Di khianati dan terbunuh oleh orang yang dia cintai, Nada hidup kembali di tubuh seorang gadis kecil yang lemah. Dia terkejut dan tidak tahu harus berbuat apa?
"Kakak, tolong balaskan dendam ku." Pinta gadis kecil yang namanya hampir sama dengan Nada.
"Hah!! Gimana caranya gue balas dendam? tubuh gue aja lemah kayak gini."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.29
Bagas berdiri dan langsung menghampiri meja tempat Kara berada. Ardi terkejut dan menatap Bagas.
"Eh, Gas, mau kemana?" tanya Ardi, khawatir terjadi sesuatu karena melihat Kara bersama pria dewasa.
Bagas menarik tangan Nada, membuat Nada terkejut.
"Kara, ayo pulang," kata Bagas, membuat Nada terkejut.
"Lepas, aku bukan Kara. Aku Nada." balas Nada, jujur Nada pun tidak bisa merasakan Kara.
Bahkan jika dia sedang tidur, sesekali Kara datang ke mimpinya dan bermain bersama. Layaknya adik kakak, Kara selalu bermanja padanya.
Samudra maju dan menarik Nada, menyebabkan tarik menarik antara Bagas dan Samudra.
"Hey, berani menyentuh adik saya, lepaskan dia!" kata Samudra.
Jadilah tarik menarik antara Bagas dan Samudra, Bagas tak terima jika Kara diakui sebagai adik oleh lelaki di depannya.
"Astaga." Desah Nada.
"Berhenti, lepaskan aku!" teriak Nada cukup keras, berhasil membuat Samudra dan Bagas berhenti.
"Sudah cukup! Aku akan bicara," kata Nada, menatap Bagas dengan intens.
Bagas yang merasa di perhatikan begitu, menjadi salah tingkah. Bahkan saat lebih diperhatikan, Bagas baru sadar jika itu bukanlah sang anak. Tatapannya berbeda, bagaimana pun Kara. Dia tidak pernah memandang dirinya dengan tatapan asing.
"Om Bagas, aku ingin bicara di tempat yang lebih privasi," kata Nada.
"Baiklah ayo." Ajak Bagas.
"Nada." Samudra menggeleng pelan.
"Tidak apa-apa, Kak. Dia ayah Kara, dan dia perlu tahu yang sebenarnya," ujar Nada.
"Baiklah, tapi Kakak harus ikut," kata Bagas.
"Iya, Om juga," tambah Nada, menatap Ardi yang mengangguk.
Mereka kini berada di ruangan Bagas yang lebih sejuk. Di depan Nada, ada empat minuman dan camilan.
"Aku minum dulu, haus gara-gara ditarik Om tadi. Aku tidak sempat minum," kata Nada dengan kesal.
"Bisa-bisanya kamu," bisiknya Samudra, menggeleng pelan dengan tingkah Nada.
****
Nada menatap Bagas dan menghembuskan napas pelan sebelum memulai pembicaraan, dengan serius.
"Mungkin ini terdengar mustahil, tapi ini nyata," kata Nada.
"Katakan saja ada apa?" tanya Ardi penasaran.
"Apakah kalian percaya seseorang bisa hidup kembali di tubuh yang berbeda?" Bagas dan Ardi memberikan jawaban berbeda: "Percaya" dan "Tidak."
Nada menggeleng pelan.
"Baiklah, aku akan langsung ke intinya. Aku bukan Kara, aku adalah Nada," ungkap Nada, menatap Bagas yang terkejut.
"Bagaimana bisa?" tanya Bagas.
"Tidak mungkin, kamu pasti bercanda, kan?" Bagas menatap Nada dengan harapan Nada hanya bercanda.
"Aku tidak bercanda, Om. Aku jujur dan serius. Mungkin Om tidak akan percaya, tapi itulah kenyataannya," jelas Nada.
"Sejak kapan? Lalu di mana Kara?" tanya Bagas dengan suara lirih, penasaran tentang kebenaran cerita Nada.
"Aku tidak tahu, dulu saat aku di rumah Kara, dia selalu hadir dalam mimpiku. Tapi sekarang dia tidak muncul lagi, bahkan tidak meninggalkan pesan sama sekali," kata Nada.
"Tidak mungkin, Kara anakku," lirih Bagas, suaranya penuh keraguan.
"Maafkan aku, Om. Tapi Kara meminjamkan tubuhnya untuk aku balas dendam pada Alfa dan orang-orang yang menyebabkan aku meninggal," kata Nada dengan nada berat.
"Apa yang sudah dilakukan Alfa?" tanya Bagas, perlahan-lahan mulai percaya.
Nada menoleh pada Samudra, ragu untuk mengungkapkan kebenaran.
"Dia..." Nada berhenti sejenak, mencari kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi.
"Alfa sudah melecehkan Kara sampai Kara masuk rumah sakit dan kritis. Beruntung saat itu, Jayden membawa Kara tepat waktu," ungkap Nada, kata-katanya menusuk hati Bagas.
Bagas terkejut dan merasa sakit seketika, tidak percaya putri kecilnya mengalami hal seberat itu.
"Tidak mungkin, Kara!" pekik Bagas, dia terduduk di lantai dan memukul lantai untuk melampiaskan emosinya.
Ardi mencoba menenangkan Bagas
"Gas, yang sabar," katanya, berusaha menenangkan suasana yang tiba-tiba menjadi sangat emosional.
"Aku berjanji, setelah semua selesai. Aku akan meminta Kara kembali," kata Nada, suara itu memang suara Kara. Namun, Bagas tau itu bukanlah Kara.
"Kalau begitu, kami permisi." Pamit Samudra, tanpa menunggu jawaban Bagas dan Ardi yang sibuk menenangkan Bagas.
"Huh! Aku lega udah jujur." Kata Nada menatap Samudra.
"Kenapa Kak? Kok wajahnya kayak baju, belum disetrika sih." Canda Nada. Namun, Samudra tidak tertawa.
"Tidak apa-apa, ayo pulang. Kita sudah terlalu lama keluar."
Samudra menggandeng Nada tanpa bicara, Nada tahu, Samudra marah atas ucapan yang akan meminta Kara kembali.
"Maafkan aku Kak Sam, karena tubuh ini milik Kara. Bukan aku, aku bersyukur Kara mau meminjamkan tubuhnya untukku." Ucap Nada dalam hati.
****
Di kediaman Rowman, Salsa turun dengan pakaian rapi juga koper kecil disampingnya.
"Mau kemana, lagi? Bisa gak sih sehari aja, kamu dirumah."
"Gak bisa, aku jenuh dan bosan dirumah terus. Apalagi dengar rengekan anak kamu itu, bikin pusing tau gak." Balas Salsa dengan ketus.
"Sudahlah, aku pergi dulu. Jangan lupa transfer aku uang," pesan Salsa, dia menyeret koper lalu keluar dari rumah mewah tersebut.
"Kalau aku nikah dan punya anak, aku akan dirumah dan menantimu pulang." Kata Nada dengan manja pada Rowman.
Ucapan Nada kala itu, selalu teringat olehnya dan tanpa sadar membandingkan Salsa dan Nada.
Dia begitu tulus dalam berucap, bagaimana dia menyukai perempuan seperti Salsa. Dan membuang permata.
"Sial!" umpat Rowman, dia sedang dipusingkan dengan laporan keuangan yang mulai merosot, bahkan satu persatu investor mulai pergi.
Bahkan sebentar lagi waktunya membayar karyawan, dan dia tidak punya uang satu rupiah pun. Hanya ada untuk kebutuhan dapur dan sang anak.
"Daddy," panggil Hana dengan suara lembut.
"Ya sayang, sini peluk Daddy." Rowman merentangkan tangan.
Saat Hana mendekat, dia memeluk anaknya dengan erat dan mencium sisi kepalanya.
"Wanginya, udah mandi?"
"Udah lah, Dad. Makanya wangi," jawab Hana cemberut, aneh dengan pertanyaan sang Ayah.
"Dad, kemana Kara? Kenapa dia gak datang lagi kerumah? Apa aku nakal?" tanya Hana, dia menatap Rowman dengan wajah polos.
"Gak sayang, kamu gak nakal kok! Kamu anak baik. Kata kamu kan bilang, kalau Kara Mama dan Papanya berpisah. Mungkin, bisa jadi Kara ada bersama Papanya." Jelas Rowman, dijawab anggukan Hana.
"Kalau Mommy dan Daddy pisah, aku ikut Daddy saja, ya?" pinta Hana.
"Sayang, Mommy dan Daddy akan selalu bersama." Kara Rowman, dia memeluk Hana dengan erat.
Seolah menikmati moment kebersamaan mereka, sebelum badai besar menghantam.
bersambung .....