NovelToon NovelToon
Cinta Yang Tak Seharusnya Ada

Cinta Yang Tak Seharusnya Ada

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Kembar / Pengganti / Balas Dendam / Cinta setelah menikah
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: SunFlower

Setelah kematian istrinya, Nayla. Raka baru mengetahui kenyataan pahit. Wanita yang ia cintai ternyata bukan hidup sebatang kara tetapi ia dibuang oleh keluarganya karena dianggap lemah dan berpenyakitan. Sementara saudari kembarnya Naira, hidup bahagia dan penuh kasih yang tak pernah Nayla rasakan.
Ketika Naira mengalami kecelakaan dan kehilangan ingatannya, Raka melihat ini sebagai kesempatan untuk membalaskan dendam. ia ingin membalas derita sang istri dengan menjadikannya sebagai pengganti Nayla.
Namun perlahan, dendam itu berubah menjadi cinta..
Dan di antara kebohongan, rasa bersalah dan cinta yang terlarang, manakah yang akan Raka pilih?? menuntaskan dendamnya atau menyerah pada cinta yang tak seharusnya ada.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunFlower, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

#28

Happy reading....

.

.

.

Naira membuka kedua matanya sambil terengah- engah, napasnya memburu seperti seseorang yang baru saja berlari jauh. Dadanya naik turun cepat, keringat dingin membasahi pelipis dan tengkuknya. Kedua matanya tampak kosong namun dipenuhi ketakutan. “Kakak.. kakak.. ” gumamnya berulang-ulang, lirih namun penuh kecemasan. Ia bahkan tidak menyadari di mana dirinya kini berada.

Butuh beberapa saat sebelum kesadarannya kembali utuh. Begitu pandangannya mulai jelas, ia menyadari dirinya tengah berada di dalam sebuah ruangan. Bau obat-obatan yang menyengat membuatnya tersadar bahwa ia berada di rumah sakit. Selang oksigen terpasang di hidungnya, infus menempel di tangan kirinya, dan berbagai kabel menempel di dadanya.

Namun bukannya merasa tenang, Naira justru semakin panik. Kilasan wajah Nayla.. Senyum terakhir kakaknya masih berputar di kepalanya, membuat seluruh tubuhnya bergetar. “Tidak.. tidak.. aku harus pergi.. ” gumamnya dengan suara parau.

Tanpa pikir panjang, ia meraih selang oksigen di hidungnya dan menariknya begitu saja, membuat ujung hidungnya memerah. Tangannya yang gemetar lalu meraih jarum infus di punggung tangannya dan mencabutnya secara asal. Darah langsung mengalir keluar, menetes mengenai seprai putih dan lantai ruangan. Namun Naira seolah abai dan tidak merasakannya. Yang ada di dalam kepalanya hanyalah satu, pergi dari tempat ini.

Dengan gerakan terburu-buru ia menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya, lalu mencoba bangkit. Kedua kakinya bergetar hebat, tubuhnya terasa seperti kapas. Ia memaksa diri untuk berdiri, tetapi saat baru hendak melangkah, seluruh tubuhnya kehilangan kekuatan.

Tubuh itu jatuh dengan keras ke lantai.

“A..akhh!!” jerit Naira, suaranya menggema di ruangan sunyi itu.

Benturan yang begitu tiba-tiba membuatnya terbaring miring, namun yang paling menyakitkan adalah bagian depan tubuhnya. Perutnya membentur lantai terlebih dahulu. Rasa sakit yang begitu menusuk menjalar ke seluruh tubuhnya. Perutnya mencengkeram hebat, membuatnya menggeliat sambil memegangi perut yang kini terasa seperti diremas dari dalam.

“Sa- sakit.. sakit.. tolong.. tolong..” isaknya lirih, napasnya tersengal-sengal.

Dan pada saat yang bersamaan, pintu ruangan terbuka lebar. Raka yang baru kembali dari berbicara dengan dokter langsung membelalakkan matanya. Pandangannya tertuju pada tubuh Naira yang tergeletak di lantai dengan wajah pucat. Darah menetes dari tangan dan tubuhnya melengkung karena menahan sakit.

“Naira!!” seru Raka dengan suara penuh kepanikan.

Ia berlari menghampiri tanpa memikirkan apa pun lagi. Dalam hitungan detik ia sudah berlutut di sisi tubuh istrinya. “Ya Tuhan.. kamu kenapa?!” Raka memegang kedua bahunya lalu mengangkat tubuh Naira dengan hati-hati. “Naira.. Kenapa kamu turun dari tempat tidur?!”

Naira tidak menjawab. Rasa sakitnya terlalu besar. Tubuhnya bergetar, keringat dingin mengalir deras dari keningnya. Napasnya terputus- putus dan tangannya menggenggam baju Raka erat-erat. “Sa- sakit.. Kakak.. aku harus.. aku harus menyusul kakak.. kakak pergi.. kakak pergi..” gumamnya tidak jelas.

Raka menatap Naira dengan raut wajah yang campur aduk antara cemas, panik, dan bingung. “Kamu ngomong apa, Nai? Kamu tidak boleh bergerak! Kamu harus tetap di tempat tidur! Kamu membahayakan diri kamu sendiri jika seperti ini..!”

Dengan cepat Raka kembali membaringkan Naira ke atas tempat tidur. Tangannya bergetar saat memegang tubuh istrinya karena begitu takut. “Naira.. bertahan, bertahan.. Aku mohon kamu harus bertahan..” ucapnya lirih.

Melihat kondisi Naira yang semakin lemah, Raka segera meraih tombol nurse call dan menekannya berkali- kali. “Tolong!! Suster!! Tolong masuk sekarang!!”

Sementara itu Naira meringis, kedua matanya terpejam kuat. Napasnya tidak stabil dan tubuhnya terlihat seperti tidak mampu menahan sakit lebih lama lagi.

Raka memegang wajah Naira dengan kedua tangannya, memaksanya tetap sadar. “Naira lihat aku! Tolong lihat aku! Kamu akan baik-baik saja.. aku di sini.. kamu tidak sendiri..”

Namun Naira hanya menggeliat pelan, suaranya nyaris tidak terdengar. “Sakit.. Raka.. sakit sekali..”

Raka merasakan dada dan tenggorokannya mengencang. Ketakutan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya menguasai seluruh dirinya. Ia tidak peduli apa pun lagi.. Yang ingin ia pastikan hanyalah Naira tetap selamat.

Suara langkah cepat dan pintu yang terbuka lebar menandai masuknya para perawat.

Namun pada saat itu, dunia Raka seakan berhenti, karena wajah Naira kini semakin pucat.. dan kelopak matanya mulai menutup perlahan.

.

.

.

Dokter yang berjaga langsung bergerak cepat ketika melihat pendarahan yang terjadi pada Naira. Perawat-perawat di ruangan itu saling memberi instruksi dengan nada panik yang berusaha mereka kendalikan. Suara alat medis yang berbunyi bersahutan menambah ketegangan suasana. Salah satu perawat yang sejak tadi membantu menghentikan pendarahan kemudian bergegas menghampiri Raka. Wajahnya tegang, napasnya tersengal, namun ia tetap berusaha berbicara dengan tenang.

“Tuan… kami membutuhkan tanda tangan Anda untuk persetujuan tindakan operasi darurat,” ucapnya sambil menyodorkan selembar formulir dan sebuah pena.

Raka terpaku. Seluruh tubuhnya bergetar hebat, seolah seluruh kekuatannya runtuh dalam sekejap. Ia menatap kedua tangannya yang berlumuran bercak darah Naira. Darah itu terasa hangat, menusuk hingga ke jantungnya dan membuat pikirannya kacau. Ia berulang kali menarik napas, mencoba memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi, tetapi kepalanya terasa berputar.

Ia mengangkat pandangannya ke arah Naira yang terbaring dengan mata terpejam. Pendarahan masih terus mengalir dan perawat sibuk menekan bagian perutnya sambil berusaha menstabilkan kondisinya. Pemandangan itu membuat dada Raka seolah diremas keras.

“Tuan, mohon tanda tangannya.” ulang perawat itu dengan suara lebih mendesak.

Raka mengulurkan tangannya yang bergetar. Ia mencoba memegang pena tetapi jemarinya seperti kehilangan tenaga. Setelah beberapa detik yang terasa lama, ia akhirnya berhasil mencoretkan tanda tangannya di atas kertas itu.

Begitu formulir itu kembali di tangan perawat, tim medis langsung mendorong ranjang Naira ke ruang operasi. Raka hanya bisa berdiri mematung, tatapannya mengikuti langkah-langkah mereka hingga tubuh Naira menghilang di balik pintu besar yang bertuliskan “Operating Room”.

Tak lama kemudian, dokter yang menangani Naira berjalan mendekat pada Raka. Wajah dokter itu serius, matanya menunjukkan kelelahan namun juga ketegasan.

“Kondisi Pasien semakin memburuk.” kata dokter itu pelan namun terdengar jelas di telinga Raka. “Tekanan darahnya sangat tinggi dan memicu pendarahan yang cukup parah. Kami sudah berusaha menstabilkannya, tetapi... situasinya sangat kritis.”

Raka menelan ludah dengan susah payah. Tenggorokannya terasa kering dan perih.

Dokter melanjutkan, “Janin di dalam kandungannya juga semakin melemah. Detak jantungnya hampir tidak terdengar. Jika kondisinya tidak membaik, kemungkinan besar kami harus mengangkat janin itu untuk menyelamatkan nyawa sang ibu.”

Raka mengepalkan kedua tangannya begitu kuat hingga kuku- kuku jarinya memutih. Kata-kata dokter itu seperti hantaman keras ke kepalanya, membuatnya sulit bernapas. Sebuah rasa asing muncul di dadanya, rasa takut. takut akan kehilangan Naira.

Sedangkan bayi dalam kandungan Naira, Raka tidak peduli. "Dia bukan darah dagingku" batin Raka. "Anak itu bukan anakku. Aku tidak peduli bagaimana nasibnya. Yang penting.. Naira harus selamat."

Dokter menepuk bahu Raka pelan sebelum kembali menuju ruang operasi. “Kami akan melakukan yang terbaik.”

Raka mengangguk pelan, meski dadanya terasa semakin sesak. Ia menatap kedua tangannya kembali, tangan yang masih ada bercak darah dari perempuan yang entah sejak kapan begitu ia takuti kehilangannya. Ia mengatupkan rahangnya kuat-kuat, mencoba menahan segala emosi yang menyeruak.

"Aku mohon selamatkan Naira."

.

.

.

Jangan Lupa tinggalkan jejak...

1
Tutuk Isnawati
kasihan jingga
Tutuk Isnawati
berarti dua2 emg krg perhatian dan kasih sayang ortu pa jgn2 mreka bkn ank kndung
Tutuk Isnawati
iya bwa pergi aja kyanya tunangan nya nai jg jahat
chochoball: padahal raka juga jahat lohhh
total 1 replies
Tutuk Isnawati
semangat thor.
Tutuk Isnawati
trus hamil ank siapa dong naira
chochoball: Hayoooo anak siapa?
total 1 replies
Tutuk Isnawati
semangat thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!