NovelToon NovelToon
Tangisan Di Malam Pertama

Tangisan Di Malam Pertama

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang / Beda Usia
Popularitas:7.9k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

Naia Seora 25 tahun, pengantin baru yang percaya pada cinta, terbangun dari mimpi buruk ke dalam kenyataan yang jauh lebih mengerikan yaitu malam pertamanya bersama suami, Aryasatya, berakhir dengan pengkhianatan.


Naia dijual kepada pria bernama Atharva Aldric Dirgantara seharga dua miliar. Terseret ke dunia baru penuh keangkuhan, ancaman, dan kekerasan psikologis, Naia harus menghadapi kenyataan bahwa kebebasan, harga diri, dan masa depannya dipertaruhkan.


Dengan hati hancur namun tekad menyala, ia bersumpah tidak akan menyerah meski hidupnya berubah menjadi neraka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 23

Betapa bahagianya Naia karena dalam keadaan terjepit, ia justru dipertemukan kembali dengan sahabat lamanya, Galuh, teman sepermainan sejak kecil di kampung halamannya.

Kini Galuh tinggal menetap di Pangalengan, Bandung, setelah menikah.

“Ya Allah, lancarkanlah segalanya, semoga di tempat baru ini aku dan calon anakku bisa hidup bahagia, jauh dari bayang-bayang dan gangguan Arya, mantan suamiku, sekaligus papa dari calon anakku dan juga jauh dari segala luka yang pernah kualami bersama Tuan Muda Atharva. Aku ingin memulai semuanya dari awal, ya Rabb,” doa Naia lirih dalam hati.

Di rumah yang tak sederhana milik Rasyid suaminya Galuh, sahabat lamanya itu langsung menyambut dengan pelukan erat dan hangat penuh haru.

“Naia akhirnya kita ketemu lagi,” ucap Galuh dengan mata berkaca-kaca karena hampir tujuh tahun tak bertemu sejak mereka tamat SMA dengan kesibukan masing-masing.

Naia pun tak kuasa menahan air matanya. “Aku kangen banget sama kamu, Galuh. Rasanya sudah lama sekali sejak terakhir kita bertemu waktu lebaran di Surabaya itupun sudah sangat lama.” ucapnya.

Rasyid, suami Galuh yang seorang guru SD, ikut tersenyum ramah. “Di sini anggap saja rumah sendiri, Naia. Jangan sungkan apalagi mau berfikir ahh ini rumahnya teman sehingga kamu enggan untuk berbicara.”

Naia menatap keduanya penuh haru. Ia mengusap lembut perutnya yang mulai membuncit sambil tersenyum tipis.

“Aku bersyukur sekali Allah masih kasih aku kesempatan untuk bertahan. Galuh, Mas Ras… aku berharap di sini aku benar-benar memulai hidup baru. Aku ingin anakku lahir di lingkungan yang tenang, jauh dari ketakutan dan kecemasan dari masa lalu. Aku ingin dia merasakan kasih sayang, bukan pertengkaran. Aku ingin belajar berdiri di atas kakiku sendiri, meski harus sederhana dan berjuang dari awal asalkan penuh berkah.”

Air matanya menetes, namun kali ini bercampur harapan dan tekad kuat untuk menjalani sisa harinya dengan penuh kebahagiaan.

“Aku nggak mau lagi terikat pada masa lalu. Di sini, aku ingin belajar jadi ibu yang kuat. Doakan aku bisa menjalani semuanya, ya.” ujarnya.

Galuh menggenggam tangan Naia erat, memberikan kekuatan.

“Insya Allah, Naia. Di sini kamu nggak sendirian lagi. Ada aku dan Mas Rasyid.” tukasnya Galuh.

Malam itu, mereka makan bersama di ruang makan kecil tapi cukup tertata rapi dan modern dengan kehangatan kekeluargaan.

Kedua anak Galuh duduk di sampingnya yaitu Masitah dan Bilal dan keduanya sesekali tertawa kecil mendengar obrolan orang dewasa.

Setelah hidangan sederhana habis, Naia pun memberanikan diri membuka pembicaraan.

“Mas Rasyid,” ucap Naia pelan sambil menunduk sebentar, lalu menatap penuh harap, “kalau tidak merepotkan, bolehkah Mas bantu carikan rumah sederhana yang letaknya strategis dan aman? Aku ingin mulai hidup baru di sini. Aku juga berencana membuka usaha peternakan sekaligus perkebunan. Sepertinya daerah ini sangat cocok dan aku punya sedikit pengalaman beternak dari tempat orang tua angkatku dulu.”

Galuh memegang tangan Naia erat. “Insya Allah, Naia. Kami akan bantu semampunya. Kamu nggak sendirian ada kami yang akan selalu berusaha membantumu.”

Naia tersenyum simpul, lalu menatap ke luar jendela, ke arah bukit hijau yang samar terlihat dalam gelap malam.

Dalam hatinya ia berkata, “Kayaknya di sini memang bagus untuk membuka usaha peternakan dan perkebunan. Semoga modal dari hasil jual kalung itu bisa bermanfaat untuk masa depan calon anakku.”

Rasyid mengangguk mantap. “Besok kita bisa keliling lihat-lihat lahan dan rumah. Di sekitar sini ada beberapa petani dan peternak yang mungkin mau menjual atau menyewakan tanahnya. Semoga cocok buatmu.”

“Terima kasih banyak, Mas… Galuh,” ucap Naia dengan suara lirih.

“Kalian benar-benar jadi penolongku. Semoga Allah balas kebaikan kalian, amin ya rabbal alamin,” imbuhnya.

Malam itu, meski hatinya masih dipenuhi luka masa lalu, Naia merasa setitik harapan mulai tumbuh.

Dia yakin, di Pangalengan, ia bisa menata kembali hidupnya bersama sang calon buah hati mengingat dia hanya sebatang kara selama kedua orang tuanya meninggal dunia beberapa bulan lalu.

Beberapa hari kemudian, hati Naia dipenuhi rasa syukur yang tak henti-hentinya.

Berkat bantuan Galuh dan Rasyid, ia akhirnya bisa membeli sebuah rumah sederhana namun nyaman di pinggiran Pangalengan, rumah yang baru dibangun oleh salah satu juragan tanah di sana.

Selain itu, ia juga memperoleh beberapa bidang lahan yang rencananya sebagian untuk peternakan, sebagian lagi untuk perkebunan teh dan sayur mayur, bahkan ada sebidang sawah yang ikut dijual oleh warga setempat.

Naia berencana untuk memberdayakan warga sekitar dan membuka lapangan pekerjaan. Dengan bermodal pengalamannya selama ini sebagai pegawai toko swalayan di Surabaya, memiliki modal yang cukup banyak dari penjualan gelang, kalung berliontinkan berlian yang cukup mahal mahar dari Atharva Aldric Dirgantara.

Yang membuatnya semakin tenang, karena Rasyid mengenalkan Naia pada beberapa keluarga jauhnya yang sudah lama berkecimpung dalam dunia pertanian dan peternakan.

Mereka adalah Pak Budi yang ahli mengurus sapi, Pak Jaya yang terbiasa merawat sawah, Bu Halimah yang telaten mengurus kebun sayur, serta Damar, pemuda cekatan yang menguasai banyak hal di lapangan.

Naia merasa sangatlah beruntung bisa mendapatkan orang-orang yang bukan hanya terampil, tapi juga bisa dipercaya dan tentunya amanah.

Dengan penuh kesabaran, Rasyid pun mendampingi Naia mengurus berbagai dokumen penting dari pembuatan KTP domisili baru, hingga surat administrasi agar ia resmi menetap di daerah itu.

Untungnya, saat kabur dari hotel malam pernikahannya dulu, Naia sempat menyelamatkan buku nikahnya dengan Atharva.

Hal itu setidaknya memudahkan urusan administratifnya sebagai seorang istri sah, meski dalam hati, status itu masih menyisakan luka dan kebingungan.

Hari itu, rumah barunya sudah mulai ditata. Beberapa perabotan sederhana telah diangkut ke dalam rumah.

Galuh dan Bu Halimah sibuk mengatur dapur, sementara Pak Budi dan Damar membantu memasang lemari serta meja kursi di ruang tamu.

Naia berdiri di tengah ruangan, matanya berkaca-kaca melihat rumah yang akan menjadi tempat ia memulai lembaran baru.

“Makasih banyak, Galuh… Mas Rasyid…” ucap Naia lirih, suaranya bergetar penuh rasa haru. “Kalau bukan karena kalian, mungkin aku nggak akan bisa sampai di titik ini.”

Galuh menghampiri, memeluk Naia erat. “Jangan begitu, Naia. Kamu sudah berjuang sejauh ini. Kami cuma membantu sedikit. Yang terpenting, kamu sekarang punya semangat baru untuk hidup dan kamu adalah sahabat terbaikku dahulu kamu selalu membantuku jadi saatnya berikan waktu kepadaku untuk balas budi.”

Rasyid ikut tersenyum hangat sambil menepuk bahu Naia. “Betul. Jangan merasa sendirian lagi, Naia. Di sini ada kami, ada keluarga besar kami, dan ada Allah yang selalu jaga kamu. Fokus saja bangun usaha dan bahagiakan calon anakmu.”

Naia menatap mereka dengan mata berkaca, lalu mengusap perutnya yang masih datar. Senyum tipis muncul di wajahnya.

“Ya Allah, terima kasih sudah mengirimkan orang-orang baik di sekelilingku. Semoga ini benar-benar jadi awal yang baru untukku dan anakku kelak.”

Hari itu, dengan penuh rasa syukur, Naia resmi menempati rumah barunya. Untuk pertama kalinya setelah lama terombang-ambing, ia merasakan sebuah tempat yang pantas ia sebut “rumah.”

Sore itu, setelah Galuh dan Rasyid pulang, Naia masih sibuk di dapur menyiapkan makan malam sederhana karena belum sempat ke kota kabupaten untuk berbelanja.

Bu Halimah yang sedari tadi membantunya tampak lincah mengupas sayuran sambil sesekali melempar senyum hangat.

“Bu Halimah, bagaimana kalau Ibu tinggal di sini saja? Saya bisa kasih tambahan gaji, selain tugas Ibu mengurus kebun sayur. Biar lebih enak, nggak capek bolak-balik setiap hari,” ucap Naia sambil menaruh bumbu ke dalam wajan.

Wajah Bu Halimah seketika berbinar gembira karena mendapatkan tawaran yang sangat menguntungkan baginya yang memang tidak memiliki rumah pribadi.

“Alhamdulillah… makasih banyak, Mbak. Rasanya kayak mimpi, akhirnya saya bisa punya tempat tinggal yang layak. Selama ini numpang di rumah saudara, kadang rasanya nggak enak hati. Lagipula, kalau tinggal di sini kan lebih dekat sama kebun.” Suaranya bergetar, mata tuanya sedikit berkaca-kaca.

Naia tersenyum lembut, lalu menoleh. “Saya juga senang, Bu. Kalau Ibu betah, saya merasa tenang. Oh iya, kalau bisa, tolong bantu saya carikan beberapa perempuan yang mau ikut kerja di kebun. Kalau hanya Ibu seorang, pasti berat. Saya memang niat turun tangan juga, tapi tetap saja butuh banyak tenaga.”

Bu Halimah mengangguk mantap. “Insya Allah, Mbak. Saya ada beberapa kenalan janda dan ibu-ibu di kampung sebelah. Mereka rajin, biasa kerja di ladang. Saya yakin kalau diajak, mereka mau.”

“Wah, bagus sekali kalau begitu. Nanti kita bisa buat kebun ini lebih teratur, siapa tahu hasil panennya juga bisa cepat dijual,” balas Naia sambil mencicipi kuah sayurnya.

Bu Halimah menatap Naia dengan kagum. “Mbak ini masih muda, tapi pikirannya luas. Jarang ada orang yang baru datang langsung mikir begini, ibu berharap semoga usahanya berkah, ya.”

Naia menunduk pelan, hatinya berdesir oleh rasa syukur. “Aamiin… doakan saya, Bu. Saya ingin anak saya nanti lahir dalam keadaan tenang, punya tempat yang layak dan bisa merasakan hidup yang lebih baik.”

Suasana dapur sore itu pun terasa hangat, dipenuhi aroma masakan dan harapan baru yang tumbuh di hati mereka berdua.

1
Isma Isma
baguss Leni kasih tau niaa biar Ndak timbul masalah baruu 🥰🥰🥰🥰
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: kan bagus kalau banyak fans 🤭🤣
total 1 replies
Hana Ariska
gak sabar nunggu kelanjutan nya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: Alhamdulillah makasih banyak.. insya Allah besok double update
total 1 replies
Milla
Pasti nyaaa anak buah tuan muda arthava 🤭 semangat up thorrr🙏🌹
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: Belum tentu 🤭🤣
total 1 replies
Hijriah ju ju
sangat bagus menghibur
Marlina Taufik
seru ni di tunngu lanjut y
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak kak 🙏🏻🥰

insha Allah besok lanjut soalnya kalau malam mau jualan dulu cari tambahan penghasilan meski dikit ☺️🤗🙏🏻
total 1 replies
Milla
Lanjutt thorrr💪🌹
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: insha Allah besok kakak 🙏🏻🥰
total 1 replies
Hijriah ju ju
sungguh miris kisah hidupmu
Rahmi Jo
kenapa nggak dibantu??
Hijriah ju ju
najong loh Arya
Rahmi Jo
kok bisa dahulu bisa jatuh cinta??
Hijriah ju ju
wajar dikasari
Uba Muhammad Al-varo
semoga semua usaha kamu berhasil Naia dan kamu bisa bangkit sementara Artharva menjalani kesembuhan, sebenarnya Artharva orang nya baik tapi caranya salah besar membuat Naia menderita dan kau Arya tunggu detik2 kehancuran mu
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: oh ho siap
total 3 replies
Uba Muhammad Al-varo
sungguh memilukan hidup mu Naia, semoga ditempat baru nanti hidup mu akan bahagia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: amin ya rabbal alamin
total 1 replies
Uba Muhammad Al-varo
ayo Naia pergi dari kampung mu,cari daerah/tempat untuk menata hidup mu lebih baik lagi dan bikinlah hidup mu dan anakmu kuat,agar bisa membalas semua perbuatannya si Arya
Uba Muhammad Al-varo
kenapa kejadian tragis hanya terjadi pada Artahrva seharusnya terjadi juga pada si Arya keparat
Siti Aminah
ceritanya bagus
AsyifaA.Khan⨀⃝⃟⃞☯🎯™
semoga bahagia
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: amin ya rabbal alamin
total 1 replies
Ana Natsir
setuju
Ana Natsir
semoga nggak gila
Ana Natsir
sedih jdi mewek
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!