Axel sedang menata hidupnya usai patah hati karena wanita yang selama ini diam-diam ia cintai menikah dengan orang lain. Ia bahkan menolak dijodohkan oleh orang tuanya dan memilih hidup sendiri di apartemen.
Namun, semuanya berubah saat ia secara tidak sengaja bertemu dengan Elsa, seorang gadis SMA yang salah paham dan menganggap dirinya hendak bunuh diri karena hutang.
Axel mulai tertarik dan menikmati kesalahpahaman itu agar bisa dekat dengan Elsa. Tapi, ia tahu perbedaan usia dan status mereka cukup jauh, belum lagi Elsa sudah memiliki kekasih. Tapi ada sesuatu dalam diri Elsa yang membuat Axel tidak bisa berpaling. Untuk pertama kalinya sejak patah hati, Axel merasakan debaran cinta lagi. Dan ia bertekad, selama janur belum melengkung, ia akan tetap mengejar cinta gadis SMA itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutzaquarius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Irfan tengah duduk gelisah di ruang tamu rumah kakaknya. Perasaan cemas bercampur amarah memenuhi kepalanya. Bukan karena ia takut kehilangan Elsa, karena sejak awal, ia memang tidak pernah benar-benar mencintainya. Ia hanya ingin memanfaatkan Elsa saja.
Namun kini, semuanya berubah. Elsa mulai menjaga jarak, menolak menuruti keinginannya, bahkan enggan membantunya seperti dulu. Lebih buruk lagi, ada pria lain yang kini mendekatinya. Dan itu membuat Irfan merasa terancam.
Ia tidak terima jika Elsa yang mengakhiri hubungan mereka lebih dulu. Ia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
Mau di taruh di mana mukanya, jika semua orang tahu, Elsa yang lebih dulu mengakhiri hubungan mereka.
Karena itulah, Irfan meminta bantuan Glenzy, kakaknya yang cukup dekat dengan Elsa.
"Apa yang mengganggu pikiranmu, hm?" Glenzy menuruni anak tangga, langsung duduk di samping Irfan.
"Tidak ada," lirihnya.
Glenzy tersenyum tipis. "Apa karena Elsa lagi?" tebak Glenzy. "Sebenarnya, kemarin aku menemuinya di sekolah," lanjutnya.
Irfan menegakkan kepalanya dengan ekspresi terkejut. "Benarkah? Lalu, bagaimana, kak?" tanya Irfan, tidak sabar.
"Tenang saja. Aku sudah bicara dengannya. Tapi … dia tidak mengatakan apa-apa," ucap Glenzy.
Irfan terdiam sejenak, lalu kembali menyandarkan punggungnya. "Tidak mengatakan apa-apa? Tapi kenapa sikapnya berubah drastis? Aku bahkan merasa seperti tidak mengenal kekasihku sendiri," gerutu Irfan.
Glenzy tersenyum kecil, lalu menepuk bahu adiknya dengan lembut. "Tidak usah khawatir. Hari ini, aku akan menemuinya lagi. Kali ini, aku akan bertanya lebih dalam. Siapa tahu memang ada sesuatu yang membuatnya berubah. Misalnya, kau, " ucap Glenzy.
"Aku? Itu tidak mungkin, Kak," gumam Irfan, menunduk seolah kecewa. "Aku justru merasa … Elsa mengkhianati ku, kak."
Glenzy menghela napas. "Jangan berkata seperti itu dulu. Kita belum tahu pasti apa yang terjadi . Ya sudah, aku berangkat sekarang." Ia mengambil tas mahalnya, dan melangkah keluar rumah, meninggalkan Irfan yang masih terduduk lesu di sofa, seolah tengah merata meratapi nasibnya.
Namun, begitu suara pintu tertutup dan langkah kakaknya menghilang, raut wajah Irfan berubah. Senyum menyeringai perlahan muncul di bibirnya dengan mata yang menyipit tajam.
"Aku tidak akan melepaskanmu, Elsa. Tidak, untuk sekarang. Tidak pernah."
Sementara itu, Glenzy mengemudi dengan kecepatan sedang menuju rumah Elsa. Namun, sebelum sampai, ia ingin memastikan terlebih dahulu bahwa gadis itu memang ada di rumah.
Ia menepikan mobilnya sejenak dan menghubungi Elsa.
"Ada apa, Kak?" tanya Elsa, di seberang.
"Apa kau ada di rumah? Kebetulan aku ada di sekitar dekat rumahmu," ucap Glenzy.
"Oh, iya. Aku ada di rumah," jawab Elsa.
"Baguslah kalau begitu. Sebentar lagi, aku sampai." Glenzy memutuskan sambungan telepon dan menyimpan kembali ponselnya, sebelum melanjutkan perjalanan.
Dan, tidak membutuhkan waktu lama, ia sampai di depan rumah Elsa. Namun, matanya langsung menangkap sesuatu yang membuatnya keningnya mengernyit tajam, yaitu sebuah mobil mewah terparkir tepat di depan pagar rumah Elsa.
"Mobil itu ... Sepertinya sangat familiar," gumam Glenzy. Ia turun dari mobil, melangkah pelan ke arah mobil tersebut, dan melihat plat nomornya.
"Ini, bukannya mobil Axel?" gumamnya curiga. "Apa dia ada di sini?" Matanya menyapu ke sekeliling, mencari tanda-tanda keberadaan pemilik mobil. Namun, belum sempat menduga lebih jauh, Martin tiba-tiba keluar dari pagar rumah Elsa.
"Glenzy!" sapa Martin.
Glenzy terkejut, ekspresinya langsung berubah. Keningnya mengernyit tajam, penuh curiga.
"Martin? Apa yang kau lakukan di sini? Dan ...," matanya berpindah ke pagar rumah Elsa yang terbuka lebar. "Kau ... keluar dari rumah Elsa?"
Martin tersenyum kaku. "O-oh, i-itu ... iya. Aku memang dari rumah Elsa," jawabnya gelagapan.
Glenzy terdiam sejenak, pikirannya langsung dipenuhi kemungkinan-kemungkinan tidak menyenangkan.
"Apa pria yang Irfan maksud itu adalah, Martin? Jangan-jangan, mereka benar-benar berselingkuh." pikirnya curiga.
"Jangan salah paham, Zy," ucap Martin cepat, menangkap tatapan Glenzy yang tajam. "Aku ke sini karena ada sesuatu yang ingin ku sampaikan pada Elsa."
"Sesuatu apa?" tanya Glenzy dingin, belum sepenuhnya percaya.
"Aku hanya ingin memastikan dia baik-baik saja. Karena, sebelum Roy berangkat untuk perjalanan bisnis, dia memintaku untuk menjaga Elsa."
"Roy?" gumam Glenzy.
"Dia, Kakak Elsa. Tadinya di bekerja sebagai OB, tapi karena dia lulusan S1, jadi, aku memberinya kesempatan untuk magang. Dan, sekarang dia ikut perjalanan bisnis," ujar Martin.
"Oh ... begitu," gumam Glenzy, meski ekspresinya masih menyiratkan rasa tidak percaya nya. Apalagi, sejak kapan Martin peduli dengan orang lain yang jelas tidak ada hubungan apapun dengan keluarganya.
"Sepertinya, memang benar jika Martin adalah selingkuhan Elsa. Tapi, aku tidak mau salah, jadi, lebih baik aku pastikan sendiri," gumam Glenzy dalam hati.
"Kalau kau sendiri, ada perlu apa ke sini?" tanya Martin, mencoba mengalihkan kecurigaan Glenzy padanya.
"Elsa itu kekasih Irfan, adikku. Jadi, aku hanya mampir untuk mengunjunginya," sahut Glenzy datar. "Oh iya, Axel di mana? Kalian biasanya selalu bersama."
Martin langsung mengangkat alis, tapi dengan cepat menjawab, "Di mana lagi? Tentu saja di perusahaan. Ya, sudah, aku harus kembali ke kantor." Tanpa menunggu reaksi Glenzy, Martin segera masuk ke mobil dan duduk di balik kemudi. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya kasar.
"Maaf, Zy. Tapi, aku takut kelepasan jika kau banyak bertanya," batinnya.
Martin menyalakan mobilnya, melaju perlahan meninggalkan halaman rumah Elsa.
"Aku sudah mengulur waktu, Ax. Semoga kau menemukan tempat persembunyian yang aman," gumam Martin.
axel martin panik bgt tkut kebongkar
hayolah ngumpet duluu sana 🤭🤣👍🙏❤🌹
bapak dan anak sebelas duabelas sangat lucu dan gemesin....