NovelToon NovelToon
Istri Pesanan Miliarder

Istri Pesanan Miliarder

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Crazy Rich/Konglomerat / Mengubah Takdir
Popularitas:6.2k
Nilai: 5
Nama Author: Stacy Agalia

Zayn Alvaro, pewaris tunggal berusia 28 tahun, tampan, kaya raya, dan dingin bak batu. Sejak kecil ia hidup tanpa kasih sayang orang tua, hanya ditemani kesepian dan harta yang tak ada habisnya. Cinta? Ia pernah hampir percaya—tapi gadis yang disayanginya ternyata ular berbisa.
Hingga suatu hari, asistennya datang dengan tawaran tak terduga: seorang gadis desa lugu yang bersedia menikah dengan Zayn… demi mahar yang tak terhingga. Gadis polos itu menerima, bukan karena cinta, melainkan karena uang yang dijanjikan.
Bagi Zayn, ini hanya soal perjanjian: ia butuh istri untuk melengkapi hidup, bukan untuk mengisi hati. Tapi semakin hari, kehadiran gadis sederhana itu mulai mengguncang tembok dingin di dalam dirinya.
Mampukah pernikahan yang lahir dari “pesanan” berubah menjadi cinta yang sesungguhnya? Ataukah keduanya akan tetap terjebak dalam ikatan tanpa hati?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Stacy Agalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kepanikan suami Alisha

Layar ponsel Zayn menampilkan wajah cantik wanitanya, Alisha. Rambutnya jatuh menutupi sebagian pipi, namun yang paling mencolok adalah gurat pucat di wajah istrinya. Bibirnya sedikit bergetar seperti menahan sakit.

“Kau kenapa?” suara Zayn dalam, nada paniknya tak bisa disembunyikan.

Alisha berusaha tersenyum tipis. “Aku… perutku melilit, Zayn. Tiba-tiba saja. Mungkin masuk angin, atau karena tadi aku minum jus terlalu dingin—”

“Jangan meremehkan,” potong Zayn tegas. Wajahnya menegang, rahangnya mengeras. Racun? pikirnya cepat. Ia langsung teringat pada camilan yang dibawa Omar kemarin. Meski sudah terbukti itu beracun, namun apakah mungkin ada celah yang luput dari pengawasan?

“Sejak kapan rasanya?” tanyanya sambil menegakkan tubuh di kursi kantor.

“Barusan, setelah aku bantu menyiapkan alat melukis untuk Bima. Awalnya biasa saja, tapi sekarang rasanya semakin menusuk,” suara Alisha lirih.

Zayn mengerang rendah, menahan emosi. “Alisha, dengarkan aku baik-baik. Jangan makan atau minum apapun selain yang benar-benar baru dibuat oleh pelayan yang sudah kupercaya. Aku akan perintahkan Arvin segera kembali ke rumah. Mengerti?”

Wajah Alisha tampak bingung dan cemas. “Zayn… jangan buat aku tambah takut. Apa ini… karena makanan kemarin? tapi aku tak menyentuh makanan itu.”

Tatapan Zayn tajam, seolah mencari kebenaran dari raut wajah istrinya. “Aku tidak tahu pasti. Tapi aku tidak akan biarkan kemungkinan itu terjadi padamu. Jangan panik, sayang, aku kendalikan semua.”

Alisha memejamkan mata, mencoba menarik napas dalam-dalam. “Aku berusaha tenang. Hanya… rasanya semakin berat. Bima di kamar, dia tidak tahu apa-apa. Aku tidak mau dia ikut cemas.”

“Bagus. Jangan tunjukkan itu di depannya. Aku akan atur agar dokter pribadi datang segera ke rumah. Kau, tetap di kamar. Jangan keluar. Arvin dan tim keamanan akan berjaga di depan pintu kamar. Kau mengerti?”

Alisha mengangguk lemah. “Iya… aku mengerti.”

Sebelum menutup panggilan, Zayn sempat berbisik lirih, hampir seperti doa, “Bertahanlah. Aku akan pastikan tidak ada yang menyentuhmu, Alisha. Tidak akan pernah ada.”

Seketika setelah panggilan berakhir, Zayn berdiri dari kursinya. “Arvin!” panggilnya lantang.

Arvin yang sudah menunggu di ruang kerja langsung masuk. “Ya, Tuan?”

“Alisha mengeluh sakit perut. Aku curiga ini bukan sakit biasa. Bawa dokter pribadi sekarang juga ke rumah. Dan—” tatapan Zayn menajam, “pastikan semua makanan dan minuman di sana dihentikan peredarannya. Buang apapun yang mencurigakan. Aku tidak ingin ada celah.”

Arvin mengangguk tegas. “Baik, Tuan.”

Zayn menatap jendela kaca tinggi kantornya, napasnya berat. Dalam hatinya, amarah membuncah. Omar… Lucas… jika benar kalian berani menyentuh istriku, aku akan pastikan kalian menyesal.

____

Dokter pribadi keluarga sudah tiba di rumah. Ia dibawa langsung ke kamar Alisha dengan pengawalan ketat. Dua bodyguard berjaga di depan pintu kamar, sementara Arvin mondar-mandir di lorong dengan wajah tegang.

Di dalam, dokter memeriksa Alisha dengan teliti. Tangan dingin Alisha menggenggam erat selimut, matanya sesekali menatap pintu kamar, menanti kehadiran Zayn.

Tak lama kemudian, pintu terbuka. Zayn masuk tergesa, jasnya setengah terbuka, napasnya memburu seperti habis berlari. Ia langsung menghampiri ranjang.

“Alisha, aku di sini.” Suaranya serak, penuh kecemasan.

Alisha mengangkat wajahnya, matanya berkaca-kaca. “Zayn… aku takut.”

Dokter menoleh ke Zayn, mengangkat alisnya. “Tuan, gejalanya belum jelas. Perutnya melilit, namun tidak ada tanda-tanda terkontaminasi racun. Saya sudah cek detak jantung dan tekanan darahnya, normal. Kita tunggu beberapa saat.”

Zayn menatap istrinya penuh gelisah, lalu meraih tangannya. “Jika terjadi apa-apa, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri,” bisiknya.

Alisha menahan senyum tipis meski tubuhnya masih terasa tidak nyaman. Namun tiba-tiba ia terdiam. Wajahnya berubah panik.

“Z-Zayn… aku merasa ada yang keluar…” ucapnya lirih.

Zayn refleks tegang. “Keluar? Keluar bagaimana? Apa maksudmu?”

Alisha buru-buru bangkit dari ranjang dan berlari kecil ke toilet yang menyatu dengan kamar. Beberapa menit hening. Zayn berdiri gelisah, bahkan hendak menyusul, namun dokter mencegahnya.

Tak lama kemudian, pintu toilet terbuka. Alisha keluar dengan wajah yang jauh lebih lega, bahkan sedikit tersipu.

“Zayn… aku…” Ia menunduk, lalu menghembuskan napas panjang. “Aku datang bulan.”

Zayn dan dokter sama-sama terdiam beberapa detik, sebelum dokter tersenyum samar dan mengangguk. “Itu menjelaskan rasa melilit tadi. Normal, apalagi jika siklusnya memang tepat di hari ini.”

Wajah Zayn yang semula tegang seketika melunak. Ia menghela napas panjang, lalu menepuk keningnya sendiri sambil berbisik, “Astaga… aku hampir saja membayangkan yang tidak-tidak.”

Alisha duduk di tepi ranjang, menatap Zayn yang kini malah menatapnya penuh sayang bercampur lega.

“Kau panik sekali, ya?” tanyanya pelan.

Zayn berjongkok di hadapannya, tangannya mengelus lutut Alisha. “Aku kira… aku hampir kehilanganmu. Aku tidak pernah segelisah ini seumur hidup.”

Alisha tersenyum kecil, pipinya memerah. “Padahal hanya… datang bulan.”

Zayn ikut tersenyum, meski matanya masih menyimpan amarah terpendam pada. Tapi untuk saat itu, ia bersyukur—istri yang baru ia cintai sepenuh hati ternyata hanya sedang melewati kodrat bulanannya, bukan racun mematikan.

____

Setelah kejadian siang tadi, rumah kembali tenang. Bima sudah tidur lebih awal di kamarnya setelah seharian cukup aktif. Arvin juga sudah memastikan penjagaan diperketat, meninggalkan pasangan suami-istri yang sedang hangat-hangatnya itu dengan waktu mereka sendiri.

Di kamar, Alisha berbaring santai sambil memeluk guling, wajahnya masih sedikit lelah namun lebih segar. Zayn keluar dari kamar mandi hanya dengan kaos rumahan dan celana panjang santai. Ia membawa segelas air hangat dan obat pereda nyeri haid di tangannya.

“Minum ini dulu,” ucapnya lembut, menyodorkan pada istrinya.

Alisha menerimanya dengan tatapan berbinar. “Aku tidak apa-apa, Zayn. Jangan terlalu khawatir.”

Zayn duduk di tepi ranjang, mengusap rambut istrinya. “Bagiku, rasa sakit sekecil apapun yang kau alami tetap penting. Jangan remehkan itu.”

Alisha tersenyum kecil, lalu meneguk obat itu dengan air hangat. Setelah meletakkan gelas di meja nakas, ia hendak rebahan lagi, tapi Zayn menahan pergelangan tangannya.

“Jangan tidur dulu. Kau pasti pegal, kan?” tanyanya.

Alisha mengerjap. “Hmm… sedikit sih. Memang biasa kalau datang bulan. Kenapa?”

Zayn hanya menepuk pahanya sendiri. “Sini, tengkurap sebentar. Aku pijatkan.”

Alisha langsung terbelalak. “Hah? Kau? Pijat aku?”

“Kenapa? Kau tidak percaya aku bisa melakukan hal itu?” tanya Zayn dengan nada menggoda, senyum tipisnya membuat Alisha makin salah tingkah.

Dengan canggung, Alisha akhirnya menuruti. Ia tengkurap perlahan, rambutnya jatuh menutupi sisi wajah. Zayn duduk nyaman di sampingnya, lalu mulai menekan perlahan bagian pinggang dan punggung istrinya.

“Bagaimana? Terlalu keras?” tanyanya pelan.

Alisha mendesah ringan. “Tidak… malah terasa nyaman. Aduh, jangan berhenti.”

Zayn terkekeh, sedikit geli mendengar nada manja istrinya. “Ternyata istri yang biasanya keras kepala ini bisa juga manja, ya.”

Alisha menoleh sekilas, wajahnya memerah. “Jangan goda aku, fokus memijat saja.”

Zayn menurut, tangannya bergerak teratur, menekan titik-titik yang membuat Alisha semakin rileks. Sesekali ia mengelus pinggang Alisha dengan gerakan lembut.

Alisha tak bisa menahan tawa kecilnya. “Astaga, Zayn… jika seperti ini, wibawamu hilang, tau tidak?”

Zayn menunduk dekat telinganya, berbisik dengan nada rendah, “Biar hilang asalkan hanya di hadapanmu.”

Pipi Alisha semakin panas. Ia menutup wajahnya dengan bantal, tapi tawanya pecah juga. Pijatan itu terlalu nyaman, ditambah sikap Zayn yang seolah-olah berubah jadi pria manja.

“Jangan ketawa begitu, nanti aku berhenti,” ujar Zayn pura-pura cemberut.

Alisha buru-buru menyingkirkan bantal, menatapnya dengan wajah memohon. “Jangan berhenti! Serius, ini enak sekali…”

Zayn pun terkekeh, lalu kembali memanjakan istrinya. Ia menatap punggung Alisha dengan senyum lembut, seolah rasa cintanya kian bertambah setiap detiknya.

Malam itu, wibawa Zayn di mata dunia mungkin tetap tinggi, namun di kamar itu—di sisi Alisha—ia rela melepaskan segalanya hanya untuk menjadi suami yang membuat istrinya nyaman

......

Pijatan itu selesai, Alisha tampak lebih rileks. Ia berbalik posisi, berbaring miring menghadap Zayn. Rambutnya sedikit berantakan, tapi senyumnya hangat. Zayn menarik selimut, menutup tubuh mereka berdua, lalu meraih Alisha ke dalam dekapannya.

Alisha terkesiap sesaat, tapi segera luluh saat merasakan dada bidang Zayn yang hangat menempel di pipinya. Detak jantung pria itu terdengar jelas, membuatnya merasa aman.

“Kau lelah tidak, Zayn?” tanya Alisha pelan, jemarinya tanpa sadar menggenggam kaos pria itu.

Zayn menggeleng kecil, jarinya mengusap punggung Alisha. “Tidak ada kata lelah jika bersamamu.”

Alisha tersenyum tipis, wajahnya merona. Keheningan sejenak mengisi ruangan, hanya suara hujan yang masih tersisa di luar.

Namun tiba-tiba, suara Zayn terdengar lebih serius. “Sebenarnya, aku punya rencana…”

Alisha mendongak sedikit. “Rencana apa?”

Zayn menatap langit-langit sebentar sebelum kembali menunduk pada istrinya. “Aku ingin menjemput ibumu. Aku mau Ibu tinggal di sini, bersama kita. Awalnya kupikir hanya sementara, sampai Bima benar-benar pulih. Tapi… jika beliau mau, aku lebih senang kalau selamanya.”

Mata Alisha langsung membesar, tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. “Kau… serius?”

Zayn mengangguk mantap. “Iya. Kau lebih tenang jika ibumu ada di dekatmu, bukan? Aku juga lebih tenang jika bisa menjaga kalian semua dalam satu atap.”

Air mata Alisha menitik, kali ini bukan karena sakit, melainkan karena terharu. Ia menggenggam tangan Zayn erat. “Aku… aku tidak tahu harus bilang apa. Terima kasih, Zayn.”

Namun nada suara Zayn kembali tegas. “Sayangnya… rencana itu harus kutunda dulu. Situasi sekarang belum aman. Omar dan Lucas tidak bisa diremehkan. Aku tak mau ibumu dalam bahaya jika ikut ke sini sekarang.”

Alisha terdiam, rasa haru bercampur cemas menyelimuti dadanya. Ia tahu apa yang Zayn katakan itu memang benar.

Pria itu menangkup wajah Alisha dengan kedua tangannya, menatap dalam pada mata istrinya. “Tapi percayalah, aku akan selesaikan ini. Aku tidak akan membiarkan mereka menyentuhmu, Bima, apalagi ibumu. Kalian keluargaku sekarang.”

Air mata Alisha makin deras. Ia menempelkan keningnya ke dada Zayn, berbisik nyaris tak terdengar. “Aku percaya padamu.”

Zayn mengecup puncak kepala istrinya lama-lama, seolah ingin meneguhkan janji itu.

Malam itu, mereka berbaring berdampingan dalam pelukan yang hangat. Meski bahaya masih mengintai, hati Alisha jauh lebih tenang—karena ada Zayn yang siap melindunginya dengan segenap jiwa.

1
Lisa
Benar² kejam Omar & Lucas itu..menghilangkan nyawa org dgn seenaknya..pasti Tuhan membls semua perbuatan kalian..utk Alisha & Bima yg kuat & tabah ya..ada Zayn,Juna, Arvin yg selalu ada di samping kalian..
Lisa
Ya Tuhan sembuhkan Ibunya Alisha..nyatakan mujizatMu..
Lisa
Makin seru nih..ayo Zayn serang balik si Omar & Lucas itu..
Lisa
Ceritanya menarik
Lisa
Semangat y Zayn..lawan si Omar & Lucas itu..lindungi Alisha & Bima..
Lisa
Selalu ada pengganggu..ayo Zayn ambil sikap tegas terhadap Clarisa
Lisa
Moga lama² Zayn jatuh cinta pada Alisha..
Lisa
Ceritanya menarik nih..
Lisa
Aku mampir Kak
Stacy Agalia: terimakasiiihh🥰
total 1 replies
Amora
lanjut thor, semangaaatt
Stacy Agalia: terimakasiiiiih🥰
total 1 replies
Stacy Agalia
menarik ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!