Irene Larasati seorang polisi wanita yang ditugaskan menyamar sebagai karyawan di perusahaan ekspor impor guna mengumpulkan informasi dan bukti sindikat penyeludupan barang-barang mewah seperti emas, berlian dan barang lainnya yang bernilai miliaran. Namun, bukannya menangkap sindikat tersebut, ia malah jatuh cinta kepada pria bernama Alex William, mafia yang biasa menyeludupkan barang-barang mewah dari luar negri dan menyebabkan kerugian negara. Alex memiliki perusahaan ekspor impor bernama PT Mandiri Global Trade (MGT) yang ia gunakan sebagai kedok guna menutupi bisnis ilegalnya juga mengelabui petugas kepolisian.
Antara tugas dan perasaan, Irene terjerat cinta sang Mafia yang mematikan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni t, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
10 menit sebelumnya. David duduk di dalam mobil, menutup sambungan telepon dengan perasaan kesal. Tatapan matanya nampak lurus memandang ke depan di mana mobil Lamborghini milik Alex terparkir di halaman kediaman Irene Larasati. Ya, diam-diam David mengintai gerak-gerik Alex. Sikapnya yang aneh membuatnya curiga. Kecurigaannya terbukti, Alex dipertemukan kembali dengan wanita bernama Irene Larasati yang ia pikir telah tewas di makan hewan buas tujuh tahun yang lalu.
"Sial, brengsek!" umpatnya dengan kesal saat melihat Alex berjalan menuju mobil miliknya. "Saya yakin Pak Bos udah tahu perbuatan saya. Brengsek, seharusnya saya habisi tuh cewek."
David menyalakan mesin mobil saat melihat kendaraan beroda empat milik Alex mulai meninggalkan kediaman wanita bernama Irene, mengabaikan perintah sang mafia yang memintanya bertemu di suatu tempat. Bahkan, ketika pesan singkat masuk ke ponselnya pun, ia abaikan begitu saja.
"Saya harus habisi wanita sialan itu," gumamnya, menginjak pedal gas, melajukan mobil sebelum akhirnya berhenti tepat di depan pagar.
David meraih pistol yang ia sembunyikan di dalam mobil, memeriksa peluru di dalamnya kemudian memasukkannya ke dalam sela celana jeans yang ia pakai. Pria itu membuka pintu mobil lalu keluar, melangkah, menatap wanita bernama Irene yang tengah membuka pintu rumah lalu masuk, terlihat panik.
"Mau lari ke mana lagi kamu, Irene? Saya gak akan biarin kamu hancurin saya, kalau saya hancur, kau harus hancur terlebih dahulu," gumamnya, melangkah menuju pintu lalu mengetuknya dengan pelan.
Irene segera mengunci pintu dengan perasaan takut. Napasnya terengah-engah, berdiri dengan tubuh gemetar hingga suara ketukan di pintu pun akhirnya terdengar.
"Buka pintunya, Irene. Saya tau kamu ada di dalam," pinta David dengan suara lantang.
Tubuh Irene semakin gemetar, berjalan menuju area dalam kediamannya seraya merogoh tas miliknya, meraih ponsel canggih dari dalam sana kemudian menghubungi Alex William. Akan tetapi, pria itu tidak kunjung mengangkat sambungan telepon hingga suara pintu yang di didobrak terdengar mengejutkan.
"Sial," umpat Irene, meletakan tas yang ia bawa sembarang seraya menggenggam ponsel canggih di telapak tangan. "Gak ada gunanya aku lari, dia pasti akan ngejar aku ke manapun aku pergi."
Irene menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan dengan mata terpejam sebelum akhirnya berbalik dan memandang David yang sudah berada tidak jauh dari tempatnya berada saat ini. Ruang santai yang sempit di mana hanya ada satu buah tikar yang tergerai di atas lantai dan satu buah televisi 39 inci akan menjadi tempat pertarungan mereka. Irene tidak memiliki pilihan selain melawan karena menghubungi Alex pun ia tidak bisa. Ia adalah mantan anggota kepolisian yang dibekali dengan ilmu bela diri yang lumayan.
David tersenyum menyeringai, menatap Irene dari ujung kaki hingga ujung rambut. "Akhirnya kita ketemu lagi, Irene. Hmm ... saya pikir kau udah mati dimakan hewan buas, tapi ternyata kau lebih tangguh dari apa yang saya bayangkan."
Irene menggenggam kuat ponsel canggihnya miliknya, balas menatap wajah David dengan senyum kecil. "Jangan banyak bacot, David. Hadapi aku dengan tangan kosong kalau kau berani."
"Hahahaha ... nyalimu besar juga, Irene." Tawa David menggelegar. "Oke, kau jual, saya beli."
Irene meletakan ponsel canggih miliknya di atas tikar, memasang kuda-kuda, memandang David dengan siaga. Sudah lama sekali ia tidak mengasah kemampuan bela dirinya. Meskipun begitu, ia harus tetap melawan David demi harga diri dan kehormatan. Selain itu, dirinya harus menuntaskan dendamnya di masa lalu. Dendam yang tidak pernah ia lupakan, di mana dirinya bertaruh nyawa, menyusuri hutan belantara dalam keadaan hamil.
Irene memulai serangan, menghantamkan kepalan tangan, tapi bisa dengan mudah ditepis oleh David, pergelangan tangannya diputar lalu tubuhnya dihempaskan hingga wanita itu terjatuh ke lantai.
"Cuma segitu kemampuan kamu, Irene? Bukannya kamu mantan anggota polisi, ya?" ejek David, seraya tersenyum menyeringai lalu melayangkan kakinya ke udara dan hendak mendarat di wajah Irene.
Akan tetapi, kedua tangan Irene berhasil menangkap pergelangan kaki David, menahannya dengan sekuat tenaga dalam keadaan berbaring terlentang. Wanita itu memandang bagian selangkaangan David dengan senyum menyeringai. Tanpa aba-aba, Irene menendang selaangkangan David keras dan bertenaga, tepat mengenai area pribadi pria itu.
"Argh!" teriak David, memekik kesakitan.
Rasanya sakit luar biasa, junior miliknya nyeri tiada terkira. Pria itu menurunkan kakinya seraya memegangi sang junior.
"Mampus," umpat Irene, berdiri tegak, melayangkan kakinya ke udara lalu mendarat di wajah David keras dan bertenaga.
Tidak hanya itu saja, Irene menghujani pria itu dengan pukulan dan tendaangan di bagian perut dan kepala hingga pria itu benar-benar tidak berdaya. Tubuhnya tumbang dan terjatuh di lantai dengan wajah babak belur.
"Cuma segitu doang kemampuan kamu, David?" ejek Irene seraya tersenyum menyeringai.
David dengan napas terengah-engah, menyeka ujung bibirnya yang mengeluarkan darah segar. Tubuhnya terasa remuk, wajahnya perih dan nyeri, belum lagi junior miliknya yang ngilu terasa begitu menyiksa. Ia telah salah kira, dirinya berpikir akan dengan mudah mengalahkan wanita bernama Irene. Nyatanya, Irene menggunakan tak tik bertarung yang sulit ditebak yang langsung membidik area patal ditubuhnya.
"Lebih baik kau pergi dari sini sebelum Mas Alex dateng dan ngehabisin kau, David," pinta Irene, memandang wajah David dengan tajam.
David tersenyum menyeringai, memejamkan mata sejenak lalu meraih pistol yang ia sembunyikan di sela pinggang. "Saya belum kalah, Irene," ucapnya seraya mengarahkan pistol tersebut tepat ke wajah Irene Larasati.
Irene memejamkan mata sejenak lalu kembali menatap wajah David. "Brengsek!" umpatnya.
Rasa takut kembali memenuhi dada, bukan takut akan kematian, tapi dirinya belum siap meninggalkan si kembar. Bagaimana nasib mereka jika ia pergi ke alam baka?
"Ya Tuhan, jika Engkau memang mentakdirkan aku mati di tangan si brengsek ini, tolong panjangkan umur si kembar. Tolong kuatkan mereka, biarkan mereka hidup bahagia bersama Ayahnya," batin Irene memandang ujung pistol dengan tubuh gemetar.
David tersenyum lebar, berdiri tegak seraya mengarahkan pistol tersebut, tatapan matanya tidak beranjak sedikitpun dalam memandang wajah Irene Larasati. "Kau akan mati di tanganku, Irene," ucapnya lalu menarik pelatuk dan siap menembak.
Door!
Suara tembakan pun terdengar nyaring.
Bersambung ....
mampus kau david,habis ni kau akan liat kemurkaan dan kemarahan bang alex 🤭😅😅