"Mulai sekarang, kamu adalah istri saya Feby Ayodhya Larasati. Apapun yang ada di dalam diri kamu, hanyalah milik saya!" Kalimat yang keluar dari mulut pria tampan di hadapannya ini membuat seluruh bulu kuduknya berdiri. Jantungnya berdebar kencang saat pria itu semakin menatapnya dengan tatapan intens.
.....
Feby Ayodhya Larasati gadis cantik dan periang yang duduk di bangku SMA.
Tak hanya parasnya yang cantik, dia juga memiliki prestasi yang sangat bagus di sekolah. Impian dalam hidupnya hanya satu, yaitu mendapatkan beasiswa kuliah di luar negeri.
Kehidupannya selama ini selalu berjalan lancar namun, tidak saat ia bertemu dengan pria bernama Arka William Megantara.
Pertemuan yang berawal dari mimpi, kini berubah menjadi nyata. Pertemuan yang berawal dari kesalahpahaman, kini berubah menjadi hubungan pernikahan.
.....
Arka William Megantara, seorang CEO muda yang memiliki paras tampan, tubuh tegap, tinggi, dan atletis. Dia adalah satu-satunya pewaris tunggal di perusahaan Mega
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Briany Feby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Hidup tanpa es batu
Hari demi hari berlalu. Berjalan begitu lambat dan membosankan. Tiga hari semenjak kepergian Arka, Feby merasakan ada sesuatu yang berbeda dari biasanya. Perasaan yang sulit untuk dikatakan. Bayangan wajah tampan Arka selalu menghantui pikirannya. Setiap detik, hatinya selalu bertanya-tanya bagaimana kabar pria itu, apakah dia baik-baik saja di sana. Baik saat di rumah ataupun di sekolah ia selalu saja memikirkan Arka.
Namun pria itu bahkan tidak mengirimkan pesan apapun padanya. Sekedar bertanya kabarnya saja tidak. Saat ini Feby duduk termenung sendirian di dalam kelasnya. Keadaan kelas begitu sepi karena saat ini jam istirahat. Feby menatap hp miliknya yang ia letakkan di atas meja berharap ia mendapatkan pesan dari Arka.
Ting!
Sepertinya tuhan langsung mengabulkan harapan Feby. Sebuah notifikasi masuk dari hpnya. Gadis langsung mengecek notifikasi tersebut dengan mata berbinar.
Namun binar di mata Feby langsung sirna saat mengetahui ternyata bukan Arka yang mengirimkan pesan. Justru tertera nama Evandra di layar hpnya.
Evandra : Lo di mana Feb? Tumben nggak ke kantin?
Gadis itu hanya membaca pesan tersebut tanpa berniat untuk membalasnya. Namun tiba-tiba hpnya kembali berbunyi.
Ting!
Evandra : Kok cuma dibaca doang sih? Lo nggak kenapa-kenapa kan?
Feby : Aku nggak kenapa-kenapa Van
Feby pada akhirnya menjawab pesan tersebut karena jika tidak, Evandra pasti akan terus mengirimkan pesan kepadanya.
Evandra : Lo dimana? Kenapa nggak ke kantin? Gue dari tadi nungguin Lo di kantin
Feby menghelakan napasnya setelah membaca pesan tersebut. Sikap dari Evandra selalu membuatnya merasa risih. Ia rasanya ingin mengatakan kepada pria itu untuk berhenti berharap kepadanya. Usaha pria itu untuk mendapatkannya hanya akan berakhir sia-sia karena ia sudah menjadi istri orang lain. Namun apalah daya, ia tidak bisa melakukan itu...
Feby langsung menonaktifkan hpnya agar Evandra tidak bisa menghubunginya lagi. Gadis itu menelungkupkan wajahnya di atas meja. Hari ini ia sungguh tidak ingin melakukan apapun. Apapun yang ia lakukan, semuanya terasa hambar dan membosankan.
Untuk sekedar makan saja ia rasanya malas. Bahkan sejak pagi ia belum makan apapun. Hingga membuat perutnya terasa perih, namun gadis itu tetap enggan beranjak dari tempat duduknya. Feby memejamkan kedua matanya membiarkan rasa perih itu semakin menjalar.
"Kenapa Lo nggak bales chat gue Feb?" Tiba-tiba saja pertanyaan tersebut terdengar ke telinga Feby.
Gadis itu langsung menegakan tubuhnya. Begitu mendongak, netranya menangkap seorang pria berdiri tepat di samping mejanya. Pria itu tak lain adalah Evandra.
Evandra menarik kursi kayu lalu duduk di sebelah Feby. Pria itu menyodorkan sebuah kantong kresek berwarna putih kepada Feby.
"Sebelum lo jawab pertanyaan gue, lo harus makan dulu. Gue tau lo dari pagi belum makan apa-apa kan?" Ucap Evandra.
"Aku lagi nggak pengen makan Van" tolak Feby meskipun sebenarnya ia lapar.
"Tapi setidaknya lo harus isi perut lo Feb. Gue nggak mau lo sakit" Bujuk Evandra seraya menatap kedua mata Feby.
Feby langsung membuang pandangannya ke sembarang arah agar ia tidak bertatapan langsung dengan pria itu.
"Oke, kalo lo nggak mau makan sendiri, gue suapin lo aja ya?"
Mendengar itu, Feby sontak langsung menggeleng pelan. "Nggak Van perlu, aku bisa makan sendiri" Tolak gadis itu.
Evandra mengeluarkan sebungkus nasi dari air minum lalu meletakkannya di meja Feby.
"Ya udah cepetan makan. Kalau nggak, gue suapin! Gue hitung nih satu sampai tiga, kalau lo nggak mau makan juga, gue bakalan suapin lo sekarang juga!" Ancam Evandra.
"Satu... Dua... Ti--"
"Iya-iya! Ini aku makan!" Sela Feby dengan wajah kesal. Gadis itu akhirnya langsung memakan nasi yang pria itu berikan meskipun dengan wajah terpaksa.
Feby mulai memasukan nasi dengan lauk naget itu ke dalam mulutnya. Evandra terus memperhatikan Feby. Sudut bibir pria itu terangkat saat ia mendapatkan lirikan tajam dari Feby. "Kenapa liatin kaya gitu? Puas maksa orang?" Sindir Feby.
"Lo tambah cantik Feb kalau lagi marah" Goda Evandra.
Feby langsung diam setelah mendapatkan godaan seperti itu dari Evandra. Gadis itu tidak merespon apapun. Tiba-tiba saja, Evandra mengacak-acak pelan rambut Feby seraya tersenyum jail. Sontak Feby pun langsung menatap Evandra dengan tatapan tajam.
"Van!" Pekik gadis itu.
"Lanjutin makannya ya.. nanti pulangnya bareng sama gue, oke?
"Ya udah gue balik ke kelas dulu keburu bel masuk" Ujar Evandra lalu setelahnya pria itu keluar dari kelas Feby.
Feby hanya diam membisu mendengar perkataan Evandra. Gadis itu menatap Evandra yang keluar dari kelasnya dengan perasaan bersalah.
"Kamu cowok yang baik Van. Harusnya kamu nggak bersikap seperti ini ke aku. Maaf aku nggak bakalan bisa bales perasaan kamu karena, aku... Sudah menikah Van..." Gumam Feby.
Tanpa sadar seorang gadis berambut sebahu diam-diam mendengar ucapan Feby. Kedua mata gadis itu membulat sempurna. Dari balik jendela kelas Feby, gadis itu berdiri mematung.
"K-kak Feby sudah... M-menikah?" Batin gadis itu.
...🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️ 🕊️...
Jam menunjukkan pukul empat sore, suara bel tanda selesainya pembelajaran hari ini berbunyi di setiap penjuru kelas. Menghilangkan rasa kantuk dari setiap murid terutama murid-murid yang tengah mendapatkan pelajaran Matematika.
Raut wajah mereka semua langsung berubah seratus delapan puluh derajat. Mereka keluar dari kelas dengan senyum girang. Berbeda dengan Feby. Gadis itu sedari tadi hanya diam membisu.
Jderrr!
Gemuruh suara petir tiba-tiba saja terdengar. Langit yang tadinya berwarna biru cerah, kini berubah menjadi gelap. Rintikan hujan perlahan jatuh membasahi bumi.
Murid-murid langsung bergegas keluar dari kelas saat melihat rintikan hujan yang semakin deras. Begitu pula Manda, teman sebangku Feby. Gadis itu dengan buru-buru memasukan semua buku ke dalam tasnya.
"Feb? Lo nggak keluar? Keburu hujannya tambah deres" Kata Manda yang melihat Feby sedari tadi hanya diam menatap rintikan hujan lewat jendela.
Feby menoleh kepada Manda.
"Nggak Man" Jawab gadis itu singkat.
"Lo kenapa sih? Lagi ada masalah apa? Cerita sama gue Feb. Dari pagi lo tuh kaya orang kesurupan tau nggak? cuma diem aja!"
Feby tersenyum tipis mendengar itu. "Aku nggak kenapa-kenapa kok Man" Jawab Feby berbohong.
Manda yang sudah selesai memasukan semua buku ke dalam tasnya kembali duduk di samping Feby. Gadis itu mengurungkan niatnya untuk keluar meninggalkan Feby sendirian di dalam kelas. "Gue nggak mau tau, sekarang lo harus cerita ke gue. Gue nggak bakalan pergi ninggalin lo sendirian dengan keadaan seperti ini!" Desak Manda.
Feby menghelakan napasnya. Sejak dulu Manda memang seperti ini. Gadis itu selalu saja bisa menebak setiap kali ia ada masalah. Feby menatap Manda sesaat untuk mengumpulkan keberanian. Sebenarnya ia bingung bagaimana cara menceritakan kepada Manda apa yang tengah ia rasakan.
"Ceritain semua yang lo rasakan Feb. Jangan ada yang dipendam. Siapa tau setelah lo cerita ke gue, lo bakalan ngerasa lebih tenang" Kata Manda.
"Aku... Aku bingung Man"
"Apa yang buat lo bingung Feb?" Tanya Manda memusatkan semua perhatiannya pada Feby.
"Ada seorang pria yang selalu bikin aku kesel setiap kali aku ketemu dia. Entah itu sikapnya, cara bicaranya, dan apapun tentang dia, selalu bikin aku kesel. Tapi setelah dia pergi beberapa hari ini, aku ngerasa ada sesuatu yang berbeda dari biasanya. Aku ngerasa seperti... ada yang hilang dari hidupku"
Manda mendengar dengan seksama cerita dari Feby. "Itu tandanya Lo cinta sama dia Feb" Ujar Manda.
Mendengar itu Feby sontak langsung menggelengkan kepalanya. "Nggak mungkin Man! Aku nggak mungkin jatuh cinta sama dia!"
Manda menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa nggak mungkin Feb? Sekarang gue tanya ke lo, lo ngerasa kesepian kalau nggak ada dia?"
Feby menganggukkan kepalanya.
"Lo sedih kalau jauh dari dia?"
Feby menganggukkan kepalanya.
"Lo selalu nunggu kabar dari dia dan marah kalau dia nggak ngasih kabar ke lo?" Feby kembali menganggukkan kepalanya.
"Dan sekarang gue tanya hal yang paling penting ke lo. Jantung lo berdebar kencang kalau lo deket sama dia?"
Feby langsung diam mematung mendengar pertanyaan itu dari Manda. Namun pada akhirnya ia menjawab dengan jujur.
"I-iya Man" Jawab Feby terbata-bata.
"Fix! Lo jatuh cinta sama dia Feb!" Kata Manda setengah berteriak.
"Stssss! Man jangan keras-keras! Nanti kalau ada yang denger gimana?!" Sungut Feby.
Manda langsung terkekeh kecil melihat wajah Feby yang memerah. "Cieeee Feby lagi jatuh cinta... Cie... Cie..." Goda Manda.
"Man! Apaan sih!"
"Cie wajahnya merah..."
"Man, Stop!" Feby mendelik.
"Eh ngomong-ngomong siapa pria itu Feb? Jangan-jangan dia Evandra?" Tanya Manda.
"Bukan Man" Jawab Feby.
"Terus siapa? Cepetan kasih tau gue Feb! Jangan bikin gue mati penasaran!"
Ting!
Suara notifikasi dari hp Feby mengalihkan pembicaraan mereka. Feby langsung mengambil benda pipih tersebut untuk mengecek siapa yang mengirimkan pesan padanya. Kedua mata gadis itu langsung membulat sempurna saat melihat siapa nama yang tertera di layar hpnya. Arka William Megantara! Atau yang lebih tepatnya ia beri nama 'Om Arka'.
Melihat nama tersebut, senyuman di wajah Feby langsung mengembang sempurna. Feby bahkan bangkit berdiri dan melompat kegirangan. "Man! Dia akhirnya ngirim pesan ke aku!" Ucap Feby dengan begitu semangat.
Namun belum sempat Feby melihat pesan tersebut, tiba-tiba saja hp ditangannya direbut oleh seseorang. Feby sempat mengira itu ulah Manda namun ternyata bukan.
"Siapa sih yang ngirim pesan ke lo sampai lo seneng banget kaya gitu?" Pertanyaan itu meluncur dari mulut Evandra yang baru saja merebut hp Feby. Entah sejak kapan pria itu tiba-tiba masuk ke dalam kelasnya.
"Van balikin hp aku!" Teriak Feby seraya berjinjit untuk meraih hpnya.
"Ambil aja kalau bisa!" Ucap Evandra. Pria itu semakin mengangkat tinggi-tinggi hp milik Feby hingga membuat gadis itu kesusahan mengambilnya.
"Van! Cepetan balikin hp aku!"
"Nggak mau!"
"Van! Balikin!"
Kringgggg!
Hp milik Feby yang saat ini ada pada Evandra tiba-tiba saja berdering. Ada sebuah panggilan vidio call masuk dari Arka. Wajah gadis itu langsung berubah menjadi panik saat Evandra mengangkat panggilan vidio call tersebut.
"Van tolong balikin hp aku! Tolong Van..." Gadis itu terus memohon kepada Evandra.
"Bentar ya, ini Om Arka lo vc. Gue angkat dulu. Gue mau ngomong sama Om pacar gue" Kata Evandra.
"Van! Lo tuh ternyata nyebelin banget ya! Feby dari tadi minta lo balikin hpnya! Lo denger nggak sih?! Kasian dia!" Bentak Manda yang sudah tidak tahan melihat tingkah Evandra.
"Mano nggak usah ikut campur. Ini urusan antara gue dan calon pacar gue!" Jawab Evandra.
"Halo, assalamualaikum Feb?"
Jantung Feby berdebar hebat saat ia mendengar suara Arka dari sambungan video call tersebut. Namun wajahnya langsung berubah menjadi pucat pasi saat Evandra menarik tubuh mungil Feby mendekat ke arahnya.
Raut wajah Arka dari sambungan video call tersebut langsung berubah seketika saat melihat Feby dan Evandra. "Kamu dimana?" Tanya Arka pada Feby dengan nada berbeda.
"Feby lagi di sekolah Om sama saya. Tadi saya mau nganterin Feby pulang ke rumah, tapi hujan. Jadinya kita nunggu dulu di kelas sampai hujannya reda" Sambar Evandra.
"Saya tanya Feby, bukan kamu!" Tandas Arka.
"Tapi Feby nggak mau jawab sih Om, jadi saya sebagai pacarnya yang mewakili. Ya nggak Feb?"
"Van stop!" Feby langsung menatap Evandra dengan tatapan tajam meminta pria itu untuk berhenti mengatakan hal yang mampu menimbulkan kesalahpahaman.
"Udahlah Feb, lo nggak usah malu sama Om lo sendiri. Lo pasti kedinginan ya Feb? Sini gue peluk" Evandra dengan sengaja mengatakan itu untuk memancing emosi Arka.
Raut wajah Arka tampak begitu tenang. Namun di bawah sana, pria itu mengepalkan kedua tangannya untuk menahan emosi. Jika saja saat ini ia tidak sedang di Australia, maka ia pasti akan meninju wajah Evandra lalu membawa Feby pulang.
"Tetap di kelas kamu Feb. Saya akan meminta Kevin untuk menjemput kamu. Dan satu lagi, jangan berani-berani pulang bersama pria lain mengerti?" Titah Arka.
Feby mengangguk patuh. "I-iya..."
Lalu setelahnya, Arka langsung mematikan sambungan video call tersebut tanpa mengatakan apapun lagi.
"Gue heran Feb, sebenernya dia itu Om lo atau bukan sih?" Pertanyaan itu langsung meluncur begitu saja dari mulut Evandra setelah ia mendengarkan kalimat yang diucapkan oleh Arka sebelum pria itu mematikan video call.
Feby menatap Evandra dengan tatapan kesal. Gadis itu langsung merebut hp miliknya dari tangan Evandra. "Bukan urusan kamu Van!" Jawab Feby dengan ketus.
"Man, lebih baik kita keluar dari kelas ini sekarang dari pada kita harus berlama-lama dengan cowok yang nggak punya akal!" Ajak Feby pada Manda. Gadis itu benar-benar kesal dengan sikap Evandra barusan.
"Ya Feb bener banget. Lama-lama kita bisa ikutan nggak punya akal!" Saut Manda.
Mereka berdua pun keluar dari kelas meninggalkan Evandra begitu saja. Namun baru beberapa langkah, Evandra langsung mengejar Feby dan menggenggam pergelangan gadis itu.
"Gue nggak bakalan biarin lo pergi kemana-mana Feb!" Ujar Evandra seraya menggenggam tangan gadis itu.
"Lepasin Van!" Bentak Feby berusaha melepaskan tangannya dari cengkraman Evandra. Namun pria itu justru semakin menggenggam pergelangan tangannya dengan erat.
"A-aw... Sakit Van! Lepasin tangan aku!" Pinta gadis itu menjerit kesakitan.
"Nggak! Gue nggak bakalan lepasin tangan lo sebelum lo jawab pertanyaan gue, sebenarnya apa hubungan lo dan Om lo itu?!"
"Van! Lo gila ya?! Lepasin tangan Feby!" Bentak Manda berusaha membantu Feby untuk lepas dari cengkraman Evandra.
Namun pria itu justru mendorong Manda dengan begitu keras hingga membuat gadis itu jatuh tersungkur.
BRUK!
"VAN! KAMU BENAR-BENAR NGGAK PUNYA HATI YA?!" Teriak Feby dengan kedua mata yang memerah menahan tangisan melihat Manda yang jatuh tersungkur.
"Gue emang udah nggak punya hati Feb. Karena hati gue, udah gue kasih ke lo!" Jawab Evandra.
Pria itu tiba-tiba saja langsung menarik tubuh Feby dengan kasar mendekat ke arahnya. Tubuh Feby bergetar hebat. Rasa takut di dalam hati gadis itu tak lagi bisa disembunyikan saat Evandra menatapnya dengan tatapan tajam.
"Man kamu nggak kenapa-kenapa kan? Bangun Man! Jangan bikin aku khawatir!" Ujar Feby pada Manda yang masih tersungkur di atas keramik.
"Ini hanya peringatan kecil Feb. Kalau ada orang yang berani menghalangi jalan gue buat dapetin lo, gue nggak bakalan segan-segan buat singkirin orang itu!"
Tubuh Feby semakin bergetar hebat. Wajah gadis itu menjadi pucat pasi. Air mata yang perlahan membasahi kedua pipi Feby.
"L-lepasin aku Van..." Lirih Feby.
Evandra tersenyum tipis. Kedua tangan pria itu menangkup wajah Feby. Isak tangis Feby semakin menjadi saat Evandra menarik tengkuknya. Mengikis jarak diantara mereka.
"J-ja-jangan Van..."
"Jangan salahkan gue Feb, itu semua salah lo karena lo selalu nolak cinta gue!" Ucap Evandra.
Evandra semakin menarik tubuh Feby hingga pada akhirnya tubuh mereka berdua saling menempel satu sama lain. Evandra menatap bibir mungil Feby yang bergetar. Pria itu tersenyum penuh arti.
Namun pada akhirnya, saat Evandra hendak mencium bibir Feby tiba-tiba saja...
BRUK!
______________________________________
udah lope lope biasa nya si bulu bulu pada nempel bikin gatal
bukannya so tau kebanyakan novel 98% Kya gitu salaf fahamnya
dan satu lagi punya seribu cara satu gagal coba lagi sampai mereka salah faham,,jarang ada yg siaga paling banyak kena jebakan nyesel minta maaf
ada satu sih yg lagi aku baca sebelum bergerak dah katauhan duluan