Ellena Anasya Dirgantara, putri tunggal keluarga Dirgantara. Tapi karena suatu tragedi kecelakaan yang merenggut nyawa sang ayah, Ellen dan bundanya memutuskan untuk pindah kekampung sang nenek.
Setelah tiga tahun, dan Ellen lulus dari SMA. Ellen dan bundanya memutuskan untuk kembali ke kota. Dimana kehidupan mereka yang sebenarnya sebagai keluarga Dirgantara.
Dirgantara, adalah perusahaan besar yang memiliki banyak anak cabang yang tak kalah sukses nya dari perusahaan pusat.
Kini bunda Dian, orang tua satu-satunya yang dimiliki Ellen, kembali ke perusahaan. Mengambil kembali tongkat kepemimpinan sang suami. Selama tiga tahun ini perusahaan diurus oleh orang kepercayaan keluarga Dirgantara.
Ellen harus rela meninggalkan laki-laki yang selama tiga tahun tinggi didesa menjadi sahabat nya.
Apakah setelah kepindahannya kembali ke kota Ellen akan menemukan laki-laki lain yang mampu mencuri hatinya atau memang sahabat nya lah yang menjadi tambatan hati Ellen yang sebenarnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Air Terjun
Jangan pikir Zean tak punya perasaan kepada Ellen. Siapa pria yang tak jatuh hati pada cewek seperti Ellen. Dia cantik, baik, anaknya periang, dan satu hal yang paling penting, dia berasal dari keluarga kaya raya, tapi sedikitpun tak ada sifat sombong di diri nya dan itu poin penting kenapa Zean bisa menyukai Ellen.
Tapi, apa boleh dikata. Status keluarga mereka yang jauh berbeda membuat Zean mengubur perasaan itu dalam-dalam. Zean sadar diri, dia dan Ellen tak mungkin bersatu.
Dan kenapa Zean memutuskan untuk pacaran dengan Embun? Biarlah Zean sendiri yang tau alasan itu.
Selama Ellen berada di desa, diam-diam Zean selalu memperhatikan nya. Waktu dua hari sangat singkat, dan entah kapan lagi mereka akan bertemu. Dan Zean sadar pasti setelah ini Ellen tak akan seintens dulu mengabari nya. Dan resiko itu sudah menjadi dugaan nya dari awal.
Seperti sekarang, diam-diam Zean mengikuti Ellen dan teman-temannya yang berencana akan pergi ke air mancur, seperti yang sudah mereka rencanakan tadi.
"Melihat kamu tersenyum lepas kek gitu aja aku udah bahagia banget Len. Jangan pernah hilangkan senyum itu dari bibir kamu ya." Batin Zean.
Zean tak mengikuti sampai ke air terjun karena kalau sampai sana pasti dia akan ketahuan oleh Ellen dan teman-temannya, dan juga Zean harus mengajar anak-anak les.
*
"Capek banget guee...." Keluh Zelin, berjalan memegangi lututnya karena capek.
"Baru setengah jam loh, lo udah capek. Lemah banget." Ucap Laura.
"Emang lo nggak capek?."
"Capek sih." Laura cengengesan.
"Lihat itu masih capek nggak?." Ucap Ellen. Sekarang mereka berdiri diatas bukit kecil yang dibawah nya membentang sawah hijau yang sangat luas.
Zelin menoleh kearah yang Ellen tunjuk. Melihat keindahan itu, matanya membola dan bibirnya menganga, sangat indah sekali ciptaan Tuhan. "Indah banget Len."
"Apa gue bilang, sepanjang perjalanan kita akan disuguhi pemandangan yang indah. Makanya jangan kebanyakan ngeluh." Ucap Ellen.
"Jadi tiga tahun kemaren lo tinggal disini Len?." Tanya Arga, yang terus terfokus pada keindahan itu.
"Iya kak. Awalnya ekspresi gue sama kek kalian. Rasanya emang nggak bosen-bosen disini."
"Andai aja jarak kesini dari Jakarta dekat, pasti setiap hari gue kesini." Ucap Naren. Dia mulai memotret pemandangan itu dengan kamera nya.
"Tiap hari pasti bosen juga lah kak."
"Gue sih pasti nggak bosen Len." Ucap Naren.
"Gimana, suka nggak?." Tanya Ellen, menyenggol lengan Arvan yang berdiri tepat di sebelah nya.
"Ciptaan Tuhan emang nggak pernah gagal. Indah banget, gue suka." Ucap Arvan.
Setelah puas mengangumi pemandangan itu dan tak lupa mengambil foto, mereka melanjutkan perjalanan.
Benar kata Ellen, jalan ke air terjun itu mereka melewati pematang sawah. Sesekali menyapa para petani yang sedang menggarap sawah mereka. Setiap momen tak luput dari jepretan Naren.
Benar-benar tak terasa akhirnya mereka mendengar gemuruh air terjun nya. "Udah dekat, air nya udah kedengeran." Ucap Laura excited.
"Gue duluan." Naren tak mau kalah, dia berlari duluan.
"Tunggu woi." Arga menyusul.
"Mandi mandi...." Zelin juga ikut berlari. Beruntung aliran air menuju air terjun itu tak banyak bebatuan besar nya. Jadi cukup memudahkan mereka sampai disana.
"Gue ikuuut." Laura tak mau kalah.
"Lo nggak ikutan lari juga?." Tanya Ellen kepada Arvan, karena yang tinggal hanya mereka berdua.
"Nggak lah. Ngapain? Jalan santai juga pasti nyampe. Nggak bakal lari juga kan air terjun nya." Ucap Arvan. Tetap stay karakter ya Van.
Ellen dan Arvan hanya berjalan santai, tak ikut lari seperti yang lain.
Begitu sampai, mereka sudah mendapati empat orang itu sudah berendam duluan kedalam air.
Bahkan Naren memanjat batu yang berada tepat dibawah air terjun nya. Bergaya seperti orang yang sedang bertapa. "Ga, foto gue buruan." Teriak Naren, karena suara mereka kalah besarnya dengan suara air.
Beruntung kamera Naren tahan air, jadi kalaupun terjatuh atau terkena cipratan air tak akan rusak.
"Mau juga dong." Zelin ikutan memanjat kebatu yang sama. Berpose dengan gaya apapun.
Intinya dimana saja spot foto yang bagus, mereka akan berfoto.
Jangan bilang Arvan tak ikut mandi. Sekarang saja tuh manusia kulkas sudah berada didalam air.
"Mau ngerjain Naren nggak?." Tanya Arga, mendekati Arvan.
"Siapa takut. Kita bawa dia keatas batu itu, habis itu lempar kedalam air." Ada saja ide jahil Arvan.
Dengan bekerja sama, Arga dan Arvan sudah mengangkat tubuh Naren keatas sebuah batu, dari atas sana mereka lempar Naren kebawah. Tenang yaa, mereka sudah memikirkan segala resiko nya. Sebelum melancarkan aksi jahil nya, Arga dan Arvan sudah memastikan terlebih dulu keamanan Naren yang akan mereka lempar.
Tiga cewek itu ikut tertawa melihat tingkah cowok-cowok itu. Bahkan, mereka tak melihat Arvan yang biasanya, yang lebih banyak diam dibanding kedua temannya. Arvan disini lebih banyak tersenyum dan tertawa lepas.
"Lucu juga ya ternyata mereka." Ucap Laura. Mereka sudah menepi dan duduk diatas sebuah batu.
"Iyaa, kak Arvan yang biasanya irit banget senyum, bahkan sekarang dia tertawa selepas itu." Ucap Ellen. Dia dari tadi memperhatikan Arvan.
"Itu tandanya mereka menikmati liburan kita." Ucap Zelin.
"Ternyata mereka asik juga ya. Nggak seperti image yang beredar di kampus." Ucap Laura.
"Kita nggak boleh men judge orang sebelum mengenal nya." Ucap Ellen.
"Kek lo sama kak Arvan gitu?." Ledek Zelin.
"Apaan sih, nggak jelas lo."
"Kali ini gue serius Len. Lo nggak suka gitu sama kak Arvan?." Tanya Zelin.
"Nggak Zel, nggak."
"Padahal ganteng loh."
"Ya kalau ganteng kenapa?."
"Sayang aja gitu, kalau nggak dimiliki."
"Ellen itu lagi di fase galau. Karena cowok inceran nya ternyata udah punya pacar. Jadi jangan lo sodorin cowok lain dulu deh." Ucap Laura.
"Ya karena itu Laura, cara satu-satunya supaya Ellen bisa lupain Zean, dia harus cari cowok lain."
"Dengan cara jadiin tuh cowok pelarian gitu? Gue nggak sejahat itu ya Zel." Ucap Ellen.
"Wait, sekarang itu nggak penting. Ada yang lebih penting dari itu." Tiba-tiba Laura memotong pembahasan mereka tentang Ellen dan Arvan.
"Apa? Apa yang lebih penting dari Ellen dan kak Arvan?." Tanya Zelin si ratu kepo.
"Gue ditembak cowok." Ucap Laura.
"What?." Ellen dan Zelin kompak kaget. Bahkan suara mereka terdengar oleh para cowok yang masih asik main air.
"Jangan kenceng-kenceng suara kalian."
"Ya habis nya, kita syok. Lo nggak pernah cerita kalau lagi dekat sama cowok, tiba-tiba aja di tembak." Ucap Zelin.
"Tau nih Laura. Nggak cerita-cerita sama kita." Ucap Ellen.
"Bukan gitu guys. Gue mau cerita, tapi belum nemu momen nya. Lagian dia baru deketin gue kok, tiba-tiba aja udah nembak."
"Itu nggak penting. Siapa orang nya? Kita kenal nggak? Ganteng nggak?." Tanya Zelin.
"Ganteng bisa jadi nomer sekian, dia baik nggak?." Tanya Ellen.
"Kalian kenal kok. Orang nya juga ada disini."
Zelin dan Ellen kompak menoleh kearah tiga laki-laki itu yang sekarang sedang asik main gendong-gendongan didalam air. Karena cuma mereka laki-laki disana.
"Kak Naren?." Ucap Zelin dan Ellen kompak. Karena diantara tiga laki-laki itu cuma Naren yang memiliki kemungkinan nembak Laura, karena cuma dia yang suka tebar pesona sana sini.
"Ya nggak lah. Gue juga mikir-mikir kali kalau kak Naren yang deketin."
"Trus kak Arvan?." Tanya Ellen.
"Yaa kali kulkas sepuluh pintu itu yang deketin gue."
"Fiks, kak Arga." Ucap Zelin.
"Seriusan kak Arga, Lau?." Tanya Ellen memastikan, lalu dijawab anggukan kepala oleh Laura.
"Iyaa kak Arga. Gue bingung, takut juga." Ucap Ellen.
"Takut kenapa? Gue liat-liat kak Arga baik kok. Nggak playboy kek kak Naren." Ucap Ellen.
"Bener kata Ellen. Diantara mereka cuma kak Arga yang agak normal."
"Jadi menurut lo kak Arvan sama kak Naren nggak normal gitu." Tanya Laura.
"Bukan gitu Laura sayang. Lo lihat aja sendiri, yang satu playboy, yang satu anti sama cewek." Ucap Zelin.
"Jadi gimana dong, gue terima atau nggak." Tanya Laura.
"Perasaan lo ke dia gimana? Suka juga nggak?." Tanya Ellen.
"Jujur sih gue juga suka. Gue juga nyaman kok sama dia. Ngobrol nya juga nyambung." Jawab Laura.
"Ya udah, terima aja tunggu apa lagi coba." Ucap Zelin. "Atau perlu gue panggilin kak Arga sekarang."
"Jangan lah bego. Malu gue." Ucap Laura.
"Trus, kapan lo mau jawab." Tanya Zelin.
"Nanti lah, cari momen yang pas."
"Kasih tau kita ya kalau udah jadian." Ucap Ellen.
"Pasti lah, kalian berdua orang pertama yang bakal gue kasih tau."