Kata siapa skripsi membuat mahasiswa stres? Bagi Aluna justru skripsi membawa banyak pelajaran berharga dalam hidup sebelum menjalani kehidupan yang sesungguhnya. Mengambil tema tentang trend childfree membuat Aluna sadar pentingnya financial sebelum menjalankan sebuah pernikahan, dan pada akhirnya hasil penelitian skripsi Aluna mempengaruhi pola pikirnya dalam menentukan siapa calon suaminya nanti. Ikuti kisah Aluna dalam mengerjakan tugas akhir kuliahnya. Semoga suka 🤩🤩🤩.
Happy Reading
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ANAK PAPA
Lumayan dua minggu longgar, Aluna sejak pagi sudah berkutat di dapur bersama sang mama. Masak dan urusan cucian, Bintang sudah menyapu juga, tinggal sang papa yang bagian cucian nanti. Pagi ini mama Arimbi masak sayur sop, perkedel daging, dan juga ayam ukep goreng, plus sambal kecap. Jam 6 teng semua masakan tersaji dengan rapi di meja makan, karena Bintang masih masuk jam setengah 8, jadi mama masak selalu pagi untuk sarapan. Sedangkan makan siang, Bintang ikut catering sekolah.
"Anak papa yang masak?" tanya Sabda saat mampir ke dapur, sebelum ambil keranjang cucian.
"Istri papa dong," sahut Aluna sembari menunjuk sang mama yang masih menuang air hangat ke dalam masing-masing gelas.
"Aluna bagian perkedel, Pa!" ucap mama kemudian memanggil Bintang untuk segera turun.
"Dia itu bayi banget ya, Ma. Masa' urusan makan aja nunggu diteriakin mama dulu," omel Aluna memancing perkara di pagi hari.
"Baru saja libur, udah cerewet banget. Kasihan suami dan anak lo, Mbak. Ngomel mulu," sahut Bintang yang sedang memasang dasi.
"Cewek kalau gak cerewet bukan cewek kali," balas Aluna mulai menyendokkan nasi. Sabda pun menegur putri dan putranya untuk tidak bertengkar, segera makan saja.
Meski atlet dan juga sudah tinggi banget, tetap saja Sabda mengantar Bintang, rutinitas antar jemput sampai SMA begini dilakukan Sabda sejak Aluna sekolah. Bagi Sabda, moment antar jemput anak sekolah itu termasuk golden moment bagi Sabda, karena ia tak punya memori untuk itu. Ia tak mau mengulang masa kecilnya, pada kedua anaknya, baik Bintang dan Aluna tak pernah protes. Toh teman-temannya juga ada yang seperti mereka.
"Aku ikut, Pa!" ujar Aluna mengejar sang papa yang sudah meluncur ke halaman rumah, mobil sudah dipanaskan, Bintang sedang memakai sepatu.
"Ngapain sih, gue bukan anak TK!" omel Bintang, namun Aluna tak peduli, ia langsung masuk ke jok kursi depan. Bintang bisa apa selain mengalah pada tuan putrinya tuan Sabda itu. Selama di dalam mobil, perdebatan kembali terjadi saat Bintang minta uang saku pada Aluna, padahal Aluna tahu sendiri, tuh bocah sudah mendapat uang saku dari papa.
"Gue gak bawa duit!" ujar Aluna sewot, Sabda tertawa saja dengan tingkah mereka.
"Pelit lo!" Bintang pun keluar mobil setelah salim ke sang papa. Sedangkan Aluna menurunkan kaca jendela mobil dan menyuruh Bintang untuk salim padanya. Memang salim, tapi ujung-ujungnya jari tengah muncul setelah Bintang melepas tangan sang kakak. Aluna ngomel, dan kaca langsung ditutup oleh papa, keburu sang putri mengomel.
"Pa, papa pernah gak sih bosan sama rutinitas begini?" tanya Aluna saat pulang, hendak menjemput mama yang mau ke toko.
"Enggak!"
"Kok bisa sih?"
"Ya kan hidup papa cuma punya berkutat sama kalian. Mau cari apa lagi?" ujar Sabda seperti biasa tanpa ekspresi namun sangat terlihat family man banget.
"Waktu KKN, aku tuh sering cerita sama anak-anak, Pa. Mereka heran aja kalau aku dihubungi mama, chat sama papa, Bintang, mereka bilang kita kompak banget, dan ternyata mereka tak punya hubungan sedekat kita."
Sabda tersenyum saja, dan mengusap kepala sang putri. "Ya kan beda keluarga beda hubungannya, Sayang!"
"Iya memang, cuma yang belum bisa masuk otak Aluna tuh, kalau orang tua gak perhatian sama anaknya begitu. Hanya kasih duit aja, ya mungkin mereka merasa duit bisa membahagiakan anak."
"Ya emang kenyataannya begitu, Lun. Mama dan papa pun berusaha agar kamu dan Bintang tak pernah kekurangan apapun, karena tidak ada orang tua yang mau melihat anaknya menderita atau kekurangan."
"Cuma kan tetap saja butuh perhatian ke anak, Pa."
"Percayalah, tiap orang tua pasti mengusahakan terbaik untuk anak-anaknya. Orang luar mungkin berpikir seperti kamu, tapi jangan salah doa dari orang tua selalu menyertai jalannya hidup teman kamu itu."
"Ya paham, Pa. Setiap orang tua pasti memberikan terbaik sama anak. Hanya saja temanku tuh mengeluh gak diperhatikan sama kedua orang tuanya layaknya Aluna. Bahkan ada kok selama 40 hari KKN gak dichat orang tuanya," ucap Aluna yang ingat cerita Zainab, salah satu teman KKN yang rumahnya luar pulau Jawa.
"Karakter orang tua berbeda Sayang. Ada yang diam saja, ada yang ekspresif kayak mama. Selagi anak masih dicukupi kebutuhannya, selagi anak masih didoakan, percayalah orang tua sedang memperjuangkan mimpi anak-anak mereka agar lebih baik. Jadi sebagai anak, jangan hanya mengeluh, tapi belajar menghargai karakter orang tua itu sendiri."
"Papa bijak banget. Emang benar sih, kadang kita sebagai anak sukanya menuntut tanpa tahu jungkir baliknya orang tua. Pasti orang tua tahu prioritas yang terbaik untuk anak mereka."
"Nah tuh tahu. Apalagi kamu anak psikologi kan ya, tentu timbal balik sikap seseorang akan berpengaruh pada keputusan apa yang akan diambil. Kalau orangnya berpikir jauh tentu tidak akan memikirkan dirinya sendiri, tapi memikirkan efek yang ditimbulkan untuk orang lain. Baik buruknya juga. Harus bijak di semua kondisi."
"Kadang Aluna berpikir, Pa. Ujian Aluna nanti apa? Sedangkan hidup Aluna lempeng aja begini. Punya mama dan papa super baik dan perhatian, Alhamdulillah sudah penghasilan dan bukan perintis amat. Belum siap saja Aluna kalau mendapat cobaan nanti."
"Gak usah insecure begitu. Hidup kalau dipikirkan terlalu berat juga kita capek sendiri, Mbak. Jalani saja apa adanya, kita sebagai manusia tugasnya cuma berusaha dan berdoa saja. Urusan ketentuan Allah tak perlu dipikirkan berlebihan, nanti malah overthinking. Kalau kita baik, alam juga membalas kita baik. Oleh sebab itu jaga lisan, jaga hati, dan jaga sikap di mana pun berada."
"Aluna bahkan berpikir nanti suami Aluna kayak papa gak ya?" Sabda tertawa mendengar curhatan sang putri.
"Bisa lah. Mama dan papa juga bisa, kamu pasti bisa."
"Mama dan papa satu frekuensi, pantas bisa."
"Ya ciptakon dong pasangan yang satu frekuensi. Tapi nanti. Gak usah coba-coba sekarang. Kuliah yang benar dulu."
"Beres, Pa. Lagian anak papa juga belum kepikiran punya pasangan."
"Pesan papa, jangan pernah mematok kriteria tertentu pada pasangan kamu. Selagi hati nurani kamu klik, maka akan baik. Pondasi terkuat dalam rumah tangga itu memegang komitmen dan komunikasi satu sama lain."
"Tapi kan seiman itu pasti, Pa."
"Ya seiman itu gak masuk kriteria, Nak. Sudah wajib itu." Aluna tertawa mendengar komentar papa. Mereka sudah sampai rumah, mama sudah menunggu untuk diantar ke toko. Aluna kembali ikut, tapi mengambil perkakas aksesoris dulu biar bisa di toko lama nanti. Sekalian bikin aksesoris, siapa tahu ada pelanggan toko mama yang berniat beli aksesorisnya. Nebeng di toko mama tak apa kan.
semangat bikin esmosi suami🤭
yuk ahh,,, semangatin kk authornya. semangatttt ya kakkk...
semoga smakin bnyk yg baca,suport dan doanya tuk kk author... ❤️
ini kok jejak nya mm papa y
sma2 dl pr3sentasi bareng dkira msh single eh taunya sdh ada yg mmlki tampan dan cantik