Terjerat Cinta Daddy Mafia

Hubungan mereka sudah sangat dekat, sulit terpisah. Bagi Ana, Benigno adalah sosok segalanya di hidupnya. Hanya Benigno yang dia miliki. Meskipun Benigno sering kali bersikap dingin padanya, dia selalu merasa nyaman berada di dekat Benigno.

Suara ketukan pintu kamar terdengar. Ana turun dari pangkuan Benigno dan membuka pintu kamar. Para pelayan mengantarkan berbagai macam makanan utama dan juga makanan penutup. Mereka juga membawakan beberapa jenis minuman dan juga buah.

"Terima kasih," ucap Ana sopan.

Dia menutup pintu kamarnya kembali.

"Sudah! Kamu tak perlu repot-repot mengambilkan makanan untuk Daddy. Kamu ambil makanan, untuk kamu saja," tolak Benigno saat Ana hendak mengambilkan makanan untuknya.

Mereka makan bersama. Beberapa kali Ana memaksa menyuapi makanan ke dalam mulut Benigno. Ana pun merengek meminta Benigno menyuapinya makanan milik Benigno.

Tiba-tiba saja Benigno merasa nyeri di da*danya. Dia meringis kesakitan, membuat Ana langsung panik. Dia langsung bangkit dari tempat duduknya, dan membantu Benigno ke ranjang.

"Apa Daddy tertembak? Memangnya, siapa yang berniat jahat kepada Daddy?" Ana bertanya.

Namun, Benigno tak mungkin menceritakan pada Ana tentang profesinya sebagai seorang mafia kelas kakap. Lagi-lagi dia memilih berbohong, menutupinya dari Ana.

"Apa Daddy mau aku bawa ke rumah sakit?" Tanya Ana.

Benigno menolaknya. Dia hanya butuh istirahat, dan tak banyak bergerak. Mungkin hal ini terjadi, karena dia begitu bersemangat saat bercinta tadi dengan Ana.

Ana memberi kesempatan kepada Benigno untuk beristirahat. Dia pun, setelah bercinta dan makan. Matanya menjadi mengantuk, memutuskan untuk tidur kembali.

Tak lama kemudian, Ana berteriak-teriak. Membuat Benigno akhirnya membuka matanya. Dia tampak bingung, karena melihat Ana dengan mata terpejam. Hanya saja keringat bercucuran membasahi wajah dan tubuhnya.

"Siapa kamu? Siapa?"

Berkali-kali Ana mengatakan demikian. Hingga akhirnya Benigno bangkit duduk, dan membangunkan Ana. Napas Ana ngos-ngosan, dan wajahnya berkeringat. Dia mencoba mengatur napasnya terlebih dahulu.

"Kamu kenapa, An? Apa kamu bermimpi buruk?" Tanya Benigno lembut.

"A—aku bertemu dengan seseorang yang menggunakan topeng. Orang bilang, orang itu adalah pembunuh papiku. Kenapa aku selalu merasa pembunuh itu berada di dekatku?"

"Mengapa ciri-ciri yang sering Ana katakan, mengarah ke diriku? Siapa dia sebenarnya?"

Benigno melamun. Hal itu membuat Ana mengerutkan keningnya.

"Dad—" panggil Ana menyadarkan Benigno.

"Ya, kenapa?" tanya Benigno yang tampak seperti orang bingung.

Ingin rasanya Benigno menanyakan lebih jelas, tentang orang tua Ana. Namun, ada rasa takut yang dia rasakan. Jika nantinya Ana benar anak dari salah satu laki-laki yang pernah dia bu*nuh. Benigno terkenal sebagai pembu*nuh berdarah dingin. Banyak orang yang sudah dia lenyapkan nyawanya.

Dari sekian yang dia bu*nuh, kisah Ana memiliki kemiripan dengan pembu*nuhan lima tahun lalu.

"Mengapa Daddy melamun?" tanya Ana yang kini menatap Benigno.

"Ah, tidak. Hanya saja Daddy sedang mencerna, dan berpikir ucapan kamu. Ayo kita tidur kembali! Mimpi hanyalah bunga tidur, lupakanlah!" Ujar Benigno.

Dia langsung memeluk tubuh Ana, memberikan kenyamanan. Perlahan, Ana akhirnya tertidur kembali.

Matahari sudah menunjukkan sinarnya. Perlahan Benigno membuka matanya. Ana terlihat masih memejamkan matanya. Wajahnya terlihat menggemaskan. Benigno melepaskan pelukan Ana secara perlahan. Dia harus segera bersiap-siap ke perusahaan.

Merasakan ada pergerakan. Ana pun membuka matanya. Dia renggangkan tubuhnya. Dia terlihat menguap, masih mengantuk.

"Kembalilah ke kamar kamu! Daddy mau bersiap-siap bekerja. Apa kamu ada kuliah pagi ini?" Benigno berkata.

"Apa Daddy bisa mengantarkan aku ke kampus?" Ana bertanya balik.

"Baiklah. Kita berangkat bersama. Sekarang, kamu kembali ke kamar kamu, dan bersiap! Kita bertemu di meja makan!"

Benigno sudah menunggu Ana di meja makan. Tak lama kemudian, Ana turun menghampiri meja makan.

"Kenapa kamu berpakaian seperti itu? Ganti pakaian kamu! Ingat, kamu itu mau kuliah bukan main ke Mall. Berkali-kali Daddy ingatkan padamu, masih saja kamu melanggarnya," tegur Benigno.

"Teman-temanku banyak yang berpakaian seperti ini. Tak ada dosen yang menegur. Lagipula, ini tertutup. Memang saja tubuhku sekarang terlihat lebih padat berisi," jawab Ana keras kepala.

"Daddy tak ingin dengar penolakan! Jangan ikuti teman. Kamu harus menjadi diri kamu sendiri. Apalagi teman yang akan menjerumuskan kamu nantinya. Bisa saja nantinya mereka mengajarkan kamu menjadi sugar baby," Benigno berkata.

"Apa selama ini Daddy pernah melakukannya? Berhubungan dengan wanita muda seusia aku?" Ana bertanya.

"Itu bukan urusan kamu! Daddy tak akan menjawab. Jangan buat naf*su makan Daddy hilang, karena ucapan kamu yang tak penting. Kamu tak perlu tahu hidup Daddy," jawab Benigno sinis.

Dengan perasaan kesal, Ana akhirnya kembali ke kamarnya. Dia langsung mengganti pakaiannya kembali. Bagi Benigno, Ana hanya boleh terlihat seksi di hadapannya. Sungguh egois sekali dia.