib.
Sedang Alfin, ia memilih memainkan game di ponselnya sembari duduk di atas motor dengan kaki diangkat satu.
"Haii, semua." sapa seseorang dengan senyum semangat, siapa lagi kalo bukan Karin.
"Elo lagi, gada kerjaan ya! sama dong," respon Abiyan, Devano hanya memutar bola matanya malas melihat kedatangan Karin.
Selain Karin, kini Clara menghampiri Abiyan, "Hai, bee." Sapanya dengan seulas senyum, "Jalan-jalan yuk, bareng-bareng!" Usul Clara, namun dengan pandangan tetap ke arah Abiyan.
"Bboleh, kemana?"
"Mall yuk," ajak Clara, dan Abiyan pun mengangguk setuju. "Oke naik neng Geulis." titah Abiyan, dan dengan senang hati Clara naik ke atas jok belakang motor Abiyan.
"Gue ikut," Seloroh Devano tiba-tiba, oke mungkin saat ini Devano ingin menikmati waktu bersama para sahabatnya.
"Gue sama lo ya Dev," pinta Karin memohon.
Devano menghela napas kasar, "Lo kalo mo ikut sama Alfin, kalo nggak mau gausah ikut, ribet!" kali ini dengan nada tak begitu tinggi. Dan mau tak mau Karin mengiyakan, dari pada ia tak bisa mendekati Devano, bukankah Karin menggunakan cara pelan-pelan mengambil hatinya Devano?
"Kok gue?" tanya Alfin sembari menunjuk dirinya sendiri, dan saat menyadari ada Clara akhirnya ia setuju membawa Karin. Alfin memang begitu, tak bisa jika bersikap kasar terhadap perempuan sekalipun semenyebalkan Karin.
"Ceh, ya elo! siapa lagi? gue?" tanya Devano menaik turunkan alisnya, dan melihat sikap Devano Alfin pun langsung meminta Karin naik ke atas motornya. Jam masih menunjukkan pukul tiga, itu artinya sudah satu jam mereka nongkrong di parkiran.
Dan kini mereka berangkat menuju Mall, Alfin bersama Karin dan Abiyan dengan Clara, sedang Devano, ia lebih memilih sendiri.
Tujuan utama mereka begitu sampai adalah foodcourt, mengingat mereka belum sempat makan siang. Dan mereka memilih makan lebih dulu, kali ini mereka duduk menjadi satu. Kebetulan ada kursi dengan tempat duduk cukup panjang hingga muat untuk mereka berlima, sayangnya Devano memilih duduk bersama Clara dan Abiyan, dibanding dengan Karin dan Alfin.
Karin pun merasa bingung dengan situasi seperti ini, bagaimana mungkin ia bisa menakhlukkan es gunung seperti Devano, yang jangankan mau menerima cintanya, dekat dengannya saja Devano tak mau.
Masih untung, Devano tak keberatan ia ikut jalan-jalan, biasanya cowok itu menolak kerasa apapun yang berhubungan dengannya.
Sambil makan dan mengobrol, Karin seperti lupa akan tujuannya, buktinya ia jutru tertawa dengan obrolan ringan bersama Alfin.
"Eh sumpah ya, ternyata lo tu asyik juga, gak kayak gunung es depan gue." bisik Karin, dan Alfin menanggapinya dengan terkekeh.
"Ssttt, bukan gunung es, tapi kutub utara, uwww dingin." Dengan gerakan ala orang kedinginan, Alfin mempraktekkan.
Devano seketika melotot ke arah Alfin, merasa dirinya sedang dibicarakan, " Terserah apa kata lo, ya gue bodo amat kan ya?"
"Gue ke toilet dulu." pamit Karin, lalu bangkit dan berjalan menuju toilet.
Saat tubuh mungil Karin menghilang, Kini Abiyan yang menatap Alfin, "Ck, gue doain kalian jodoh." ucapnya tanpa basa-basi dan langsung di lempari tisu oleh Alfin.
**
Selepas dari toilet, Karin hendak kembali. Namun, tangan kekar Alan berhasil mencekal pergelangan tangannya.
Menariknya ke lorong yang lebih sepi, "Gue minta lo buat deketin Devano, bukan malah bucin sama temennya." Tangan Alan sudah berpindah dengan menekan dagu Karin dengan kasar, "Sakit kak, ampun." pekik Karin, meringis saat tangan Alan menekan dagunya keras lalu melepaskannya kasar.
"Aku lagi usaha kak, aku juga perginya sama Devano." alibi Karin, namun Alan mengusap wajahnya kasar, lalu menatap Karin tajam.
Karin hanya bisa menunduk, meremas rok seragamnya kuat-kuat, " M-maaf." lirihnya, air matanya mulai menganak sungai, tinggal menunggu luruh. Berurusan dengan Alan membuatnya kesulitan bernapas, namun nasi sudah menjadi bubur.
"Okee, balik sekarang sama gue!" titahnya telak, dan tanpa membiarkan Karin kembali ke tempat Devano, Alan menarik tangannya kasar, membawa Karin keluar area mall.