Camelia mengulurkan tangannya untuk Raisa, ketika mereka masih kecil. Camelia meminta orang tuanya mengadopsi Raisa, menjadi kakaknya, karena Raisa sudah menjadi yatim piatu akibat kehilangan kedua orang tuanya dalam sebuah kecelakaan.
Sayangnya setelah dewasa, keduanya jatuh cinta pada pria yang sama. Raisa yang merasa iri dengki pada Camelia yang mendapatkan segalanya. Bahkan tega meracuni kedua orang tua Camelia, juga Camelia. Bahkan membakar rumahnya.
Setelah itu, Raisa melakukan operasi plastik persis seperti wajah Camelia. Rayyan yang baru kembali dari luar negeri, membawa Camelia palsu ke rumahnya, menikahinya.
Tanpa dia tahu, Camelia yang asli tengah berjuang antara hidup dan mati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon noerazzura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24. Semakin Tak Punya Hati Nurani
Camelia dan Rayyan baru saja tiba di hotel itu. Camelia buru-buru melepaskan sabuk pengamannya,
"Kak Rayyan, terimakasih..."
"Sayang" sela Rayyan sambil menahan tangan Camelia, "aku antar sampai kamar Raisa!" katanya dengan lembut.
Rayyan hanya ingin memastikan, kalau tunangannya itu tidak salah kamar. Dia hanya ingin memastikan keamanan dan keselamatan untuk Camelia.
Camelia mengangguk cepat, dia tersenyum. Hatinya benar-benar selalu dibuat hangat oleh perhatian dari Rayyan itu.
Keduanya turun dari dalam mobil, menuju lobby hotel.
"Di lantai berapa?" tanya Rayyan pada Camelia.
"Kak Raisa belum beritahu nomor kamarnya, aku akan tanya resepsionis..."
"Sayang, biar aku saja?" kata Rayyan yang segera menggenggam tangan Camelia menuju ke meja resepsionis.
"Selamat malam, selamat datang di hotel Golden. Ada yang bisa saya bantu?" tanya resepsionis cantik itu dengan sangat ramah.
"Saya mau tanya, apa ada pesanan kamar atas nama Raisa? dokter Raisa Wiraatmadja?" tanya Rayyan.
"Oh yang datang bersama dengan dua temannya ya? ada di kamar 404!" jawab resepsionis itu.
Rayyan mengernyitkan keningnya.
"Dengan dua temannya? bukannya katanya dia mabukkk, dan menginap sendirian?" tanya Rayyan penuh selidik.
Masalahnya tunangannya itu sangat polos. Dia khawatir Raisa hanya mengerjainya saja. Ini sudah malam, akan sangat kasihan kalau sampai Camelia malah di prank atau dikerjai kakaknya itu.
"Tidak tuan, dokter Raisa datang bersama dua orang wanita. Sepertinya mereka dokter juga, tadi ada yang memanggilnya dokter Bianca, begitu. Mereka sempat pergi, lalu datang lagi bersama seorang pria. Iya, mereka bertiga yang menyewa kamar 404!" kata resepsionis itu.
Karena memang saat Widya dan Bianca pergi. Kebetulan sekali resepsionis itu sedang ke toilet.
Rayyan pun mengangguk.
"Kalau begitu terimakasih!" ujarnya sopan pada resepsionis itu. Dan segera diangguki dengan sopan pula oleh resepsionis itu.
Rayyan segera menoleh dan meraih kedua tangan Camelia.
"Sayang, kakakmu sudah ditemani dua temannya. Aku antar kamu pulang lagi ya! menginap di hotel sangat tidak baik, sayang" ujar Rayyan.
Rayyan khawatir, tadi kan Camelia dan resepsionis itu bilang Raisa mabukkk. Takutnya, malah Camelia akan di jadikan tameng oleh Raisa saat orang tuanya marah nanti. Jadi, dia memaksa mengantar Camelia pulang saja.
Camelia terdiam, dia berpikir sejenak. Tapi dia juga mendengarnya sendiri. Ada dokter Bianca. Dan setahunya, Bianca itu memang teman kakaknya. Mereka sangat dekat. Camelia akhirnya mengangguk setuju. Dan Rayyan mengantarnya kembali pulang.
Sementara itu di dalam kamar, Raisa yang tidak terima pria yang sudah tak sadarkan diri setelah merenggut kesuciannya itu hidup. Mengambil pisau buahh yang ada di atas meja.
Dengan tatapan marah, dengan keadaan masih memakai selimut. Karena seluruh pakaiannya juga sudah di rusak oleh pria itu. Raisa menusukkan pisauu buah itu ke tubuh premann itu.
Jlebb
Jlebb
Dia adalah seorang dokter. Tentu tak sulit baginya mengetahui titik-titik mana saja yang bisa menghabisi orang tanpa berteriak.
"Agkhh"
Prangg
Dia menjatuhkan pisauu buah penuh darah itu. Dan pria yang bahkan tidak dia ketahui namanya itu, yang telah merusak masa depannya itu sudah tergelak tak bergerak dan tak lagi bernafas.
Brukk
Raisa sendiri menjatuhkan dirinya di lantai hotel yang sangat dingin itu. Dia menangis, dia menangis karena marah.
Seluruh tubuhnya telah di sentuh oleh pria menjijikann itu. Banyak tanda merah disana, dia benar-benar murka.
"Aku membencimu Camelia. Seharusnya kamu yang celaka! seharusnya masa depanmu yang rusak. Kalau begini, bagaimana aku bisa menjadi istri kak Rayyan. Aku sudah sangat kotor! agkhh!" pekik Raisa.
Wanita itu masih terus menyalahkan Camelia yang tidak datang sampai saat ini dan membuatnya harus melewati semua ini. Dia yang merasakan dirinya dipaksa, dinodai oleh premann itu merasa sangat hancur. Lantas bagaimana dengan Camelia, seandainya gadis itu benar-benar datang. Benar-benar egois.
Raisa yang masih sangat emosi, merasa ada sesuatu yang membasahii tangannya. Saat dia menarik tangannya. Dia melihat cairan merah. Matanya memindai ke tempat dimana tangannya tadi mengenai cairan merah itu.
Ternyata, itu adalah darahh yangh mengalir dari tubuh premann yang sudah dia habisi itu. Mata Raisa yang tadinya penuh dengan amarah. Kini mulai bergetar. Raisa mulai panik.
Raisa langsung berdiri, membuat selimut yang dia pakai untuk menutupi tubuhnya itu terlepas dan lolos begitu saja ke lantai. Tapi dia langsung mengambilnya lagi dan melilitkannya di tubuhnya. Raisa buru-buru pergi ke kamar mandi. Dia membersihkan tangannya itu dari cairan dan noda merah itu. Dia menggosoknya dengan cepat berulang kali. Sampai noda darahh itu hilang dari tangannya. Namun, dia saat dia melihat ke arah cermin yang ada di belakang wastafel itu. Dia melihat dadanya, dan wajahnya juga terdapat noda darahh.
Raisa melepaskan selimut itu dari tubuhnya. Dan mandi. Dia membersihkan tubuhnya dengan gosokkan yang sangat keras. Membuat tubuhnya sampai merah-merah.
Beberapa lama kemudian, dia menggunakan jubah mandi dan keluar dari kamar mandi.
Matanya kembali bergerak tak menentu, dia panik. Ya, Raisa panik sekali. Dia panik, dan tidak bisa berpikir harus bagaimana. Dia berusaha menggunakan otaknya yang memang sangat licik itu. Namun darahh yang semakin banyak menggenang di lantai membuatnya tak bisa berpikir.
"Agkhh!" pekiknya.
Raisa meraih ponselnya, dia menghubungi Bianca.
[Gimana Sa, berhasil dong? kita langsung otewe ngegerebek adik kamu ya sekarang!]
"Ke hotel! cepat ke hotel sekarang! bawa... bawa kantong mayat, ah tidak... bawa kantong sampah, bawa koper yang besar. Cepat Bianca!" pekik Raisa.
[Koper? kantong sampah? untuk apa?]
"Bianca aku menghabisi premann itu! cepat bawa apa yang aku katakan!" pekiknya semakin tak terkendali.
Dari seberang sana, hanya terdengar kesunyian beberapa saat.
"Bianca, cepat!" pekik Raisa lagi. Dia benar-benar sudah tidak mengendalikan dirinya.
[I... iya, iya Raisa]
Raisa segera ke menutup panggilan telepon itu. Dan menunggu kedatangan kedua temannya sambil duduk dan memeluk kedua lututnya di atas sofa.
Tapi setelah kembali mengingat apa yang dilakukan oleh premann itu padanya. Tangan gemetar Raisa mulai tampak tenang. Tatapan matanya yang tak tentu arah, karena panik. Berubah dengan cepat menjadi tatapan yang sangat tajam.
Dan wajah takut itu, berubah menjadi ekspresi puas.
"Ha ha ha, kenapa aku harus takut! aku melakukan apa yang seharusnya aku lakukan! ya, aku melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Premann brengsekkk ini sudah mengotoriku, dia pantas mati. Semua yang menggangguku, pantas mati!" pekiknya tegas.
Bahkan tidak ada rasa bersalah sama sekali di wajah Raisa. Sepertinya hati nuraninya sudah mulai digerogoti keegoisan.
"Rasakan itu, brengsekkk!" pekiknya yang kembali duduk di sofa, tapi kali ini dengan ekspresi biasa, malah terkesan sangat santai.
***
Bersambung...
m...
sulit berpaling dari pesona Camelia 🤭
hatinya Raisa kotor sekali ya, minta di Rinso sepertinya biar bersih tanpa noda 🤣🤣🤭🤭
kok jadi kayak gitu anaknya 🤭