Lana adalah perawat yang selalu berpindah kota. Kota baru yang dia tinggali (Koja) ternyata membawanya ke dalam kisah cinta yang sulit untuk tergapai.
Syafira, sahabat Lana sejak SMP yang dulu menemaninya melalui masa remaja Lana yang sulit dan menyedihkan, menolongnya lagi untuk mendapat pekerjaan di Koja. Dia mengagumi seorang dokter bernama Nathan.
Setelah Lana masuk ke rumah sakit yang sama, Lana pun jatuh cinta kepada orang yang dikagumi sahabatnya sendiri yaitu Nathan.
Di tengah kisah cintanya, Lana, Nathan, Dion (sahabat Nathan) dan Asa (istri Dion) juga rajin berdonasi untuk menolong para ibu muda yang mengalami kehamilan tidak terencana.
Kemudian, mereka mendirikan dan mengurus bersama sebuah rumah singgah untuk menyelamatkan jiwa-jiwa suci yaitu anak dari kehamilan tidak terencana.
disclaimer:
Nama tokoh, kota, aplikasi dalam novel ini hanyalah fiktif. Jika ada kesamaan, itu hanya kebetulan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tita dewahasta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Marah-marah
Nathan masuk ke ruangan Dion.
"Bro." Nathan bicara sepelan mungkin. “Gue bawain roti sama minuman. Makan ya, nanti mati lho.”
Dion menatap sahabatnya yang berusaha menghibur dengan candaan garing itu. Hanua tersungging senyuman kecil dari bibirnya. “Nggak apa-apa, asal jangan lupa doain gue.”
“Hush, gue cuma bercanda mas Bro, jangan diambil hati dong.”
Nathan duduk di hadapan Dion. Mereka terdiam sejenak. Dion sudah mulai tidak tahan memendam sendiri masalahnya, ditambah rasa penasaran sahabatnya yang tidak ingin dia biarkan berlama-lama, akhirnya dia membuka mulutnya.
"Asa minta cerai." Dion menghela napas dalam-dalam.
"Kok tiba-tiba banget, sebabnya apa?"
“Dia nggak tahan disalah-salahin terus kami belum punya anak. Lu inget kapan itu nikahannya Heri bagian IT kan?”
“Oh, yang gue nggak datang itu?”
“Istrinya udah hamil, Asa lihat postingannya di status chat. Bangsatt emang, udah gue block sekalian kontaknya.”
Nathan tersenyum kecut. Dia tahu tidak ada yang bisa dia katakan untuk menghibur Dion. Bukanlah salah membagi kebahagiaan mereka kepada dunia maya. Hanya saja, sebagian orang akan merasa cemburu.
“Dia seharusnya nggak usah ngumbar di dunia maya kayak gitu." Dion berkata lirih.
Nathan mengangguk seolah mempersilahkan sahabatnya untuk mengumpat sepuasnya.
"Sorry Bro, gue cuma butuh ngumpat aja biar lega. Gue tahu, nggak ada yang salah dengan orang yang mengumumkan berita bahagia.” Dion mulai tenang dan sudah lega telah sedikit meluapkan hal yang mengganjal di hatinya. “Gue juga nggak bakalan blokir kontak Heri selamanya.”
Nathan menepuk pundak sahabatnya itu. “Orang harus lebih hati-hati memposting sesuatu. Jika bahagia, nggak perlu berlebihan membagikan kebahagiaan. Sabar dan menahan diri untuk nggak usah pamer kebahagian berlebihan. Orang juga harus lebih sabar melihat postingan. Jangan cepat merasa sedih atau kecewa melihat orang lain bahagia.”
“Iya.” Dion menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Napasnya semakin cepat dan jatuhlah air mata dari seorang laki-laki dewasa.
Menangis sering dianggap tabu untuk laki-laki. Padahal setiap manusia dikaruniai kelenjar air mata baik laki-laki mau pun perempuan. Tidak hanya itu, kaum laki-laki juga mempunyai perasaan sensitif yang kadang membuat mata harus mengeluarkan air bening itu.
Hanya saja, perempuan lebih sering melakukannya karena perasaan yang lebih sensitif dan suasana hati mudah berubah-ubah.
Lana masuk ke ruangan dokter Dion karena sudah waktunya memeriksa pasien. Dia pun kaget melihat Nathan dan Dion yang sedang berbicara berdua dengan wajah suram ditambah dengan Dion yang sedang menangis.
Buru-buru Dion membenahi dirinya.
“Oh, maaf, Dok." Lana tidak enak hati menginterupsi.
“Nggak apa-apa, nggak apa-apa, udah jamnya periksa lagi,” kata Dion, berusaha kuat.
Nathan segera kembali ke ruangannya.
~
Pasien berikutnya untuk Nathan bernama Yongki, dia terlihat masih muda. Dia berjalan pincang dan jempol kaki kanannya dibalut dengan perban.
Saat memberikan berkas pasien, Lana dan Nathan masih tidak saling bicara.
Perban di kaki Yongki pun dibuka oleh Lana. Jempol kakinya sudah mengeluarkan nanah.
Nathan menyenggol ujung jempol kaki itu dan Yongki langsung kesakitan. Yongki juga menceritakan bahwa selama sakit ini, dia tidak bisa memakai sepatu.
Pada awalnya, sakitnya tidak separah sekarang. Dulu dia masih bisa melakukan kegiatan sehari-hari. Namun karena tidak mendapat penanganan dini, semakin hari semakin parah dan mengeluarkan nanah.
“Ini ingrown nail atau cantang dan sudah parah. Pengobatannya ekstraksi kuku atau cabut kuku. Termasuk bedah kecil. Saya butuh persetujuan nanti.”
“Waduh, cabut kuku? Terus nanti tumbuhnya lama nggak ya Dok?”
“Sekitar 18 bulan.”
“Baik, Dok. Nggak apa-apa deh, daripada sakit terus. Udah ganggu konsentrasi kalau kuliah juga.”
Lana membuatkan surat persetujuan untuk ditandatangani Yongki.
“Hmm, dokter yang mau operasi?” kata Lana berbisik saat Yongki meminta ijin ke kamar mandi terlebih dahulu.
“Iya, kan udah dibilang, aku punya basic surgical skill. Kok kayaknya kamu nggak yakin sama aku? Sekarang kamu cek gula darah pasien itu.”
Bukan nggak yakin, cuma kamu terlalu imut kalau harus megang-megang darah. (Lana).
Lana menyiapkan alat yang diperlukan untuk ekstraksi kuku.
~
Pasien Yongki telah selesai dengan tindakan ekstraksi kuku. Lana membawa berkas pasien berikutnya.
“Kamu nggak biasa ya lihat aku menangani luka sampai keheranan gitu? Menurut kamu, pasien buat aku itu yang sakit batuk pilek doang?” tiba-tiba Nathan menyerang Lana.
“Duh, dokter jangan salah sangka."
“Mendingan kamu dipindah ke bagian yang lain biar melek dikit.”
“Kok gitu sih, Dok?” Lana mulai terpancing emosinya.
“Kamu yang gitu. Emang kamu kayak gini juga sama dokter yang lain? Kamu raguin kemampuan dokter lain juga? Kamu cuma raguin kemampuan aku aja kan?”
“Dokter juga, sampai kayak gitu reaksinya cuma sama aku aja kan? Coba kalau suster lain yang keheranan untuk pertama kali lihat dokter melakukan bedah minor, emang bakal semarah ini? Sama suster Siwi, dokter biasa aja. Kenapa sama aku sampai marah-marah?!"
Nathan salah bicara. Dia tidak mengira Lana akan semarah ini.
Kenapa sih aku ini? Rencananya mau deketin dia kok malah jadi nggak karuan. Seharusnya aku lebih ramah. (Nathan).
Dia masih terbawa cemburu yang belum reda. Benar kata Dion bahwa dia adalah orang yang sulit menyembunyikan suasana hati.
“Ehm..."
“Tenang aja, Dok, sebentar lagi saya nggak cuma pindah bagian, pindah rumah sakit sekalian,” kata Lana sembari membuka pintu dan memanggil pasien berikutnya tanpa menanyakan kesiapan Nathan.
“Lhoh, eh.”
~
Apa Syafira bohong soal Nathan suka sama aku? Apa jangan-jangan dia mau balas dendam dengan membuat aku GR sama Nathan? Memang kadang Nathan perhatian, tapi dia juga sering marah-marah sama aku. Kalau diinget-inget, sedari aku masuk rumah sakit ini, Nathan cuma ramah dan santun di awal kami kenalan aja. Setelah itu sering marah-marah. Sama Siwi biasa aja, sama aku kayaknya kadar emosinya langsung naik gila-gilaan. (Lana).
Lana pulang kerja sembari berjalan cepat. Emosi membuatnya ingin cepat-cepat sampai kos dan mengajak Inda pergi entah ke mana untuk menghibur diri.
Mobil Nathan melintas di hadapan Lana kemudian berhenti dan membuka pintu mobilnya.
“Masuk, Na.”
“Nggak mau!" Lana terus berjalan meninggalkan mobil Nathan.
Nathan menutup pintu dan mengikuti Lana pelan-pelan dengan mobilnya.
“Marah ya Mbak?”
Lana pura-pura tidak mendengar namun dalam hatinya dia sedikit merasa menang.
Nathan menghentikan mobilnya dan keluar. Dia berdiri di hadapan Lana dan mencegatnya. “Masuk mobil.”
“Mau ke mana emangnya?”
“Kamu pengen ke mana?”
“Kok malah balik nanya? Nggak mau. Mau pulang aja.”
Nathan membiarkan Lana berjalan melaluinya.
“Kamu takut Soni marah kalau pergi sama aku?”
Lana berhenti. “Enggak tuh.”
“Terus?”
“Ehm.” Lana tidak mempunyai jawaban yang tepat.
Kemudian dia masuk ke dalam mobil Nathan. Dokter itu menyusul ke dalam mobil dan menjalankannya.
“Tadi belum dijawab. Kamu nggak takut Soni marah? Kalian nggak ada hubungan spesial?”
“Enggak.”
“Terus, kenapa tiba-tiba masuk ke mobilku? Kamu khawatir aku mengira kamu pacaran sama Soni?”
Lhah, iya. Kenapa juga aku masuk ke mobil Nathan. Kakiku, kenapa jalan masuk ke mobil gini. Bingung kan mau jawab apa. (Lana).
to be continued...
Jogja, February 15th 2021
terimakasih untuk tulisan indah mu thor 💜💜