NovelToon NovelToon
(Batas Tipis) CINTA & PROFESI

(Batas Tipis) CINTA & PROFESI

Status: sedang berlangsung
Genre:Trauma masa lalu / Cintapertama
Popularitas:871
Nilai: 5
Nama Author: Penasigembul

Dorongan kuat yang diberikan sepupunya berhasil membuat Marvin, pria dengan luka yang terus berusaha di kuburnya melangkahkan kaki masuk ke dalam ruang praktek seorang Psikolog muda. Kedatangannya ke dalam ruang praktek Bianca mampu membuat wanita muda itu mengingat sosok anak laki-laki yang pernah menolongnya belasan tahun lalu. Tanpa Bianca sadari kehadiran Marvin yang penuh luka dan kabut mendung itu berhasil menjadi kunci bagi banyak pintu yang sudah dengan susah payah berusaha ia tutup.
Sesi demi sesi konsultasi dilalui oleh keduanya hingga tanpa sadar rasa ketertarikan mulai muncul satu sama lain. Marvin menyadari bahwa Bianca adalah wanita yang berhasil menjadi penenang bagi dirinya. Cerita masa lalu Marvin mampu membawa Bianca pada pusaran arus yang ia sendiri tidak tahu bagaimana cara keluar dari sana.
Ditengah perasaan dilema dan masalahnya sendiri mampukah Bianca memilih antara profesi dan perasaannya? apakah Marvin mampu meluluhkan wanita yang sudah menjadi candu baginya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penasigembul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 29

Setelah meninggalkan restoran saat ini Fani sedang melangkah masuk ke dalam sebuah bar dimana seorang wanita yang tengah menyesap wine merah di tangannya.

“berikan aku segelas beer.” Pinta Fani pada bartender yang bertugas ketika dirinya sudah duduk di sebelah wanita yang sejak tadi menunggu kedatangannya.

“Apa kau membawa berita baru yang bisa kau sebarkan malam ini?”

“tidak, aku ketahuan tadi.” Jawab Fani sambil menatap wanita di sebelahnya.

“bagaimana bisa?” tanya wanita itu sambil menenggak habis wine dalam gelasnya.

“Marvin melihatku, Nad.”

Nadira, wanita yang tadi masih menikmati winenya seketika terdiam, ia memberi isyarat pada bartender untuk memberikannya segelas lagi.

“ya biarkan saja kalau sudah ketahuan, toh gosip itu masih tetap hangat untuk dia dengar dari teman-teman kerjanya. Aku yakin lama-lama itu akan membuatnya gerah.”

Fani tersenyum mendengar ucapan Nadira, wanita di sebelahnya tidak salah, ia hanya perlu membuat gosip itu tetap hangat tanpa perlu membuntuti mereka lagi. Toh foto kedekatan mereka yang sudah diterima Sonia sudah lebih dari cukup.

Nadira, yang masih fokus menatap cairan merah keunguan dalam gelasnya menyunggingkan senyum yang bahkan Fani tidak memahami maksudnya, di tengah ramainya Bar malam itu Nadira tahu langkah apa yang harus ia ambil setelah ini, ia tidak peduli dengan karir Fani dan karir psikolog muda itu karena yang ia inginkan hanya kembali pada Marvin.

Ia tetap membutuhkan Fani agar gosip kedekatan antara wanita bernama Bianca dengan kliennya terus menjadi berita hangat di dalam gedung counseling center itu. Nadira sangat yakin gosip mampu menekan dan memengaruhi diri seseorang dan tidak terkecuali, Bianca. Ia akan membuat Psikolog muda itu dilema antara karirnya sebagai Psikolog atau kedekatannya dengan pewaris Dirgantara itu. Setelah ada celah, ia sendiri yang akan masuk menemui wanita itu dan membuatnya mundur dengan sendirinya.

“Apa yang kau pikirkan, Nad?” pertanyaan Bianca berhasil menghilangkan senyum yang sedari tadi mereka tipis di wajah Nadira.

“tidak ada.”

“Apa kau sedang merencanakan hal baru?” selidik Fani dengan mata menyipit kearah wanita di sebelahnya. Nadira hanya menggeleng, kemudian menenggak habis winenya.

“Aku pulang duluan, Fan.” Nadira meninggalkan beberapa lembar uang seratus ribu di bawah gelas wine yang sudah kosong itu dan dengan langkah anggunnya meninggalkan Fani yang masih menikmati beer di tangannya.

*

Sementara itu di dalam mobil, Bianca masih diam, sibuk dengan pikirannya. Entah mengapa ketenangan hatinya sedikit terusik ketika mengingat setiap penuturan Fani tadi, mengenai keinginan wanita itu untuk menjatuhkan dirinya sampai keraguan wanita itu mengenai kredibilitasnya dalam melakukan konseling.

Sejak dulu Bianca di tuntut untuk sempurna, pencapaiannya hari ini pun bukan melalui proses yang mudah bagi dirinya, bahkan sampai detik ini. Jika dulu tuntutan itu ia lakukan karena rasa takut pada ayahnya, kali ini ia melakukan karena ingin membuktikan kalau karirnya mampu membawa dirinya melambung tinggi. Tapi pernyataan Fani tadi benar-benar mengganggunya sekarang, membuatnya berpikir ulang apakah ia pantas?

Marvin yang sedang fokus pada jalanan di depannya menoleh ke arah Bianca dan menatap wanita itu sekilas, Bianca masih diam menikmati keheningan itu.

“Apa yang terjadi antara kamu dan Fani, Ca?” Marvin akhirnya memutuskan untuk bertanya, membuyarkan semua pikiran gundah yang terus bersarang di kepala Bianca.

Bianca masih diam, tidak langsung menjawab pertanyaan Marvin, ia menimbang apakah ia akan menceritakannya kepada pria di sebelahnya, tapi percakapannya dengan Fani tadi seharusnya sudah dapat disimpulkan oleh Marvin sendiri.

“Apa semua karena aku?” tanya Marvin lirih, membuat Bianca menoleh sekilas ke arah pria yang duduk di bangku kemudi itu. “aku sempat melihat galeri fotonya untuk menghapus foto yang ia ambil barusan, dan memang ada beberapa foto kita yang lain di sana.” Tutur Marvin membuat Bianca memejamkan matanya, ia tidak ingin Marvin mengetahui masalahnya dengan cara seperti ini, ia memang memancing Fani hari ini tapi tidak menyangka justru Marvin yang akan menangkap wanita itu.

Marvin menoleh dan menatap Bianca sebentar karena tidak ada jawaban dari wanita di sampingnya itu tapi kemudian ia kembali menatap jalanan di depannya, memberikan Bianca waktu untuk menjawab semua pertanyaannya.

“tidak, Kak. Ini bukan karena Kak Marvin.” Jawab Bianca lirih memecah keheningan yang sempat tercipta, ia tidak sampai hati membuat pria di sampingnya merasa masalahnya saat ini terjadi karena dirinya. Ini semua terjadi murni karena kesalahannya sendiri yang telat menyadari kedekatannya dengan Marvin dan keinginannya untuk tidak melepaskan Marvin sudah melewati batas tipis antara profesionalitas dan kehidupan personalnya. Bianca kembali terdiam, masih tidak tahu apakah dirinya siap untuk melepas Marvin sebagai salah satu kliennya.

“jika waktunya tepat aku akan ceritakan pada Kak Marvin.” Marvin menggenggam tangan Bianca dengan tangan kirinya dan mengangguk tidak memaksa Bianca melanjutkan hal yang belum ingin diceritakan oleh wanita itu. Bianca tidak menolak genggaman tangan Marvin yang memang mampu membuatnya nyaman, ia membiarkan pria itu melakukannya.

“engga apa-apa, Ca, cerita aja kalau mau cerita, kalau gak mau pun gak apa-apa.” ujar Marvin lembut sambil sesekali mengelus tangan Bianca yang masih ia genggam, tidak bisa dipungkiri, semua perlakuan Marvin padanya berhasil memberikan kehangatan dan sedikit memperbaiki moodnya.

Sisa perjalanan menuju rumah Bianca kembali diliputi dengan keheningan di antara keduanya, tidak ada lagi obrolan, keduanya hanya mulai sibuk dengan pikirannya masing-masing.

“terima kasih, Kak.” Ujar Bianca ketika mobil Marvin sudah berhenti tepat di depan pagar rumahnya.

“tunggu, Ca.” Spontan Marvin menghentikan pergerakan Bianca yang hendak membuka pintu mobil dan dengan refleks pria itu kembali menarik tangan Bianca seolah menahannya untuk tidak turun dari mobil.

“Ada apa, Kak?” tanya Bianca bingung.

Marvin masih terdiam, tidak langsung menjawab keheranan Bianca yang masih sabar menunggunya berbicara. Berulang kali ia berusaha menguasai dirinya dan mengumpulkan semua keberaniannya untuk mengutarakan apa yang ada di hatinya kepada Bianca, kejadian dengan Fani tadi berhasil menjadi sinyal bagi dirinya bahwa hubungannya dengan Bianca sebagai Psikolog yang mendampinginya bisa selesai kapan saja, bahkan mungkin setelah malam ini. Ia tidak rela kalau hubungannya harus berakhir dan memaksanya melepaskan wanita yang berhasil menjadi candu baginya.

Dengan lembut, Marvin meraih bahu Bianca dengan kedua tangannya, membuat wanita itu menghadapnya. Dengan mengenyampingkan segala ketakutannya, Marvin menatap dalam Manik hitam milik Bianca dan menguncinya dengan tatapan tegas namun penuh kelembutan.

Setiap sentuhan dan tatapan dalam Marvin seolah menggambarkan bahwa pria itu tidak akan mampu untuk melepas Bianca, bukan melepas sebagai Psikolognya tapi pria itu tidak sanggup melepas wanita yang ingin sekali ia jadikan miliknya.

“aku menyukaimu.”

1
Tít láo
Aku udah baca beberapa cerita disini, tapi ini yang paling bikin saya excited!
Michael
aku mendukung karya penulis baru, semangat kakak 👍
Gbi Clavijo🌙
Bagus banget! Aku jadi kangen sama tokoh-tokohnya 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!