Leon, pria yang ku cintai selama 7 tahun tega mengkhianati Yola demi sekertaris bernama Erlin, Yola merasa terpukul melihat tingkah laku suamiku, aku merasa betapa jahatnya suamiku padaku, sampai akhirnya ku memilih untuk mengiklaskan pernikahan kita, tetapi suamiku tidak ingin berpisah bagaimana pilihanku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScarletWrittes, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12
“Yola, pagi sayang.”
“Pagi. Itu sarapannya makan. Kalau nggak mau makan juga tidak apa-apa.”
Leon merasa aneh dengan Yola. Tidak biasanya Yola cuek kepada dirinya. Leon mencoba untuk mengecup pipi Yola.
Yola hanya diam, tapi mengusap bekas kecupan Leon. Tidak lama, Leon semakin penasaran dan langsung bertanya kepada Yola.
“Sayang, aku ada salah apa-apa?”
“Gak ada. Emang merasa ada salah? Kalau nggak ada salah, kenapa harus merasa aneh banget.”
Yola tetap lanjut makan dan tidak peduli sama Leon. Tapi Leon malah kangen dengan bawelnya Yola kepadanya.
Yola hanya melihat video di handphonenya yang bisa membuat dirinya ketawa, tapi Yola tidak berkata apa-apa. Leon terus menatap Yola.
“Kamu nggak berangkat kerja? Sudah mau telat, loh. Berangkat gih.”
Yola hanya diam saja dan pergi bersiap-siap. Leon bingung mau ke mana Yola pergi, lalu Leon menghadang Yola.
“Kamu mau ke mana?”
“Aku mau pergi ke toko butik aku sama toko kue, emang kenapa?”
“Ha? Sejak kapan kamu punya toko butik dan toko kue?”
“Loh, aku sudah ada dan jalanin kali. Selama nikah sama kamu kan nggak semuanya harus aku kasih tahu. Kamu aja nggak mau tahu tentang kehidupan aku, untuk apa aku cerita.”
Leon yang mendengar itu hanya diam dan merasa dirinya tidak bisa berkata apa-apa. Tidak lama, Yola pergi dari hadapannya.
“Yaudah aku pergi ya. Sarapan kamu sudah kamu makan. Aku ada bawa bekal juga buat kamu. Bebas sih mau makan atau nggak, itu hak kamu. Kalau bukan hak kamu, aku nggak bisa maksa juga.”
Yola tersenyum dan pergi dari hadapan Leon. Leon merasa ada yang aneh, lalu Leon mengikuti Yola.
Tapi Yola tidak peduli dengan Leon yang mengikutinya. Tidak lama, Leon hanya diam dan berpikir. Ternyata benar, Yola hanya pergi ke toko kue miliknya. Di sana ada seorang nenek yang mau beli kue ulang tahun untuk cucunya.
“Maaf ya, Nek. Uangnya kurang jadi nggak bisa beli kue ini.”
Yola yang mendengar itu langsung menghampiri kasir dan menatap kasir dengan tatapan bengis, seakan dirinya tidak punya hati nurani.
“Ada apa, Dek?”
“Maaf, Bu. Jadi nenek ini ngotot untuk beli kue tersebut, tapi uang nenek nggak cukup. Jadi saya bilang nenek nggak bisa beli kue ini.”
“Nek, kue ini gratis hari ini. Mau ditulis nama siapa, Nek?”
“Makasih ya, Kakak cantik. Tulis nama Leo aja, Happy Birthday Leo.”
Yola mendengarkan apa kata nenek dan menghias sesuai kemauan nenek. Tidak lama, kue itu jadi serta ada lilin kue. Setelah nenek itu pergi, Yola berbicara dengan Adel.
“Adel, sikap kamu sudah benar dan saya nggak bisa marahin kamu. Tapi kalau ada hal itu, alangkah baiknya kamu chat saya. Karena nggak semua hal bisa kamu tolak, paham kan kamu?”
Adel hanya diam dan menurut kepada Yola. Sedangkan Leon yang melihat itu hanya senyum, merasa bangga dengan Yola.
“Tidak nyangka hati Yola baik banget. Aku sudah salah. Mendingan dia... Nggak seharusnya aku nggak pernah sayang sama dia. Kenapa aku tega menduai dia, padahal dia istri yang baik.”
Leon sontak langsung pergi dari hadapan toko kue Yola. Tetapi sesampai di kantor, Leon masih merasa aneh kenapa Yola tiba-tiba memiliki bisnis sendiri.
Seingatnya, Leon tidak pernah memberikan bisnis apa pun kepada Yola. Mungkin dari uang belanja yang pernah Leon kasih ke Yola dulunya. Tetapi kan nggak sebanyak itu, bagaimana cara Yola untuk memulai bisnisnya itu sendiri?
Sekretaris Leon menghampiri Leon dengan mendekap erat dari belakang sambil menutup kedua mata Leon.
Leon merasa kesal dan langsung menepis tangan itu. Sekretarisnya kaget lalu tidak menyangka Leon akan melakukan demikian.
“Kok kamu kasar sih sama aku? Padahal kamu kayaknya dulu nggak pernah kasar sama aku. Apa karena aku cewek murahan ya, jadinya kamu kasar sama aku?”
“Maaf ya, sayang. Aku nggak tahu. Tadi aku lagi kepikiran sesuatu yang membuat aku jengkel, makanya aku jadi nggak nyadar kalau aku nyakitin kamu.”
“Ya nggak apa-apa kok. Emangnya apa sih yang bikin kamu jengkel? Kayaknya tumben banget kamu jengkel. Biasanya kamu selalu bahagia kalau ketemu aku.”
Leon tidak mungkin membicarakan tentang istrinya kepada sekretarisnya. Karena sekretarisnya sangat senang bila Leon akhirnya bisa memutuskan untuk bercerai dari Yola.
Sedangkan dari sisi Leon, ia tidak akan menceraikan Yola begitu saja. Apalagi sekarang Yola sudah menjadi wanita karir yang dewasa. Walau mereka belum dikaruniai anak, tetapi karir Yola adalah masa depan yang baik untuk anak mereka nanti.
“Kok kamu diam aja sih, Leon? Aku lagi bicara lho sama kamu. Dari tadi kamu nggak menganggap aku itu ada ya?”
“Nggak gitu, sayang. Aku lagi mikir nanti kita mau makan apa ya. Kamu lagi mau dinner apa hari ini?”
Seandainya saja Yola tidak menjadi wanita yang membosankan, pasti sekretarisnya ini tidak akan keras kepala seperti sekarang. Tapi apa daya, karena Yola cewek yang membosankan, makanya Leon pun berselingkuh.
Awalnya Leon tidak ada niatan untuk selingkuh. Tetapi melihat sikap Yola yang tidak bisa berbuat apa-apa seperti orang tak berguna, akhirnya dirinya memilih cara jitu, yaitu dengan selingkuh.
“Aku mah makan apa aja sih, asal sama kamu. Emang kamu mau makan apa?”
“Aku hari ini mau nginep di rumah kamu, boleh nggak?”
Leon yang mendengar sekretarisnya berkata demikian membuatnya kaget sampai tidak bisa berkata apa-apa.
“Ya nggak bisa dong. Kan ada istri aku. Kalau istri aku tahu gimana nanti? Kalau hubungan kita semakin jauh gimana? Emang kamu mau hubungan kita jauh?”
“Kenapa sih kamu harus takut banget sama istri kamu itu? Emangnya kamu nggak bisa gitu untuk menjadi pria yang adil? Maksud aku, kayak kamu ceraiin dia aja. Kan kamu juga sama aku udah hubungannya serius. Kalau kamu maunya sama aku sama dia juga, kayak gimana? Kamu mau istrinya dua? Aku sih nggak mau ya diduain.”
“Bukannya sekarang kamu juga udah terasa kayak diduain, ya? Lagian, kamu kenapa sih harus banget menjadi yang satu-satunya? Lagian kan kamu tahu kalau aku itu prianya nggak pernah cukup untuk satu wanita, dan aku itu cepat bosan.”
Plak!
Tamparan keras melayang di wajah Leon, yang hanya membuat Leon smirk tanpa kata.
“Berani banget kau bicara begitu sama aku! Kalau seandainya aku hamilin anak kamu dan kamu bicara depan anak kamu seperti itu, ya aku nggak bakal segan-segan untuk nampar kamu untuk kesekian kalinya.”
“Emang kamu kira aku takut kamu nampar aku? Aku mah nggak bakal takut kamu nampar aku, karena aku tahu aku itu banyak yang suka. Kalau kamu mah emang nggak ada, kan?”
“Kalau andai aku nggak sama kamu pun, ya aku yakin aku juga ada cowok yang suka sama aku. Dan asal kamu tahu ya, istri kamu itu cantik. Dia itu nggak mungkin nggak ada pria yang nggak suka sama dia. Apalagi dia pintar cari duit.”
Leon merasa kaget kenapa sekretarisnya tahu bila Yola memiliki usaha yang baik. Sedangkan Leon, sebagai sang suami, tidak tahu kalau Yola memiliki usaha yang bagus.
“Maksud kamu bicara begitu apa?”
“Aku tahu kok kalau karir istri kamu bagus. Dan aku juga ngebayangin, kalau seandainya aku bilang ke dia kalau aku ngehamilin anak kamu, gimana ya reaksi dia?”
“Jangan pernah kau macem-macem bicara begitu sama dia kalau kamu masih mau hidup tenang sama aku.”
“Ya, kalau kamu sekali lagi nyakitin aku, ya aku nggak bakal mikirin perasaan kamu. Dan aku akan mikirin perasaan aku sendiri lah. Lagian buat apa aku mikirin perasaan kamu? Emang kamu doang yang harus dimengertiin? Aku juga butuh dimengertiin kali.”
Leon merasa semakin hari sekretarisnya semakin kurang ajar kepada dirinya. Apakah ini semua karena dirinya sendiri yang membuat sekretarisnya seperti itu?