NovelToon NovelToon
Pernikahan Balas Dendam

Pernikahan Balas Dendam

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:248
Nilai: 5
Nama Author: arinnjay

Seorang wanita cantik dan tangguh bernama Arumi Pratama putri tunggal dari keluarga Pratama.
Namun naas suatu kejadian yang tak pernah Arumi bayangkan, ia dituduh telah membunuh seorang wanita cantik dan kuat bernama Rose Dirgantara, adik dari Damian Dirgantara, sehingga Damian memiliki dendam kepada Arumi yang tega membunuh adik nya. Ia menikah dengan Arumi untuk membalas dendam kepada Arumi, tetapi pernikahan yang Arumi jalani bagaikan neraka, bagaimana tidak? Damian menyiksanya, menjadikan ia seperti pembantu, dan mencaci maki dirinya. Tapi seiring berjalannya waktu ia mulai jatuh cinta kepada Damian, akankah kebenaran terungkap bahwa Arumi bukan pelaku sebenarnya dan Damian akan mencintai dirinya atau pernikahan mereka berakhir?
Ikutin terus ceritanya yaa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon arinnjay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12 : Menemukan Pelabuhan

Pagi itu, Jakarta masih diselimuti kabut tipis. Hujan semalam meninggalkan aroma tanah basah yang segar, dan sinar matahari mulai menembus celah-celah pepohonan di taman kecil dekat rumah aman. Damian duduk di bangku kayu, menikmati secangkir kopi hitam yang mulai mendingin. Di sampingnya, Arumi tengah sibuk membaca buku yang baru saja ia pinjam dari toko buku kecilnya sendiri.

“Kalau aku bilang, kamu suka banget baca, kamu percaya nggak?” Damian membuka percakapan dengan nada santai, tapi matanya tetap menatap Arumi penuh arti.

Arumi menoleh, tersenyum kecil. “Mungkin aku cuma cari alasan buat ngilang dari dunia yang ribet,” jawabnya, “tapi kalau kamu bilang aku suka baca, ya... aku gak nolak juga sih.”

Damian tertawa ringan, suara yang jarang keluar dari dirinya. Itu momen kecil, tapi hangat. Mereka sudah melewati badai bersama, dan sekarang saatnya menikmati ketenangan.

“Serius, aku nggak nyangka kamu bisa betah duduk lama-lama baca buku, sementara aku lebih suka ngutak-ngatik data atau ngetik di laptop,” Damian lanjut sambil menyesap kopinya.

“Kalau kamu ngebosenin, aku juga bakal cabut kok,” Arumi bercanda, tapi tatapannya lembut.

Mereka tertawa bersama, dua jiwa yang dulu penuh luka, kini mulai saling mengisi ruang yang kosong di hati.

---

Hari-hari mereka berjalan dengan ritme yang sederhana, jauh dari hiruk-pikuk kasus dan dendam yang dulu membelenggu. Damian membantu Arumi mengelola toko buku kecilnya yang mulai dikenal oleh komunitas pecinta sastra di kota itu. Kadang mereka mengadakan diskusi kecil, ngobrol santai soal buku, kehidupan, atau hanya duduk bersama sambil menyeruput teh dan kopi.

Di tengah kesibukan sederhana itu, Damian sering kali menatap Arumi dengan penuh kekaguman. Bukan cuma karena ketegaran dan kecerdasannya, tapi juga karena bagaimana Arumi berhasil tetap menjadi dirinya sendiri—hangat, tulus, dan tanpa kepura-puraan.

Suatu sore, saat hujan turun rintik-rintik, mereka duduk di dekat jendela toko, menatap tetes-tetes air yang jatuh perlahan. Damian mengambil tangan Arumi, menggenggamnya erat.

“Kamu tahu, aku dulu pikir aku cuma bisa cinta karena benci. Tapi sekarang, aku sadar... aku bisa cinta kamu karena kamu bikin aku percaya.”

Arumi menatapnya dalam-dalam. “Aku juga pernah takut cinta itu cuma jebakan. Tapi kamu ngajarin aku, cinta itu soal berani terbuka dan berani menerima.”

Mereka saling tersenyum, tanpa perlu kata-kata lebih banyak. Hujan yang jatuh di luar menjadi saksi bisu betapa dua hati yang dulu rapuh kini mulai menyatu.

---

Malam hari, mereka sering habiskan waktu dengan cara sederhana: menonton film favorit, memasak bersama di dapur kecil rumah aman, atau sekadar duduk di balkon sambil berbincang tentang masa depan.

“Kadang aku masih takut,” Arumi mengakui suatu malam, “takut kalau semuanya ini cuma mimpi dan nanti akan hancur lagi.”

Damian menarik napas panjang, kemudian menggenggam tangan Arumi. “Aku juga pernah takut, tapi aku janji, aku bakal berjuang buat kita. Bukan karena aku harus, tapi karena aku mau.”

Arumi tersenyum dan menatap matanya. “Itu yang bikin aku yakin.”

Di bawah langit malam yang dihiasi bintang-bintang kecil, mereka berdua duduk bersebelahan, saling menguatkan tanpa perlu kata-kata.

---

Seiring berjalannya waktu, hubungan mereka semakin dalam dan penuh warna. Damian mulai belajar dari Arumi tentang kesabaran dan kejujuran. Arumi menemukan bahwa Damian bukan hanya pria yang kuat di luar, tapi juga lembut di dalam.

Mereka belajar untuk menghadapi masa lalu bersama tanpa harus saling menyalahkan. Kadang, luka lama muncul kembali, tapi mereka tidak lari. Mereka duduk bersama, membicarakan rasa sakit itu dengan terbuka, dan perlahan menyembuhkannya bersama.

Suatu hari, di tengah sore yang cerah, Damian mengajak Arumi berjalan di taman kota. Angin sepoi-sepoi dan aroma bunga memenuhi udara.

“Kamu pernah mikir, gimana kalau kita nggak pernah kenal satu sama lain?” Damian bertanya tiba-tiba.

Arumi tertawa kecil. “Mungkin aku bakal lebih gampang move on dari semua drama keluarga Dirgantara, tapi aku nggak bakal pernah nemu seseorang yang ngajarin aku artinya sabar dan cinta.”

Damian mengangguk. “Aku juga nggak mau hidup tanpa kamu. Kamu jadi alasan aku bertahan.”

Arumi menatapnya dan menggenggam tangannya erat. “Aku juga, Damian. Kamu bukan cuma pelarian dari luka, kamu pelabuhan.”

Mereka berhenti sejenak, saling menatap dan tersenyum. Momen itu begitu sederhana, tapi bermakna.

---

Dalam malam-malam berikutnya, mereka makin sering berbagi impian dan rencana masa depan. Bukan lagi soal balas dendam atau dendam yang membara, tapi tentang membangun hidup yang mereka inginkan—hidup dengan damai, bahagia, dan penuh arti.

Damian mulai menulis lagi, tapi bukan tentang kegelapan dan rahasia keluarga. Kali ini ia menulis cerita tentang harapan, tentang dua orang yang menemukan kekuatan dalam cinta dan kejujuran. Arumi selalu jadi inspirasi terbesarnya.

Suatu ketika, Arumi mengajak Damian untuk menghadiri sebuah pameran seni yang menampilkan karya-karya lokal. Di tengah riuh rendah pengunjung, Damian dan Arumi berdiri berdampingan, saling bergandengan tangan.

“Kamu tahu, aku senang kita bisa begini,” kata Arumi pelan.

Damian menatapnya, tersenyum hangat. “Aku juga. Aku nggak pernah nyangka, dari semua kisah kelam yang kita jalani, yang paling indah adalah perjalanan kita berdua.”

Arumi mengangguk. “Dan ini baru permulaan.”

---

Suatu malam, mereka duduk di balkon rumah, memandang bintang yang bersinar redup. Damian membuka lengan bajunya dan memperlihatkan bekas luka lama di pergelangan tangannya.

“Aku nggak akan nyembunyiin bekas luka ini lagi,” katanya. “Sama kayak aku nggak mau nyembunyiin perasaan aku sama kamu.”

Arumi memegang tangannya, pelan. “Aku terima semua bagian dari kamu. Bekas luka, cerita, dan semua yang kamu jadi.”

Damian menariknya lebih dekat, memeluk dengan lembut. “Aku pengen kita terus saling jaga. Aku nggak janji sempurna, tapi aku janji nggak akan ninggalin kamu.”

Arumi menutup matanya, merasa hangat dalam pelukan itu. “Aku juga nggak mau ninggalin kamu, Damian. Kita jalanin ini bareng.”

---

Waktu terus berjalan, dan hubungan mereka semakin kuat. Mereka tak lagi menjadi dua orang yang bersembunyi di balik dinding luka, tapi dua manusia yang memilih untuk hidup dan cinta dengan jujur.

Malam itu, di ruang tamu kecil mereka, Damian menatap Arumi dengan penuh cinta.

“Kamu tahu nggak, aku nggak perlu kata-kata besar atau janji manis buat percaya sama kamu. Cukup lihat kamu di sini, bersama aku, aku udah merasa cukup.”

Arumi tersenyum dan menggenggam tangannya. “Aku juga, Damian. Aku nggak perlu yang sempurna, aku cuma butuh kamu yang nyata.”

Mereka tertawa, dan tawa itu menjadi melodi terindah dalam hidup yang pernah suram.

---

Di tengah kebahagiaan yang mulai mereka rajut, ada momen-momen kecil yang terus menguatkan mereka. Damian yang tiba-tiba memasak sarapan, Arumi yang mengirimkan pesan singkat berisi kata-kata penyemangat, atau saat mereka berdua tertawa karena salah paham kecil yang jadi bahan candaan.

Kehidupan mereka sederhana, tapi penuh warna dan arti. Setiap hari adalah kesempatan baru untuk saling mengenal, memahami, dan mencintai tanpa syarat.

Mereka sadar, cinta mereka bukan dongeng sempurna, tapi kenyataan yang mereka pilih untuk jalani bersama.

---

Sore hari yang cerah, Damian dan Arumi duduk di sebuah kafe kecil, menyesap kopi dan berbagi mimpi.

“Kamu yakin kita bisa terus seperti ini?” tanya Arumi, setengah serius.

Damian menatapnya dengan mata berbinar. “Aku yakin, selama kita saling memilih, gak ada yang nggak mungkin.”

Arumi tersenyum penuh keyakinan. “Kalau gitu, ayo kita jalani hari ini, esok, dan selamanya.”

Mereka berdua saling menggenggam tangan erat, siap menghadapi masa depan tanpa bayang-bayang masa lalu.

---

Malam itu, di bawah langit penuh bintang, Damian memeluk Arumi erat-erat, berbisik pelan, “Kamu adalah rumah yang selalu aku cari.”

Arumi

1
Araceli Rodriguez
Ngangenin deh ceritanya.
Cell
Gak kepikiran sama sekali kalau cerita ini bakal sekeren ini!
filzah
Karakter-karakternya sangat hidup, aku merasa seperti melihat mereka secara langsung.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!