NovelToon NovelToon
Membawa Bayi Kembar Sang CEO

Membawa Bayi Kembar Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Kembar / Lari Saat Hamil / Single Mom
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Pena cantik

Hidup Anaya tidak pernah beruntung, sejak kecil ia selalu di jauhi teman-temannya, dirundung, di abaikan keluarganya. kekacauan hidup itu malah disempurnakan saat dia di jual kepada seorang CEO dingin dan dinyatakan hamil setelah melakukan malam panas bersama sang CEO.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena cantik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Farah mengusap lembut pipi Angkasa, mencoba menenangkan hatinya yang berkecamuk. "Angkasa lapar? Mama masakin sesuatu, ya?" tanyanya dengan senyum yang ia sembunyikan agar putranya tidak khawatir.

Namun, matanya masih menatap tangannya yang terbalut kain perban. "Tangan mama macih cakit. Kita beli makan caja," ucapnya, dengan nada penuh pengertian yang membuat dadanya terasa sesak.

Farah menatap luka di tangannya, rasa nyeri itu hadir setiap kali bergerak, tapi ia tak boleh melemah di hadapannya.

"Jadi, sekarang anak mama sudah pandai pesan GoFood, ya?" godanya, berusaha mencairkan suasana.

"GoFood itu cimpel. Kalau mama macak, nanti mama yang capek, telus tangannya cakit," katanya seperti orang dewasa, membuat Farah tersenyum kecil dan merasa terharu.

Ia usap rambutnya perlahan. "Kamu bilang saja mau makan apa, biar mama masak. Jangan banyak pikir. Tangan mama ini cuma luka kecil, tidak sakit kok," kata Farah, berusaha meyakinkan diri sendiri juga.

Rasa ngilu memang ada, tapi ia harus kuat. ia tidak boleh lemah setidaknya dihadapan anak-anaknya. Walau kadang ia merasa rapuh di dalam.

Angkasa menghela napas, menimbang-nimbang. "Hm... mau loti bakal caja, Ma. Cimpel," katanya akhirnya.

Ia merasa masak roti bakar itu yang paling simpel. Apa lagi, sudah ada alatnya. Jadi mama tidak akan kecapean pikirnya.

Farah tersenyum sambil mengusap lembut rambut putranya. "Siap, ketua. Ditunggu pesanannya."

Angkasa tertawa begitu juga dengan Farah. Melihat senyum putranya telah kembali membuat beban di hatinya sedikit berkurang.

"Mama, ke dapur dulu ya. Nanti kalau adik sudah bangun ajak dia cuci muka dan gosok gigi. Setelah itu turun,"

"Oke, ma... Jangan lama-lama ya, dah lapel nih." Ujarnya sambil mengusap perutnya sendiri.

Farah mengangguk, ia berharap senyuman itu akan selalu seperti ini.

Farah berdiri pelan, mengelus kepala Anaya yang masih tertidur dan meninggalkan kamar itu dengan langkah lambat. Seluruh tubuhnya seperti digantungi beban yang tak terlihat—rasa takut, dan rasa bersalah yang meremukkan. Tangannya yang terluka berdenyut namun ia mengabaikan nya.

Tepat saat Farah turun, terdengar suara langkah di depan pintu. Bude dan pakde tiba-tiba datang, memecah sepi yang menyesakkan ini. ia. segera membuka pintu, mencoba menyambut mereka dengan senyum yang sudah mulai memudar.

"Pakde, Bude..." katanya pelan sambil menyalami.

"Ayo masuk," ajaknya dengan hangat.

Bude segera berkata, "Bude dengar dari Dimas, katanya tanganmu terluka."

Farah menahan getir yang mulai menggerogoti, berusaha meredam rasa sakit itu, dan hanya membalas dengan santai, "Hanya luka kecil, Bude."

Tiba-tiba, sebuah tas diberikan kepadanya. "Ini Bude bawakan nasi goreng, kamu jangan beraktivitas dulu. Biar tanganmu cepat sembuh." ucap Bude dengan lembut.

Farah terdiam, hati ini tak enak menerima perhatian mereka. Ia merasa selalu merepotkan ,"Ya ampun, Bude, kenapa repot-repot?"

Bude tersenyum tulus, "Tidak apa-apa, Ndok. Bukan repot juga, malah Bude senang."

Dalam kehangatan itu, Farah merasakan sejenak beban itu terangkat, walau luka di tangannya terasa berdenyut.

~

Sementara dikamar. Angkasa berjalan pelan, duduk di kursi kerja mamahnya. Ia membuka laptop kerja Farah.

"Acu, halus Cali tahu ciapa Om jahat itu." Gumamnya penuh tekad.

Walaupun usianya baru menginjak 3 tahun. Bocah kecil itu sudah bisa mengoperasikan komputer. Ia memiliki kemampuan yang tidak dimiliki oleh anak seusianya.

Tangan mungilnya berselancar di papan keyboard —begitu lincah dan ahli.

Angkasa mengangguk pelan setelah mengingat siapa nama pria jahat itu. Ia mencari nama Jackson disana, dan muncul Semua informasi tentang dirinya.

Disana juga tertulis bahwa pria itu sudah bertunangan, foto dirinya dan wanita itu terpampang jelas di layar laptop.

"Tante ini benal-benal tante-tante benget." Angkasa menutup mulutnya, tertawa kecil. "Selela yang buluk," Gumamnya mengejek selera Jackson.

Setelah membaca semua tentang pria itu, angkasa menutup laptop tak lupa menghapus semua pencarian.

Tangannya dilipat didada, Tatapannya tajam. "Jadi, dia ceolang pengucaha kaya laya di kota cana?" gumamya. "Tapi, jangan pikil kalna dia Olang yang belpengaluh punya uang banyak, telus bica cakitin mama...Acu patahin kaki nya." Sorot matanya memancarkan kebencian yang mendalam.

"Abang," Anaya duduk sambil mengusap matanya.

Angkasa turun dari tempat duduk ibunya, berjalan ke arah Anaya. "Cudah bangun?" ucapnya lembut.

Anaya mengangguk pelan, "Mama, Mana?" tanya Anaya tak melihat mama sejak ia bangun.

"Bikin celapan."

Angkasa pun mengajak sang adik bersih-bersih dan turun ke bawah.

"Ma...." suara serak kecil Anaya terdengar sambil berlari.

"Jangan lali-lali."

Farah tersenyum lembut ketika Angkasa sudah lebih dulu menegur adiknya sebelum ia sempat berkata apa-apa. Anaya, dengan manja, memeluk kaki ibuku, dan suaranya yang polos membuat hatinya sedikit hangat.

"Mama nangis lagi?" tanyanya dengan nada ragu.

Farah menunduk, menyamakan pandangan kami, lalu menepis keraguan itu. "Tidak, sayang."

Tapi Anaya tidak berhenti. "Kalau mama nangis lagi, Aya bakal campelin om jahat itu. Aya, Jewel telinga nya bial kaya telinga jelapah."

Farah tertawa kecil mendengar celotehnya, polos dan tak terduga. ia tahu, dalam riuh kecilnya, anaknya seperti itu selalu bisa membuatnya lupa sejenak pada segala beban.

Untuk saat ini, setidaknya, ia tahu anak-anak aman di sisinya. Itulah yang ia rasakan, terbesit kelegaan yang tak ternilai.

Saat Anaya menangkap suara dari dapur, dia langsung bertanya, "Ciapa di dapul, ma?"

Farah menggoda dengan senyum, "Ayo tebak siapa?"

Anaya mengintip dari balik pintu, suara kecilnya melonjak, "Nenek... Kakek..." lalu berlari menuju bude Ningsih.

Pakde menggendong tubuh kecilnya dengan penuh kasih, "Cucu kakek sudah bangun, ya?"

Anaya mendongak, bibirnya cemberut ketika tahu kedatangan mereka tak dikabari lebih dulu. "Kakek cuma nenek kok ndak bilang mau datang? Acu kan mau kilim esklim." Ucapnya, agak cemburu tapi lucu.

Bude Ningsih hanya tertawa gemas, "Nenek sudah membelinya."

Sontak Anaya bersorak gembira, "Yey..." Suaranya yang riang itu membuat rumah seolah penuh kehangatan dan kehidupan, sekaligus mengingatkan Farah betapa pentingnya detik-detik kecil seperti ini.

~

Di tempat Jackson, Oma Fani mengemasi barang-barang nya. Hari ini ia Kembali ke kota.

"Nak, kamu yakin disini sendiri?" tanya fani khawatir.

"Yakin, Oma. Aku ingin memperjuangkan Farah dan anak-anak sendiri," Jawabnya yakin.

Fani menepuk pundaknya lembut, "Baiklah kalau begitu, Oma berharap kamu segera kembali membawa cucu menantu dan cicit-cicitku."

Tiba-tiba ponselnya berdering, disana mama nya menghubungi nya.

"Angkatlah, mungkin mereka juga sudah mengetahuinya." Ujar Fani.

"Kamu sudah menemukan mereka, son? Bagaimana keadaan menantu dan cucuku? apa mereka baik-baik saja? Kenapa kamu tidak segera membawa mereka pulang Kesini?"

Mama Venna mencercanya dengan berbagai pertanyaan.

Jackson menghela nafas panjang, "Mom.. bisa tidak kalau bertanya itu satu-satu?" ucapnya lelah.

Mama Venna berdehem, "Kamu sudah menemukan mereka. Kenapa kamu tidak segera membawa menantu dan cucuku pulang kerumah kita? Dan malah menyembunyikan berita bahagia ini dari mama dan papa." cetus mam Venna, masih kesal dengan putranya itu.

"Kalau kamu tidak bisa membujuk nya, biar mama saja yang melakukan nya."

"Tidak..." potong Jackson cepat. "Ma, izinkan aku yang melakukannya. Aku janji akan membawa mereka pulang kerumah kita."

Terdengar helaan nafas di sebrang sana. "Son... Kamu sudah mencarinya bertahun-tahun, kenapa kamu—"

"Karena aku sadar, Mom." kata Jackson lirih. "Aku sudah menyakitinya terlalu dalam. Aku tidak bisa tiba-tiba muncul dan bilang 'aku sudah berubah' itu tidak cukup."

Ia menarik nafas berat, "Farah lari bukan tanpa sebab. Dia.... takut padaku, Mom. Takut, sampai dia bersembunyi selama ini. Aku tidak ingin kehilangan dia lagi."

Venna mengerti posisi Farah, wanita itu pasti sangat takut Sampai dia menghilang tanpa jejak bertahun-tahun ini. Hidupnya pasti tidaklah mudah beberapa tahun kebelakang ini.

Venna berkata lembut, "Mommy tahu kamu menyesal, nak. kamu harus perjuangkan mereka."

"Aku hanya ingin mendapatkan maaf darinya, walupun aku tahu...aku tidak pantas untuk itu." bisiknya pelan.

lalu Jackson kembali bersuara. "Tolong jangan datang menemui Farah, Mom. Jangan buat dia gelisah, biarkan aku lakukan ini perlahan, dengan caraku seneng."

Venna mengangguk, meski tahu putranya tidak bisa melihatnya.

"Son," Panggil papa Andrew.

"Hm..."

"Jika kamu ingin mendapatkan mereka kembali. Kamu harus siap dengan segala kemungkinan bahwa Farah tidak akan kembali padamu."

Jackson terdiam lama. Ia tahu betul akan hal itu. Mendapat pengampunan dari wanita itu saja sudah lebih dari cukup, selebihnya ia serahkan kepada yang mengatur takdir. Saat ini, ia hanya bisa berjuang semampunya.

"Aku tahu, Dad. Tapi, aku tetap ingin melihat dia bahagia. Meskipun bukan denganku." sahutnya lirih.

Sebagian seorang ibu, Venna tahu bagaimana perasaan putranya saat ini. Ia sedang menebus sesuatu yang sangat berat.

Jackson memejamkan matanya setelah panggilan itu terputus. Oma Fani hanya bisa menghela nafas pelan, ia ingin membantu, namun ini sudah bukan ranah nya.

Masalalu merek, hanya mereka yang bisa menyelesaikan nya. Lebih baik tidak ikut campur untuk saat ini.

"Semoga tuhan melembutkan hati, Farah. Dan mau menerima ketulusan cucu ku." gumamnya dalam hati.

Meski ia tahu cucu nya telah melakukan kesalahan besar, namun ia tetap berharap mereka bersatu, bahagia bersama.

1
Ma Em
Mungkin itu emang cicit ibu .
Ma Em
Angkasa anak baik dan berjanji akan melindungi ibu dan adiknya .
Ma Em
Semoga Farah selalu bahagia bersama sikembar dan usaha kue nya semakin sukses , Jackson sdh tiga tahun tdk bisa menemukan anak2 nya biar saja Jackson merasakan penyesalannya .
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!