Seorang perempuan cantik dan manis bernama Airi Miru, memiliki ide gila demi menyelamatkan hidupnya sendiri, ditengah tajamnya pisau dunia yang terus menghunusnya. Ide gila itu, bisa membawanya pada jalur kehancuran, namun juga bisa membawakan cahaya penerang impian. Kisah hidupnya yang gelap, berubah ketika ia menemui pria bernama Kuyan Yakuma. Pria yang membawanya pada hidup yang jauh lebih diluar dugaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cherry_15, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Bleeding Ice Cream
Keesokan harinya, seperti biasa Ryuka dibangunkan oleh kehebohan Airi. Sedari pagi, perempuan penuh semangat itu sudah berisik memaksa Ryuka bangun untuk menjalankan pekerjaan kamuflasenya.
Memaksa Ryuka memakan masakannya yang sengaja ia buat dari dini hari, sebelum akhirnya memaksanya berangkat ke toko gadai mengendarai sepeda yang kemarin mereka beli.
Ryuka sudah terlalu lama meliburkan diri, katanya. Padahal baru terhitung empat hari ia tak masuk kerja. Saat mereka menginap di hotel, saat mereka camping, saat mereka sakit sepulang camping, dan kemarin.
Namun tetap saja Airi terus memaksanya bekerja hari ini. Cukup menyebalkan dan mengganggu rasanya, harus mendengar celotehan cerewet Airi setiap hari.
Namun Ryuka mulai menyadari satu hal, kehadiran Airi telah memberikan warna pada keheningan yang tadinya ia anggap tenang namun membosankan.
Sepertinya Ryuka sangat menikmati hari-harinya bersama Airi. Tak terbayang bagaimana jadinya jika gadis itu menghilang dari hidupnya. Mungkin akan jauh lebih hancur dari sebelumnya.
Entah ini musibah atau anugerah, pria yang pernah dihancurkan oleh perempuan kembali jatuh hati pada perempuan lain yang ia rasa berbeda dengan yang sebelumnya.
“Ryuka, ayo balapan sepeda!” ajak Airi tiba-tiba saat mereka sedang bersepeda menuju toko gadai.
“Apa?” berbagai lamunan panjang Ryuka buyar begitu saja.
“Yang kalah traktir Ice cream!” teriak Airi sembari melajukan sepedanya dengan kecepatan penuh.
“Hei, Airi! Tunggu! Kita tak boleh lelah sebelum sampai pada tempat kerja!”
Terlambat, Airi yang sudah kian menjauh tak mungkin bisa mendengarnya. Ryuka mempercepat lagi laju sepedanya, berusaha menyusul.
“Airi, tunggu!” panggilnya saat sudah hampir menyamai posisi Airi.
“Ga mau! Demi Ice cream, aku harus memenangkan balapan ini!” tolak Airi, semakin mempercepat laju sepedanya.
“Siapa juga yang setuju dengan balap sepeda ini!? Hei!”
Airi tak mau mendengarkan dan kian mempercepat laju sepedanya. Hingga dari arah yang berlawanan ada truk yang lajunya ugal-ugalan, mengebut.
Hampir saja Airi tertabrak truk tersebut. Ryuka terbelalak melihatnya dan mempercepat laju sepedanya. Airi pun terkejut hingga sepedanya tak seimbang.
“Airi!” teriak Ryuka, sengaja menendang sepeda Airi ketika sudah sejajar agar menjauh dari truk tersebut.
Si pengemudi truk justru menekan klakson karena kesal melihat dua orang yang tidak hati-hati mengendarai sepeda.
“Kau mabuk ya!? Kau yang menyetirnya ugal-ugalan!” teriak Ryuka pada pengemudi truk tersebut, sembari mengangkat kepalan tangannya tinggi-tinggi.
Tak lama setelahnya Ryuka menoleh ke arah Airi yang masih terduduk di pinggir jalan dengan lutut yang terluka. Pandangan Airi kosong, wajahnya juga memucat.
“Airi, kau baik-baik saja?” tanyanya khawatir, namun tak mendapat jawaban.
“Lututmu terluka, tunggu sebentar ya, aku beli obat merah dulu.” lanjutnya hendak pergi.
“Ayah, Ibu..” ucap Airi pilu, menghentikan pergerakan Ryuka seketika.
“Apa?” tanya Ryuka, kembali menoleh ke arah Airi.
“Ayah, Ibu.. Airi rindu! Airi ingin menyusul kalian!” rintih Airi, mulai meneteskan air mata.
Seketika itu juga Ryuka membatu, menyadari apa yang saat ini terjadi pada Airi. Gadis itu, dia.. traumanya kambuh akibat hampir kena tabrak lari, seperti yang terjadi pada kedua orang tuanya dulu?
Isi kepala Airi dipenuhi oleh bayang-bayang masa lalu. Hari itu, adalah ulang tahun pernikahan kedua orang tuanya. Dengan tabungan dari sisa uang jajannya, Airi membelikan kue untuk merayakannya.
Namun saat ia baru saja keluar dari toko kue, sebuah mobil begitu saja banting setir kearah mereka lalu kabur. Meninggalkan jasad orang tuanya bersama darah yang membasahi jalan.
Airi yang saat itu panik, melempar begitu saja kue yang baru ia beli hingga hancur tercecer di jalan, lalu menangis sembari memeluki jasad kedua orang tercintanya.
“Airi, tenangkan dirimu! Ada aku di sini, dan aku takkan pernah membiarkanmu menyusul mereka begitu saja.” tegas Ryuka menenangkan, sembari mendekap erat gadis tercintanya.
Sontak kenangan mengerikan dalam kepala Airi sirna. Atensinya teralihkan pada lengan kiri pria yang rupanya sedari tadi berdarah akibat terserempet truk mabuk itu.
Mata Airi terbelalak menyadarinya. “Ryuka, lenganmu berdarah! Seperti Ayah dan Ibuku, berdarah. Lalu kulitnya menjadi dingin, dan meninggalkanku. Ryuka, jangan tinggalkan aku sendirian!”
Ryuka sedikit tersentak mendengar hal itu, lalu menghela napas berat. “Dasar bodoh. Siapa yang akan meninggalkan siapa di sini? Perhatikan lututmu sendiri, Airi! Kau juga terluka.” ucapnya lembut penuh kepedulian.
“Tapi, Ryuka.. lenganmu berdarah,”
“Aku tahu, aku juga tahu akan hal itu! Tapi itu tak penting sekarang. Yang terpenting adalah sembuhkan lututmu dulu, lalu kita beli Ice cream.”
“Ice cream?”
“Itu tujuanmu mengajakku balap sepeda, kan? Dasar bocah.”
Setelah membeli beberapa obat, Ryuka menyiramkan air dingin dari botol pada lutut Airi, lalu mengobati lukanya dan membalutnya dengan kasa.
Begitu pun Airi membantu mengobati lengan kiri Ryuka yang darahnya lebih banyak. Lalu mereka kembali bersepeda untuk membeli Ice cream sebelum melanjutkan perjalanan menuju tempat kerja.
“Hei, Airi.” panggil Ryuka tiba-tiba saat mereka sedang menikmati Ice cream.
“Hmm? Kalau aku makannya belepotan, jilat lagi saja area yang terkena Ice cream. Biasanya juga kau begitu,” sahut Airi, mulai terbiasa dengan kenakalan Ryuka.
“Bukan, aku serius. Kali ini benar-benar serius!” ucap Ryuka dengan suara dan atensi yang terlihat serius.
“Ada apa?” tanya Airi penasaran.
“Jangan pernah katakan hal seperti itu lagi,” pinta Ryuka serius.
“Mengatakan apa?” Airi belum mengerti.
“Apapun yang terjadi kedepannya, serindu apapun kau pada mereka, jangan pernah katakan hal itu. Aku tak suka,” Ryuka mulai menjelaskan meski belum terlalu jelas.
“Ah, hal itu?” Airi mulai memahaminya.
“Maaf, tadi aku tak bisa mengendalikan diriku.” lanjutnya.
“Harusnya aku yang minta maaf!” sentak Ryuka terbawa suasana.
“Eh?”
“Malam pertama kali kita bertemu, aku menyuruhmu untuk melakukan itu kan? Sekarang aku tak ingin itu terjadi padamu, jadi aku minta maaf. Dan ku mohon, jangan pernah mengatakan itu lagi,” suara dan tangan Ryuka bergetar.
“Ryuka juga, jangan pernah melakukan hal berbahaya itu lagi.” pinta Airi dengan sungguh-sungguh.
“Itu demi melindungimu, Airi! Aku tak ingin kehilanganmu!”
“Kau kira aku ingin kehilanganmu!?” Airi membalas dengan lebih keras.
Ryuka tersentak, tak mampu mengatakan apapun. Matanya terbelalak ke arah Airi di sebelahnya. Gadis itu menghela napas, menahan tangis.
“Aku juga tak ingin kehilanganmu, Ryuka. Cukup aku kehilangan mereka, aku tak ingin kehilangan orang yang ku sayang lagi. Karena aku.. aku..” ucap Airi kian serius, tak mampu melanjutkan kalimatnya.
“Kau apa?” tanya Ryuka khawatir.
Airi menggelengkan kepalanya. “Sudah cukup bersantainya, kan? Kau akan terlambat kerja,” ucapnya mengalihkan topik.
Ryuka tersadar bahwa Ice cream yang mereka makan sudah habis, dan itu berarti sudah waktunya melanjutkan perjalanan menuju toko gadai tempatnya bekerja.
Dengan terpaksa, percakapan mereka terhenti tanpa sebuah kejelasan. Airi dan Ryuka pun kembali hening hingga sampai tempat tujuan, larut dalam perasaan masing-masing.