NovelToon NovelToon
Bodyguard Om Hyper

Bodyguard Om Hyper

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Pengawal / Bercocok tanam / Romantis / Model / Playboy
Popularitas:19.3k
Nilai: 5
Nama Author: Pannery

"Lepasin om! Badan gue kecil, nanti kalau gue penyet gimana?!"

"Tidak sebelum kamu membantuku, ini berdiri gara-gara kamu ya."

Gissele seorang model cantik, blasteran, seksi mampus, dan populer sering diganggu oleh banyak pria. Demi keamanan Gissele, ayahnya mengutus seorang teman dari Italia untuk menjadi bodyguard.

Federico seorang pria matang yang sudah berumur harus tejebak bersama gadis remaja yang selalu menentangnya.

Bagaimana jadinya jika Om Hyper bertemu dengan Model Cantik anti pria?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pannery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gangguan

Siapa takut dengan tantangan itu?

Gissele meletakkan matras kecilnya dengan semangat dan merentangkan tubuhnya.

Gadis itu bersiap mengambil posisi plank—posisi tubuh lurus menghadap lantai, bertumpu pada lengan bawah dan ujung jari kaki, perut ditahan agar tidak melorot.

“Gampang ini mah!” Cetusnya percaya diri, sambil membuka aplikasi timer di ponselnya dan menekan tombol start.

“Satu menit doang, Om. Gue lebih juga kuat.” katanya sombong, melirik Federico yang bersandar di kusen pintu dengan lengan menyilang.

Federico menyeringai. “Yakin? Saya hitung detiknya ya... satu... dua...”

Detik demi detik berjalan. Gissele tetap fokus, nafasnya teratur, tubuhnya kokoh di posisi plank.

Terlihat jelas kalau dia sudah cukup terlatih. Bahkan, sempat-sempatnya ia melirik ke arah Federico dengan tatapan menantang.

Namun di detik ke-15…

Cup.

Sebuah kecupan tiba-tiba mendarat lembut di pucuk kepalanya.

“IH, OM!!” Gissele langsung menjatuhkan tubuhnya ke matras, merunduk dengan pipi yang langsung memerah.

“Kenapa digangguin sih?! Curang ih!” Gerutunya sambil memukul-mukul bahu Federico dengan tangan kecilnya, tapi tentu saja tak menyakitkan sama sekali.

Federico tertawa puas, matanya menyipit karena geli. “Nggak tahan soalnya Nona terlalu lucu.”

“Ah ulang! Gara-gara Om, gue jadi gagal!” Gissele mencibir, wajahnya kesal tapi tak bisa menyembunyikan senyum malu yang mengintip di ujung bibir.

Gadis itu niat mengulang lagi tapi takut jika mendapat serangan tiba-tiba dari Federico.

Karna tau ia serba salah, Gissele mendengus, lalu berguling ke samping, memunggungi Federico dengan gemas.

“Aduh, jadi bete banget.”

Federico duduk di sisi matras, menepuk-nepuk bahunya pelan.

“Nanti saya traktir deh, biar mood-nya balik.” Ucapnya pelan.

Gissele hanya mendengus lagi, tapi kali ini tanpa menolak saat Federico mengusap punggungnya sebentar. Diam-diam, jantungnya masih berdetak cepat sejak kecupan tadi.

Libur yang membosankan pun dilalui Gissele. Ia berdiri di depan cermin, membenarkan tali tipis blus musim panas yang baru saja ia kenakan.

Saking bosannya, Gissele bersyukur karna Zara mengajaknya main kerumah. Ia mengganti pakaiannya nyaris tanpa sadar.

Karna panas, Gissele memakai celana pendek yang membuat kaki jenjang putihnya terlihat. Riasan tipis ia gunakan dengan lipbalm pink.

Setelah siap Gissele turun kebawah dan langsung disambut tatapan mengerikan dari Federico.

Gissele nyegir saja, "Om, anterin gue ke rumah Zara dong.."

Federico langsung bangkit dan menggendong Gissele ke pundaknya seperti karung beras.

"IH OM, TURUNIN!" Sontak Gissele langsung panik dan Federico kembali membawa gadis itu ke kamarnya.

Disana Gissele ingin komplen tapi Federico mengangkat dagu gadis itu. "Ganti celananya, Nona." Pintanya dengan tegas dan ada penekanan pada suaranya.

"Loh, kan suka-suka gue dong mau pake apa." Padahal jawaban Gissele sudah sangat ketus tapi Federico terus maju.

Tangan Federico menyentuh lembut  rambut hitamnya seraya menatap lekat. "Ini demi kemanan, Nona."

Gissele langsung merinding, rasanya ia seperti tersihir dan tidak berani membantah. Pada akhirnya ia memakai kaos dan celana panjang.

...****************...

Rumah Zara berdiri megah di balik pagar besi hitam, halaman dipenuhi aroma bunga flamboyan dan tanaman rambat.

Saat pintu terbuka, Zara langsung memeluk Gissle. “Hai, Cel! Tumben baju lo nggak haram kaya biasanya,  ada angin apa nih?”

“Ya, abis dapet pencerahan aja,” jawab Gissele pelan. Matanya melirik sekilas ke arah Federico, yang hanya tersenyum tipis.

"Hai Om Rico!" Zara kesemsem sendiri, "Om nunggu di ruang tamu aja nggak apa-apa?"

"Boleh."

Zara langsung sumringah, "Oke, yuk masuk."

Zara mengajak Gissele ke lantai atas, ke kamarnya yang penuh dengan parfum, kosmetik, dan tumpukan baju warna-warni.

“Gue baru beli eyeshadow baru, mau lihat nggak?” Tanya Zara.

Tanpa menunggu jawaban, ia menyodorkan palet eyeshadow dan lipstick warna karamel.

Beberapa menit berlalu dengan tawa dan percakapan ringan. Zara lalu membuka lemari dan mengeluarkan beberapa baju.

“Ini lucu deh, coba ini!” Serunya sambil melemparkan sebuah tank top pink terang ke arah Gissele.

“Lucu juga,” gumam Gissele, menarik baju itu ke tubuhnya. Namun sebelum ia mengenakannya, Zara tiba-tiba menyodorkan sebuah bikini kuning bermotif macan yang berani.

“Lihat nih beha trio macan gue.”

Gissele tertawa gugup. “Ah, gila.. jadi biduan banget kalau pake beginian haha.”

Zara hanya mengangkat bahu. Ia melepas blusnya dan mengenakan bikini itu tanpa ragu. Tubuhnya ramping dan penuh percaya diri, seakan ia memang diciptakan untuk diperhatikan.

Mata Gissele sempat memandang ke pintu kamar yang tertutup, lalu bergeser ke kaca. Jantungnya berdegup tak nyaman.

Zara berputar dengan pede, "Nah seksi banget kan gue.. kasih liat Om Rico, nggak sih.."

“Eh, jangan!”  Gissele reflek melarang sambil menahan tangan Zara.

“Kenapa sih?” Tanya Zara heran.

Gissele menunduk. Ia tak tahu harus menjawab apa. Entah kenapa ada rasa panas saat Zara ingin menunjukkan pemandangan seksi itu ke Federico.

Zara tiba-tiba menyeringai, “Ciee kenapa nih larang-larang… takut kalah seksi, ya?”

Gissele menatap sahabatnya sekilas, lalu menatap sinis. "Ih, apasih.."

Zara tertawa dengan keras. “Hahaha yaudah deh kalau lo bilang 'jangan' ya gue bisa apa? Dia kan bodyguard lo."

Gissele tersenyum tipis dan merasa lega. Akhirnya Zara melepas bikini itu.

Sementara itu dibawah.. Federico sedang duduk di ujung sofa, memandangi layar ponsel dengan pandangan tajam.

Dion, target yang harus pria itu singkirkan karna terus mengganggu Gissele.

Sambil menggulir daftar jadwal harian Dion yang baru saja ia dapat dari Zara, Federico membayangkan berbagai skenario.

Mungkin cukup dengan sedikit intimidasi dan membuat anak itu ketakutan. Apapun itu, Dion harus menghilang sendiri dari dunia Gissele.

“Satu gangguan lagi,” gumam Federico dengan suara dingin.

Suara langkah dari atas membuatnya mengadah. Gissele dan Zara turun bersamaan, tawa mereka ringan.

“Om Rico, anter kita ke kafe deket sini aja yuk, laper nih,” seru Zara ceria.

Gissele tersenyum, menarik tali tasnya. “Ayo Om, anterin gue, ya..”

Federico menyelipkan ponsel ke dalam saku jaketnya. Ia berdiri, rapi, tenang seperti biasa.

“Boleh,” jawabnya. Tatapan matanya sekilas menyapu Gissele dari kepala ke kaki.

Dalam mobil, Gissele dan Zara duduk dk kursi penumpang. Federico menyetir tanpa suara, namun matanya sekali-kali melirik ke kaca spion tengah.

Pria itu tidak bisa berhenti untuk tak memandang Gissele.

Mereka pergi sebuah kafe bergaya vintage di sudut kota. Suasananya tenang, dengan musik jazz pelan yang mengalun dari speaker.

Meja mereka berada di sudut dekat jendela, memberikan pemandangan kota yang teduh.

Gissele duduk berhadapan dengan Federico, sementara Zara duduk di samping, terus saja mengobrol dan menyela pembicaraan mereka berdua.

“Cel, kamu harus cobain dessert-nya. Enak banget sumpah,” ujar Zara sambil menyodorkan menu ke Gissele, padahal Gissele sedang asyik ngobrol dengan Federico.

Federico menoleh sebentar, senyumnya sedikit kaku. Ia menyesap kopinya pelan, matanya tak lepas dari Gissele yang tampak semakin manis dengan rambut yang dikuncir setengah.

“Nona, coba ini juga. Menurut saya enak raanya,” ucap Federico lembut, menyentuh piring di hadapan Gissele dan memindahkan potongan kue ke piringnya.

Zara terkekeh, “Duh, kaya suami aja, ngurusin makanan istri.”

Gissele pura-pura tak mendengar dan hanya tersenyum sambil memainkan garpunya.

Federico melirik tajam ke arah Zara, tapi hanya dalam sepersekian detik, lalu kembali tersenyum kepada Gissele.

“Kalau saya bisa, saya juga mau jadi suami Nona,” katanya pelan, tapi jelas terdengar.

Gissele mendadak tersedak kecil, membuat wajahnya sedikit merah. “Om, jangan ngomong aneh-aneh deh.”

Namun suasana mendadak berubah saat Federico merasa ada sesuatu yang aneh. Ia melihat ke arah meja pojok belakang, di mana seorang pria duduk sendirian sambil pura-pura menunduk ke ponselnya.

Tapi dari sudut mata Federico yang terlatih, ia tahu pria itu sudah beberapa kali mengarahkan kamera ke Gissele.

Mata pria itu menyipit. “Kalian disini aja ya. Jangan kemana-mana,” ucapnya tiba-tiba, nadanya serius.

“Kenapa, Om?” Tanya Gissele bingung.

Tanpa menjawab, Federico bangkit dan berjalan cepat ke arah pria mencurigakan itu. Ia menarik kursi pria itu dengan kasar, membuatnya kaget dan hampir menjatuhkan ponselnya.

Dengan cepat, Federico merampas ponsel tersebut.

“Anda memotret apa barusan?” Tanya Federico tajam, nadanya jauh dari nada ramah biasanya.

Pria itu mencoba berdalih, “Eh, nggak, saya cuma—”

Federico membuka galeri ponsel itu. Matanya langsung menyala marah ketika melihat beberapa foto candid Gissele yang jelas diambil diam-diam.

“Dasar penguntit rendahan.” Suara Federico dingin, penuh tekanan.

Orang-orang di kafe mulai memperhatikan. Zara dan Gissele berdiri, bingung dan panik.

Brak! 

Federico menghancurkan ponsel itu dengan kaki kemudian menarik kerah penguntit itu.

Gissele yang melihatnya langsung panik, "Om, jangan bikin keributan,” bisik Gissele pelan, menarik lengan Federico.

Federico menoleh ke Gissele sejenak. Napasnya masih berat, tapi ia menyerahkan ponsel itu ke manajer kafe yang menghampiri.

“Orang ini menguntit Nona saya. Tolong urus dia.”

Manajer mengangguk, lalu membawa pria itu pergi. Gissele masih memegang lengan Federico, “Om ini kenapa? Kok marah banget?”

Federico menatap matanya, dalam dan tenang. “Saya benar-benar nggak suka saat para sampah itu menganggu, Nona.”

Gissele terdiam. Dadanya hangat, meski jantungnya berdetak cepat. Di tengah segala sikap menyebalkan Federico, ada sisi lain yang... membuatnya merasa sangat dijaga.

Setelah keributan di kafe mereda dan si penguntit diusir, suasana mulai kembali tenang. Zara justru tertawa puas dan menggodai Gissele tanpa henti.

“Asik banget sih lo, Cel… punya bodyguard yang selalu jagain kaya Om Rico. Duh, jadi pengen..” Godanya sambil menggoyang-goyangkan bahu sahabatnya.

Gissele memutar bola matanya, “Apaan sih, Zara. Biasa aja lah, tugas bodyguard kan kaya gitu.”

Lain di kata, lain di hati. Bahkan sampai sekarang, aslinya Gissele masih tersipu dan menoleh ke arah Federico yang berjalan di belakangnya.

Setelah menghabiskan waktu cukup lama dengan Zara, Gissele akhirnya pamit untuk pulang.

“Gue pulang duluan ya, Zar.”

Zara memeluknya cepat, “Iya, atiati yaa.. Om Rico juga ati-ati ”

Di dalam mobil, Gissele merebahkan punggungnya ke jok dengan santai, menghela napas puas.

“Ah… seru banget rasanya hari ini. Terus, makasih juga ya udah jagain gue.” Ucapnya tulus, tapi nada manjanya tak bisa disembunyikan.

Federico meliriknya dengan senyum lembut, namun matanya tetap waspada memeriksa kaca spion.

“Apapun yang terjadi, saya akan selalu menjaga Nona.” Jawabnya pelan dan terdengar tegas.

Gissele menoleh padanya, matanya menatap wajah pria yang lebih tua itu. Ia tidak menjawab, hanya mengulum senyum.

Liburan kemarin memang menyenangkan. Terlalu menyenangkan, bahkan.

Tapi masalahnya sekarang, Gissele harus kembali ke realita—kuliah, tugas, dan dosen killer yang harus ia temui.

Gadis itu menahan napas sambil melangkah masuk ke gedung. Rambutnya dikuncir cepat, kaus polos dan celana jeans menjadi penanda bahwa hari ini bukan hari untuk tampil cantik, tapi untuk bertahan hidup.

Salah satu mata kuliahnya masih C, dan ia harus membenahi nilainya agar Ibu Gissele tidak ngamuk lagi.

Dengan langkah ragu, ia berdiri di depan pintu ruangan dosen yang paling tidak ingin ia temui.

Tok tok tok.

"Permisi, Pak Theo..." Ucapnya pelan, melongokkan kepala ke dalam ruangan.

Pria paruh baya dengan wajah serius itu menatapnya tajam dari balik kacamatanya.

"Iya? Ada apa?"

"Saya... saya mau mengajukan tambahan tugas untuk perbaikan nilai. Kalau memungkinkan..."

Theo mendengus, lalu melepaskan kacamatanya perlahan. "Hanya kamu yang berani menghadap ke saya soal itu. Memangnya kamu pantas dapat tambahan nilai, ya? Apa kamu nggak bersyukur sama nilai kemarin?"

Gissele terdiam. Jantungnya berdebar. Ia menggigit bibir bawahnya. “Saya hanya ingin memperbaiki, Pak. Saya ingin nilai saya jadi lebih baik.”

Pak Theo menghela napas panjang, matanya menyipit. “Nilai sudah saya kasih, nggak usah komplen. Silahkan, saya masih ada urusan.”

Ditolak lagi untuk kesekian kalinya. Pada awalnya Gissele memang sedih tapi ini sudah beberapa kali ia alami. Dosen killer ini memang menyusahkan dan memiliki tempramen yang buruk.

"Baik, permisi Pak… Maaf mengganggu waktunya." Gissele membungkuk cepat dan segera keluar dari ruangan itu dengan napas lega. Tapi kelegaannya hanya bertahan tiga detik.

Seseorang berdiri bersandar di tembok, tangan disilangkan, bibir menyeringai.

“Kenapa buru-buru, Cel? Nggak mau banget ketemu aku?” Suara itu terdengar menyebalkan.

Gissele mendongak dan mendapati Dion sedang berdiri santai seolah mengejek Gissele.

“Ngapain lo di sini? Nguping, ya?” Tuduhnya ketus.

Dion tertawa pelan, “Aku selalu tau masalah kamu dari dulu. Pak Theo itu emang susah dibujuk."

Perlahan Dion mendekat dan nenatap Gissele dengan serius. "Mau aku bantu ngomong ke dia? Aku bisa bujuk dia tapi ada syaratnya..”

Gissele melotot. “Syarat?”

Dion makin dekat, ucapannya menyebalkan seperti biasa, “Jalan sama aku, sekali aja.. Nanti aku bantu kamu urus Pak Theo.”

Gissele ingin muntah mendengarnya. Pria ini suka sekali memanfaatkan posisinya sebagai anak donatur kampus untuk merayu Gissele.

1
Rizki Septina
bagus ,, lanjut up min . banyakin episode
Nona Sifa
heehee mau nya si om di keluarin
Elmi Varida
wkwkwkkkk...🤣🤣salah sasaran si Federico🤣🤣
Dyah Rahmawati
lanjuut😘
Dyah Rahmawati
giseel ...ooh giseel 😘😘😀
..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!