NovelToon NovelToon
Sewindu Untuk Wisnu

Sewindu Untuk Wisnu

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Perjodohan / Nikah Kontrak / Pernikahan rahasia / Chicklit
Popularitas:1.3k
Nilai: 5
Nama Author: Amerta Nayanika

"Jangan pernah berharap ada cinta dalam hubungan ini, Ndu." - Wisnu Baskara Kusuma.

"Aku bahkan tidak berharap hubungan ini ada, Mas Wisnu." - Sewindu Rayuan Asmaraloka.

*****

Sewindu hanya ingin mengejar mimpinya dengan berkuliah di perantauan. Namun, keputusannya itu ternyata menggiringnya pada garis rumit yang tidak pernah dia sangka akan terjadi secepat ini.

Di sisi lain, Wisnu lelah dengan topik pernikahan yang selalu orang tuanya ungkit sejak masa kelulusannya. Meski dia sudah memiliki kekasih, hubungan mereka juga masih tak tentu arah. Belum lagi Wisnu yang masih sibuk dengan masa dokter residen di tahun pertama.

Takdir yang tak terduga mempertemukan kedua anak manusia ini dalam satu ikatan perjodohan.

Pernikahan untuk menjemput ketenangan hidup masing-masing. Tanpa cinta. Hanya janji bahwa hati mereka tak akan ikut terlibat.

Akankah perjanjian yang mereka buat dalam pernikahan ini dapat ditepati? Atau malah membawa mereka jatuh ke dalam perasaan masing-masing?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amerta Nayanika, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bingkai Foto dari Ratih

TOK! TOK! TOK!

Sewindu menoleh pada pintu rumah yang tertutup. Wajahnya masih setengah meringis karena menahan nyeri di pergelangan kaki kirinya.

Dari balik tirai putih tembus pandang dan jendela besar di sana, Sewindu dapat menangkap bayangan seorang wanita. Rambutnya digulung menggunakan tusuk konde.

“Siapa?” tanya Sewindu lantang.

Dia melompat-lompat kecil menggunakan kaki kanannya, bergerak mendekat pada pintu itu. Walau belum tentu dia akan membukanya.

Sebelah tangannya menyingkap tirai putih yang menutupi jendela. Di saat itu, dia bertemu pandang dengan seorang wanita yang berdiri di luar sana.

Wanita itu menyunggingkan senyuman ramah pada Sewindu. Sebelah tangannya memegang sebuah bingkisan cukup besar.

“Mbak Ratih?” gumam Sewindu. Buru-buru dia membukakan pintu untuk sepupu Wisnu itu.

Gadis itu tersenyum. “Masuk, Mbak,” katanya setelah membuka pintu.

Ratih melunturkan senyumannya saat melihat Sewindu yang berdiri dengan sebelah kakinya.

“Loh? Kakimu kenapa, Ndu?” tanyanya dengan nada khawatir.

Wanita itu meletakkan bawaannya dengan hati-hati. Dia menggapai lengan Sewindu — hendak membantunya duduk.

Namun, Sewindu menggeleng. “Nggak usah, Mbak. Ini cuma keseleo kok. Aku bisa sendiri.”

“Mbak Ratih duduk aja. Mau minum apa? Biar aku buatin.”

Ratih yang mendengar itu, melonggarkan pegangannya di lengan Sewindu. Memastikan gadis itu bisa berdiri sendiri.

“Nggak usah, Ndu. Aku cuma sebentar kok.”

Dia menepuk bingkisan yang dia bawa malam itu. “Ini buat kamu sama Wisnu, kemarin pas kalian nikah kan aku nggak ngasih apa-apa buat kalian.”

Bingkisan itu terbilang cukup besar. Entah bagaimana Ratih membawanya sendiri ke sana. Dia pasti mengemudi dengan cukup hati-hati.

Sewindu menyentuhnya. “Boleh aku buka?” tanyanya dengan sumringah.

Wajar saja, siapa yang tidak sumringah jika mendapatkan hadiah? Sebesar ini pula!

Ratih mengangguk. “Buka aja, maaf loh kalau cuma bisa kasih ini.”

“Apa sih? Besar loh ini, Mbak!” sahut Sewindu antusias.

Tangannya membuka kertas cokelat itu dengan hati-hati. Matanya menangkap sebuah lapisan kaca di dalamnya.

Begitu bingkisan itu terbuka sepenuhnya, Sewindu terdiam. Sorot antusias di matanya berubah seketika.

Bukan karena hadiah itu jelek. Bukan juga karena dia tak menghargai hadiah dari Ratih.

“Bagus kan? Aku ngehias itu sendiri biar lebih cantik,” ujar Ratih dengan senyuman.

Pigura itu cukup besar di tangannya. Sewindu harus merentangkan tangannya lebar-lebar untuk memegangnya dengan benar.

Berbagai macam bunga kering tertempel di sana, mengelilingi foto pernikahan yang terletak di tengahnya.

Dari saat Wisnu menyebut namanya di hadapan Romo, pemasangan cicin, hingga senyuman palsu yang bertengger di wajah mereka. Semuanya diabadikan dalam kumpulan foto itu.

Mata Sewindu berhenti di salah satu foto yang paling banyak manusianya. Foto bersama keluarga besar.

Namun, yang paling mencolok dan dicetak paling besar, sudah pasti fotonya berdua dengan Wisnu di atas pelaminan.

“Makasih ya, Mbak,” ucapnya pada Ratih yang tersenyum padanya.

Wanita itu melirik ke arah dinding kosong di belakangnya. “Dulu, di sini juga ada foto keluarga besar kami, Ndu.”

“Kamu bisa taruh foto itu di sini,” lanjutnya.

Setelah mengatakan itu, Ratih celingukan — melihat seluruh sudut rumah yang bisa dijangkau dari posisinya. Ada yang kurang di sana.

“Wisnu mana?”

Sewindu menaikkan alisnya. Matanya melebar tanpa bisa dicegah. Harus jawab apa dia sekarang?

“Mobilnya juga nggak ada, ya? Bukannya tadi habis dari rumah tante?” lanjut Ratih.

Sewindu memundurkan kepalanya. Dia memiliki celah di sini.

“Tante?” beonya.

Ratih mengangguk. “Iya, Tante Ratna maksudnya.”

Sewindu membulatkan bibirnya. “Oh, Bunda itu tantenya Mbak Ratih?” tanyanya.

“Iya, Ndu! Memangnya kamu nggak tahu? Makanya dari tadi aku nyebut Wisnu nggak pakai embel-embel Mas.”

Topik pembicaraan mereka kini berlanjut pada silsilah keluarga Wisnu yang bisa dibilang cukup panjang. Ratih menjelaskannya tanpa lelah.

Sementara itu, Sewindu beberapa kali membulatkan bibirnya di sela penjelasan sepupu iparnya itu.

Diam-diam dia menyimpan senyum di wajahnya. Dengan mulus, dia mengalihkan perhatian Ratih dari keberadaan Wisnu sekarang.

“Aku buatin minum dulu ya, Mbak. Biar ngobrolnya enak,” ucap Sewindu sambil berjalan perlahan menuju dapur.

Bertepatan dengan itu, sebuah mobil memasuki pekarangan rumah, berhenti di samping mobil milik Ratih yang terparkir di luar sana.

Sewindu menghentikan lompatan kecilnya dan menoleh. Di sana, Wisnu yang baru keluar dari mobil juga memandang ke arahnya.

Wajah gadis itu, berkerut panik. Gesturnya samar, meminta Wisnu untuk memeriksa dirinya sendiri dulu sebelum masuk ke dalam rumah.

“Itu Wisnu, ya?” ucap Ratih sambil menoleh ke luar rumah.

Wanita itu beranjak dari duduknya. Dia menghentikan langkahnya begitu sudah sampai di ambang pintu.

“Dari mana, Nu?” tanyanya pelan.

Wisnu yang sedang menyemprotkan parfum miliknya di pergelangan tangan, sontak menoleh pada kakak sepupunya dari dalam mobil.

Setelah memastikan wangi Dara sudah hilang dari tubuhnya, pria itu keluar dengan membawa bingkisan makanan dari dalam mobilnya.

Wisnu mengangkat sebungkus bakso itu tinggi-tinggi. “Habis beli makanan, Mbak.”

Matanya melirik Sewindu yang mulai berjalan tertatih menuju dapur dengan sebelah kakinya.

“Sewindu kan kakinya lagi sakit, biar nggak capek-capek masak dulu.”

Mata Wisnu langsung tertuju pada sebuah bingkai foto besar yang tergeletak di atas meja tamu.

“Ini aku buat sendiri, bagus kan?” ucap Ratih sambil tersenyum bangga.

Wisnu menoleh sekilas. “Ngapain sih, Mbak? Mending urusin anak kamu tuh!”

Sebuah pukulan yang cukup keras mendarat tepat di lengan Wisnu. Membuat langkahnya terhenti dan kembali melihat pada kakak sepupunya.

“Ayo, tolong aku pasang ini,” ujar Ratih seraya mulai mengangkat bingkai foto besar itu.

Melihatnya, Wisnu buru-buru menyangga sisi lainnya. Benda itu cukup berat, tidak mungkin dia membiarkan Ratih mengangkatnya sendiri.

Kini, dinding itu kembali seperti saat masih ditinggali oleh nenek mereka. Foto keluarga mereka kembali terpajang di sana.

Ratih membersihkan tangannya sejenak. “Dah, kalau gitu aku pulang dulu, ya.”

“Mau pulang sekarang?” timpal Sewindu yang baru kembali dari dapur.

Aroma teh melati hangat dari cangkir panas itu menguar di sekitar mereka. Sayang sekali, tamunya sudah mau pulang saat itu juga.

Ratih tersenyum lembut. “Iya, keburu anakku bangun.”

Berbeda dengan respon Sewindu, Wisnu menimpali, “Harusnya dari tadi aja.”

Dia meraih cangkir di tangan Sewindu dan meraih sebelah tangan gadis itu. Dia tak melupakan perannya di bawah lampu panggung pernikahan yang tengah menyala saat ini.

Tak mengindahkan ucapan adik sepupunya, dia kembali tersenyum pada Sewindu. “Aku pulang dulu ya, Ndu.”

“Kita antar ke depan, Mbak.”

“Nggak usah!” Ratih buru-buru berlari kecil. “Aku bisa sendiri. Dadah!”

Begitu mobil Ratih menghilang dari pandangan, Wisnu langsung melepaskan pegangannya di tangan Sewindu. Atmosfer di sekitar mereka langsung dingin dalam sekejap mata.

Sewindu yang sedikit terhuyung sontak berpegangan pada dinding. Decak kesal terdengar pelan dari bibirnya.

“Itu buat Mas Wisnu aja tehnya,” ucapnya acuh tak acuh.

"Kamu terganggu nggak?" tanya Wisnu tiba-tiba.

Sewindu yang semula berusaha berjalan menuju kamarnya, lantas berhenti. "Maksudnya?"

"Itu," Wisnu menunjuk foto yang terpajang di ruang tamu, "kalau kamu terganggu, saya lepas lagi."

Sewindu ber-oh ria, lalu menggeleng sebagai. "Biasa aja. Aku malah senang bisa lihat muka Romo sama Ibu di sana."

Setelah mendapat jawaban itu, Wisnu langsung duduk di kursi ruang tamu — membelakangi bingkai foto cantik itu. Menikmati aroma teh melati yang dibuatkan Sewindu.

"Kalau Mas Wisnu terganggu, lepas aja. Bisa dipindah ke kamarku kalau takut rusak di gudang."

Mendengar itu, Wisnu mendongak. Dia menatap Sewindu yang tengah berdiri cukup lama, sebelum akhirnya kembali menikmati minuman hangat itu tanpa menjawab ucapan Sewindu.

1
Nurhikma Arzam
semangat windu semangat juga thor
Nurhikma Arzam
wanita dan ketakutan nya bisa di mengerti tp itu to much dara
Nurhikma Arzam
mulai curiga nih apa ya rahasianya
Nurhikma Arzam
Dara-Dara kenapa kamu nggak mau sih ketemu keluarga wisnu🤦🏻‍♀️
Nurhikma Arzam
mode perjodohan mulai nih kayanya 😂
Nurhikma Arzam
agak bingung Brahaman itu ayah siapa?
Nurhikma Arzam: ooh paham paham
Nurhikma Arzam: ooo paham paham
total 3 replies
Nurhikma Arzam
satu sisi kasian sama sewindu tp sisi lain orang tua juga ada benarnya hmmm
Nurhikma Arzam
Hallo Daffa kandidat sad boy aduuh. nasip jadi second lead male 🥲
Nurhikma Arzam
Dara awas aja kalau kamu menyesal ya. awas aja kalau akhirnya wisnu mengiyakan perjodohan itu. jangan jadi duri kamu 😏
Nurhikma Arzam
oke mulai mengerti jadi ini kisah tentang perjodohan. semangat thor
Nurhikma Arzam
bagus nih buat aku yang bukan orang jawa bisa belajar 😁
Nurhikma Arzam: harus sih kak wkwkw
Amerta Nayanika: wah kayaknya aku harus bikin translate nih, wkwkwk
total 2 replies
Nurhikma Arzam
Halo kak aku mampir cerita nya bagus. jangan lupa mampir juga di cerita aku ya 😊
Amerta Nayanika: halo kakak!! terima kasih ya❤️🙆‍♀️
total 1 replies
Akbar Cahya Putra
Akhirnya ketemu cerita yang bikin aku kecanduan baca!
Amerta Nayanika: halo🙌
tunggu updatenya setiap hari ya!! thank you❤️
total 1 replies
★lucy★.
Bagaimana cerita selanjutnya, author? Update dulu donk! 😡
Amerta Nayanika: udah nih, yuk baca!🙆‍♀️
total 1 replies
Mary_maki
Ceritanya bikin aku merasakan banyak emosi, bagus bgt thor! 😭
Amerta Nayanika: halo halo🙌
makasih ya, jangan lupa likenya❤️ thankyou 🙆‍♀️✨
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!