Wan Yurui terbangun kembali saat usianya masih belia. Ingatan di dua kehidupan itu melekat kuat tidak bisa di hilangkan. Satu kehidupan telah mengajarinya banyak hal. Cinta, benci, kehancuran, kehilangan, penghianatan dan luka.
Di kehidupan sebelumnya dia selalu diam di saat takdir menyeretnya dalam kehampaan. Dan sekarang akankah semua berbeda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sri Wulandari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesepakatan
"Waktunya kembali." Wan Yurui bangkit. "Panglima." Mengulurkan tangannya. Namun Yu Xiao tidak memperdulikannya. Dengan santai Wanita muda itu menarik kembali tangannya lalu mengaitkannya kepunggung.
Setelah matahari benar-benar menghilang tergantikan rembulan. Mereka turun menuju kebawah.
"Panglima sedikit lebih pelan. Aku tidak bisa menyamai langkahmu," ujar Wan Yurui tepat berada di belakang Yu Xiao. Tanpa bersuara pria di depannya sedikit memelankan langkahnya. Wan Yurui tersenyum menatap setiap langkah itu.
Membutuhkan dua jam penuh untuk turun dari bukit. Sesampainya di bawah pelayan setianya Ayun dan Pengawalnya Qin Feng telah menunggu kedatangannya. "Nona muda."
Pelayan Ayun memberikan jubah tebal agar hawa dingin tidak terlalu menyergap tubuh Nona mudanya.
Sedangkan Yu Xiao melangkah lebih cepat dan kembali lebih dulu.
"Ada kabar dari Ayah?" Ujar Wan Yurui sembari melangkah.
"Panglima Wan mulai maju keperbatasan untuk memulai perang dengan perdana menteri Zhi Dao," jelas Pengawal Qin Feng.
Wan Yurui menghentikan langkahnya. "Kirimkan surat kepada Ayah untuk menghentikan perang sementara waktu. Beritahu juga jika aku sudah ada di kekaisaran Yun. Minta Ayah untuk menahan serangannya." Wan Yurui mengeluarkan surat yang telah ia siapkan selama beberapa waktu. Sebenarnya dia ingin mengirimkan surat itu kepada ayahnya kemarin. Namun keraguan masih mengikat hatinya. "Berikan surat ini. Setelahnya Ayah pasti akan mengerti."
"Nona muda, jika Panglima tidak segera melakukan serangan menuju Kekaisaran Yun. Kaisar Ming pasti akan semakin menaruh kecurigaan. Anda harus memikirkannya kembali," ujar Pengawal Qin Feng. Dia menerima surat yang di berikan Nona mudanya.
"Aku tahu itu. Tapi kali ini, aku tidak ingin ada jutaan nyawa di perbatasan yang hilang hanya karena dua penguasa yang saling menguatkan ego mereka." Pandangan jernih dan tajam itu memantul langsung pada cahaya rembulan. "Dua kekuatan besar jika saling di adu tanpa tahu kapan bisa terhenti. Bagaimana nasib warga yang tidak bersalah?"
Pengawal Qin Feng menundukkan kepalanya menatap tanah yang ia injak.
"Minta Ayah untuk menunda perang selama dua hari. Aku akan mencoba meyakinkan Perdana menteri Zhi Dao untuk tidak melanjutkan perang."
"Nona ingin mengungkapkan identitas anda?"
"Bener," jawab Wan Yurui tegas.
"Saya akan mengikuti pengaturan dari Nona muda." Pengawal Qin Feng segera pergi melaksanakan perintah dari Nona mudanya.
Di malam itu juga Wan Yurui memilih untuk kembali ke kediaman Perdana menteri Zhi Dao seorang diri. Dalam kegelapan malam wanita muda itu menembus kabut tebal dan hawa dingin yang terasa menusuk tulang.
Di dalam ruangan panglima, pria dengan jubah hitam duduk tenang sembari mengelap pedang kesayangannya.
Seorang prajurit masuk kedalam ruangan. "Panglima, Nona Wan pergi dari barak menuju arah kembali."
Yu Xiao menghentikan gerakan tangannya. Dia menatap kearah depan, "Cari tahu apa yang terjadi."
"Baik."
Prajurit pergi kembali setelah mendapatkan perintah.
Sedangkan Wan Yurui membutuhkan waktu tiga jam untuk bisa sampai di kediaman Perdana menteri Zhi Dao. Dengan tergesa-gesa wanita itu langsung masuk kedalam kediaman.
Tokk...
Tepat di depan pintu kamar. Wan Yurui di temani pelayan utama kediaman menunggu orang yang ada di dalam membuka pintunya.
Krekekk...
"Nona Wan." Setelah menatap wanita di depannya. Dia melihat kearah tempat tidurnya di mana putrinya tengah tertidur lelap. "Kita bicarakan di aula utama saja."
Wan Yurui mengangguk setuju.
Mereka berdua melangkah pergi menuju aula utama. Setelah sampai Perdana menteri Zhi Dao duduk di kursi ujung ruangan. Sedangkan Wan Yurui duduk di kursi berjejer memanjang tepat di hadapan Perdana menteri Zhi Dao.
"Ada kepentingan apa sehingga Nona Wan harus datang selarut ini?" Pria itu menatap tenang.
Wan Yurui bangkit dari tempat duduknya. "Perdana menteri, saya Wan Yurui. Putri satu-satunya dari Panglima Wan Ding."
Mendengar itu Perdana menteri Zhi Dao menatap terkejut namun selang beberapa detik saja pandangan matanya kembali tenang. "Memberitahukan identitas sepenting ini kepadaku. Apa Nona Wan tidak takut saya akan menjadikan anda sandera agar Panglima Wan Ding mengakui kekalahan?"
"Saya yakin anda bukan orang yang akan menyerang menggunakan cara lirik," kata Wan Yurui yakin.
Seringaian tipis dengan senyuman terlihat di wajah Perdana menteri Zhi Dao. "Genderang perang sudah di tabuhkan. Nona Wan apa yang anda inginkan?"
"Perdana menteri pasti tahu akibat dari perang ini jika di lanjutkan. Jutaan nyawa rakyat tidak bersalah juga pasukan di dua Kekaisaran yang akan ikut menjadi korban dari keganasan perang." Perdana menteri menunduk. Wan Yurui melanjutkan perkataannya. "Dua pasukan besar saling menyerang. Tidak ada kata henti sebelum salah satunya mengalami kekalahan. Tapi bayangkan bagaimana kekacauan itu akan terjadi. Di perbatasan Kekaisaran Yun maupun di perbatasan Kekaisaran Jing semua akan terkena dampaknya."
Wan Yurui ingat betul kengerian dari perang dua pasukan besar ayahnya juga perdana menteri Zhi Dao. Jutaannya pasukan dan rakyat biasa di dua Kekaisaran mengalami krisis berkelanjutan selama lima tahun penuh. Hingga surat resmi perdamaian di tanda tangani. Namun ketegangan masih saja berlanjut tanpa henti.
"Perdana menteri, saya ingin membuat kesepakatan dengan anda."
Perdana menteri Zhi Dao masih memikirkan semua perkataan dari wanita di hadapannya.
"Anda masih tidak yakin dengan saya?" Wan Yurui masih tidak ingin menyerah.
Pria itu bangkit mengaitkan kedua tangannya di punggungnya. Dia berdiri tegap menatap tegas. "Saya akan mendengarkan kesepakatan apa yang ingin Nona Wan tawarkan."
"Perang palsu," ujar Wan Yurui.
Kedua alis Perdana menteri Zhi Dao menyatu.
"Saya sudah mengirimkan surat kepada Ayah. Jika anda menyetujuinya saya siap menjadi jalur untuk komunikasi anda. Saya pastikan tidak ada korban jiwa dalam perang ini. Jika Perdana menteri masih tidak yakin. Anggap saja saya menjadi tawanan yang siap di korbankan. Selama saya ada di sini dan dalam pengawasan anda. Ayah saya tidak akan berani melakukan serangan fatal." Dia menawarkan dirinya sebagai sandera agar bisa meyakinkan pria di depannya. "Perdana menteri, saya menunggu jawaban anda."
Perdana menteri Zhi Dao menarik nafas dalam. Dia menatap pasti kearah depan dan berkata. "Baik. Saya menyetujui pengaturan yang Nona Wan inginkan. Jika ada satu saja korban jiwa saat perang di langsungkan. Nyawa anda akan berakhir di atas pedangku."
"Baik." Senyum tipis terlintas di wajah Wan Yurui.
Perbincangan mereka berakhir di saat waktu memasuki pagi hari.
"Perdana menteri, saya juga harus segara kembali kepangkalan militer Liangyu."
"Tentu."
Tanpa beristirahat terlebih dulu wanita itu kembali melakukan perjalanan menuju kekamp militer pasukan Liangyu.
"Yuuhhh..." Kekang kuda di tarik saat dirinya sampai di depan gerbang utama kamp militer. Wan Yurui menunjukkan plakat resmi miliknya. Baru setelahnya prajurit membukakan gerbang utama agar dia bisa masuk.
"Nona muda." Pelayan Ayun menarik nafas lega melihat Nona mudanya sudah datang. "Saya sudah menyiapkan gaun baru dan air hangat untuk anda mandi. Sarapan juga sudah tersedia."
Wan Yurui turun dari atas kudanya. Dia melangkah cepat masuk dalam tenda. "Apa Panglima tidak keluar dari kamp militer?"
"Tidak. Semalaman saya menunggu di depan gerbang. Panglima bahkan tidak keluar dari kamar utamanya. Hanya beberapa pasukan kecil yang keluar masuk di kamp militer," jelas Pelayan Ayun.
"Setelah ini aku harus menemuinya." Wan Yurui melangkah menuju kedalam kamar mandi yang hanya di batasi sekat. Dia segera melepaskan gaun luar dan dalamnya. Lalu menceburkan tubuhnya kedalam bak mandi penuh dengan air hangat.
pergi jauh jauh.....
jangan menempel sama mereka berdua.....