GUBRAAKK !! Suara itu menyerupai nangka berukuran 'babon' jatuh dari pohon yang tinggi. Xavier (Zac) segera berlari meloncati semak-semak untuk segera mengambil nangka yang jatuh. Sesampainya di bawah pohon nangka, Xavier tidak melihat satu pun nangka yang jatuh. Tiba-tiba...
"Siapapun di sana tolong aku, pangeran berkuda putih, pangeran kodok pun tidak apa-apa, tolong akuu ... "
Di sanalah awal pertemuan dan persahabatan mereka.
***
Xavier Barrack Dwipangga, siswa SMA yang memiliki wajah rusak karena luka bakar.
Aluna Senja Prawiranegara, siswi kelas 1 SMP bertubuh gemoy, namun memiliki wajah rupawan.
Dua orang yang selalu jadi bahan bullyan di sekolah.
Akankah persahabatan mereka abadi saat salahsatu dari mereka menjadi orang terkenal di dunia...
Yuks ikuti kisah Zac dan Senja 🩷🩷
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aksara_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10 : Rumah Mungil Mbok Darmi
...Mencari Identitas Zac...
"Nyok!" "Bonyookk!!" teriak Dilan seraya mengejar langkah Zac yang begitu cepat.
"Budek lo yak? Kita panggilin dari tadi nggak nengok sama sekali." Dilan protes sambil meninju lengan Zac dengan keras.
Risa langsung melontarkan tubuhnya ke punggung Zac, tangannya melingkar di lehernya, "kamu mau kemana sih, Nyok. Kayak karyawan pabrik mau ambil gaji aja buru-buru," seloroh Risa.
"Aku ada janji sama orang, ngapain sih kalian ngejar-ngejar aku?!" tanya Zac, suaranya datar dan dingin.
"Kita nongkrong yuk, udah lama nih nggak nongkrong di basecamp," ajak Dilan.
"Nggak sempat aku, Lan. Aku ada urusan," tolak Zac.
"Lo tuh sombong ya semenjak masuk Timnas, nggak pernah kumpul lagi di Basecamp," tuduh Risa.
"Ris, jadwal latihan aku padat banget. Cuma hari ini waktuku ada, tapi aku ada janji sama orang."
"Kalau gitu kita ke rumah lo aja?" Dilan menaikan kedua alisnya
"Tapi aku nggak bisa hari ini, beneran gaes!" tolak Zac.
"Ah... Nggak asik lo!" ucap Risa sambil melepaskan pelukannya di leher Zac.
"I'm sorry!" teriak Zac lalu memacu langkah untuk meninggalkan kedua temannya.
"Jujur gue penasaran sama tuh anak, sebenarnya apa yang dia tutupin dari kita. Sampai kelas tiga, kita nggak ada yang tahu dia tinggal dimana. Semakin hari dia semakin menjauh aja lho!" ucap Dilan.
"Kita ikutin aja dia ketemuan sama siapa, dari situ kita tahu siapa yang Zac prioritaskan. Kita atau yang lainnya. Jangan-jangan dia udah punya circle baru, atau... "
"Pacar!" Risa dan Dilan tiba-tiba berucap serentak.
"Gue masih penasaran sama bapak-bapak pake baju tentara yang nyariin Zac kemarin, kalau bapak itu papanya Zac ... Trus perempuan muda itu siapanya? Kalau ibu kandungnya gue nggak yakin, cewe itu terlalu muda untuk jadi mama Zac, Ris."
"Jangan-jangan Zac anak broken home, makanya dia nggak pernah mau kita ngulik identitas keluarganya," jawab Risa.
"Masuk akal! Kasian juga ya kalau dia anak broken home, tapi gue salut kalau dia lampiaskan kesepiannya di olahraga."
"Setuju gue!" jawab Risa lagi. "Jadi nggak kita ikutin dia?" tanyanya.
"Jadi dong, ayo cepet ntar kita kehilangan dia," ajak Dilan sambil menarik tangan Risa.
Roda motor Zac terus bergulir di jalanan aspal pusat kota Jakarta. Seseorang yang selama ini memenuhi pikirannya sudah menunggu di rumah kecil tempatnya untuk pulang bukan hanya singgah. Rumah yang terisi oleh sapa hangat mbok Darmi dan mas Jo, canda dan tawa tulus, menerimanya pulang dalam keadaan apapun.
Aroma karamel menyambut Zac saat daun pintu terbuka. Benar saja, Mbok Darmi dan Senja sedang berkolaborasi di dapur membuat makanan ringan. Zac tertunduk dan tersenyum, seakan De Javu. Dulu... Rumahnya pun pernah seperti ini, penuh kehangatan, aroma masakan menyapanya setiap kali ia pulang, dan senyuman mama selalu menyambutnya di ambang pintu.
Entah kapan semua itu akan terwujud lagi, Zac tidak tahu.
"Zac, ayo makan!" sambut mbok Darmi.
"Iya mbok, aku ke kamar dulu untuk ganti baju."
"Ka Zac jangan lama-lama. Aku sudah lapar!" teriak Senja dengan suaranya yang renyah.
Setelah meletakkan tas dan berganti pakaian, Zac bergabung di ruang makan bersama Mbok Darmi dan Senja. Aneka masakan sudah terhidang, ada dua masakan yang sangat Zac kenali. Daging gepuk dan sambel goreng ati buatan mamanya.
"Mbok, siapa yang mengirim masakan ini?" tanya Zac.
"Mama. Tadi mama sempat mampir ke sini sebelum berangkat ke Padang. Katanya hanya seminar dan bakti sosial di skuadron 1, cuma lima hari di sana, pulang dari Padang mama akan tinggal di sini," tutur Mbok Darmi.
"Mbok serius? Mama mau tinggal di sini?" tanya Zac membulatkan matanya.
"He'em... setelah makan kamu telepon mama aja gih."
Zac mengangguk semangat dan sempat melirik Senja yang lahap makan daging gepuk buatan mamanya.
"Enak, Nja?" tanya Zac antusias. Gadis itu hanya mengacungkan jempolnya karena mulutnya telah penuh oleh makanan.
Di tengah makan siang yang hampir kesorean itu, kenyamanan mereka terganggu dengan suara motor dua tak dan beberapa motor sport 250cc yang meraung merusak gendang telinga. Zac berdiri dari kursi makannya, lalu melangkah keluar rumah.
"Hai Zac!" teriak Dilan yang sedang membonceng Risa.
"Kok kalian bisa sampai sini? Darimana kalian tahu alamat rumahku?" tanya Zac keheranan, rahangnya mengeras karena merasa kenyamanannya terganggu.
Brrumm... Brummm
Tanpa ijin dari Zac, motor mereka satu persatu memasuki halaman rumah mbok Darmi.
"Ajak kita masuk dong, Zac!" teriak Bejo
"Belum aku ijinkan aja kalian udah masuk, basi!" ucap Zac sinis.
"Kalau nggak begini sampe lulusan SMA kita nggak ada yang tahu dimana rumah lo," teriak Risa yang segera nemplok di punggung Zac.
Gadis itu emang nggak punya filter, sama siapa aja hobinya nemplok dan merangkul teman-teman tongkrongannya.
"Jangan begini Ris, ada— " tolak Zac namun ucapannya tertahan karena Senja sudah ada di depannya.
"Hai! Teman-temannya ka Zac ya?" sapa gadis itu dengan wajahnya yang ceria.
"Hai... " mereka serempak menyambut sapaan Senja.
"Sstt... Siapa lo? Gemoy bet dah!" bisik Risa
"Temen." Zac melirik Senja yang masih sibuk menerima salam dari cowok-cowok tengil teman tongkrongannya.
"Udah... Jangan lama-lama pegang tangannya," cegah Zac lalu menangkap telapak tangan Senja dan mengurung tangan itu dalam genggamannya.
Risa melirik tindakan Zac itu dengan tatapan sinis, gadis itu memberi kode mata pada Bejo untuk meledek Zac. Bejo menggeleng, ia mengusap perutnya dengan wajah meringis.
"Entar! kalau dia tersinggung gue nggak bisa minta makan," tolak Bejo.
"Ngga asik lo!"
"Wuaahh... Kebetulan yang tidak disangka-sangka nih Nyok, kok lo tahu sih gue lagi laper. Makasih ya udah disiapin masakan sebanyak ini," seru Bejo saat menyerbu masuk rumah mbok Darmi
"Sering-seringlah begini kawan!" seru Panjul langsung duduk di kursi makan.
Zac menghembuskan napas kasar, "Ya udah makan sana, kalau nasinya kurang ambil lagi di pantry."
"Alhamdulillah... " seru kelima. Teman Zac.
Hanya dalam hitungan menit semua makanan di atas meja ludes oleh pasukan berani makan. Zac hanya meringis melihat kotak makan milik mamanya yang berisi sambel goreng ati ludes tidak tersisa, hanya seruas lengkuas yang tidak mereka gasak habis.
Setelah makan, mereka berkumpul di ruang TV. Bejo yang kekeyangan merebahkan tubuhnya sambil membuka perutnya yang buncit karena nasi dua piring sudah berpindah dalam lambungnya.
"Ka Zac, jadi gak kita make up?" tanya Senja dengan suara hampir merajuk.
"J-jadiii... Tapi di kamar aja ya, di sini banyak temen aku," bujuk Zac dengan suara hampir berbisik.
"Ngapain di kamar, di sini aja! Bikin gue curiga aja lo!" Risa mendengus kesal.
"Iya nggak apa-apa kok di sini, ka."
"Y-yaa... Udah."
Setengah jam berlalu...
Plaster silikon dan beberapa krim concealer untuk meratakan warna kulit sudah menempel di wajah Zac. Dengan sentuhan lembut, jari jemari Senja menari di atas kulit Zac dengan aneka warna concealer, foundation dan dikunci dengan bedak tabur. Tepukan sponge bedak begitu lembut dan merata. Jari Senja yang montok terasa seperti sponge yang empuk menempel di kulit wajah Zac.
Zac menutup matanya, merasakan sensasi kulitnya bersentuhan dengan kulit Senja. Ia membayangkan bisa ikut menyentuh kulit mulus Senja di area pipinya yang chubby. Berjalan berdua di sebuah taman yang di hiasi dengan bunga juga suara aliran sungai yang menenangkan.
"Taraaaa... Lihatlah pangeran baru kita!" seru Senja
"Woaahh... Gil*!! Lo jadi tampan banget Zac!" pekik Ronan yang dari tadi mulutnya hanya sibuk menguyah pop corn caramel buatan Senja.
Risa bangkit dari rebahannya, begitu juga teman-teman yang lain. Mulut mereka menganga saat melihat hasil akhir sentuhan make up karakter yang Senja buat.
"Lo Zac yang gue kenal?" tanya Risa.
Zac tersenyum malu-malu sambil melirik Senja, ia sendiri takjub dan kagum melihat wajahnya sendiri dari pantulan cermin berbentuk kelinci milik Senja. Ternyata ia bisa tampan juga.
"Kalau muka lo begini gue mau jadi pacar lo, Nyok! Please tembak gue jadi pacar lo!" rengek Risa.
"Kereennnn... Moy, dandanin gue juga dong!" pinta Bejo.
"May Moy aja lo manggil, dia punya nama," tegur Ronan.
"Lah pan dia gemoy, boleh dong gue panggil gemoy, kan kaan Senja gemoy?"
"Iya nggak apa-apa," jawab Senja pelan.
"Ngga boleh! Nama kamu bagus Nja," cegah Zac. "Panggil dia Senja, nggak boleh panggil yang aneh-aneh." suara Zac tegas tanpa memberi ruang protes pada teman-temannya.
Satu persatu mereka bergantian meminta di make up oleh Senja. Bejo minta di make up tokoh Joker, Risa di hias dengan wajah putri salju yang memiliki pipi ranum berwarna pink peach, Ronan tampil dengan wajah Superman yang memiliki rahang tegas dan rambut ikal di dahi, Bram lebih memilih menjadi tokoh Vampire yang berwajah pucat.
Rumah mungil mbok Darmi sore itu begitu hangat dan ceria karena kehadiran Senja dan lima orang teman tongkrongan Zac. Mereka mengabadikan moment itu dengan foto we-fie dengan Senja ada di tengah mereka.
"Makasih ya Nja, kalau aku ganteng begini kamu suka nggak sama aku?" tanya Zac pelan.
"Aku suka kamu apa adanya, Zac."
Dada Zac terasa menggelembung dipenuhi kebahagiaan.
,, perbedaan usia itu jauh lebh bagus dn lebh matang dan dewasa 😌
tapi berdua 😚
kekny harusny Zac ya 🤔
,, selamat k Dee,, semoga kontrakny lulus 🤗