NovelToon NovelToon
MAN FROM THE ABYSS

MAN FROM THE ABYSS

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Isekai
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Nur

Seorang pembunuh yang dapat menerima konsekuensinya atas seluruh tindakannya adalah suatu keberadaan yang paling berbahaya.

Di antara seluruh sejarah umat manusia di muka bumi terdapat beberapa orang yang mendominasi kejahatan dalam setiap era sejarah, dengan tujuan menyebarkan ideologi gila mereka untuk melahirkan generasi kejam yang tak mengenal rasa takut.

Di tahun 2017 sedikit banyaknya dari mereka yang telah menanamkan jiwa seorang pembunuh berakhir di era teknologi sehingga angka kejahatan semakin menurun. Namun hal itu tidak mengungkit fakta bahwa masih ada satu orang yang bekerja secara indepent di balik bayang-bayang hanya untuk sekedar menjadikannya kesenangan dengan meninggalkan kasus paling banyak dalam sejarah umat manusia.

Kisah ini menceritakan seorang pembunuh profesional yang terjebak dalam permainan Dewa setelah kematiannya telah di tetapkan, jauh dari surga maupun neraka di dalam dunia tersebut hanya ada keajaiban sihir dan segala kemungkinannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Eps 27:Pilihan Untuk Hidup Atau Mati

Satu hari berikutnya telah berlalu sejak Dewi Gabriel berhasil menjadi tawanan di tangan Izaya.

Tepat pada malam hari di tengah kerajaan jauh dari jarak Dewi Gabriel berada sekarang dan di atas puing-puing kekacauan menjadi bekas pertarungan mereka berdua, di sana Izaya sibuk mengumpulkan semua mayat di area sekitar kerajaan yang tampak terkumpulkan dalam satu tempat.

Semua mayat-mayat itu adalah penduduk asli rakyat kerajaan Dewi Gabriel. Hampir terhitung puluhan ribu rakyat yang terkonfirmasi telah tewas dari wanita, pria bahkan anak kecil dan sebagian besar tidak ada dari mereka yang menyisakan kepala.

Pembunuhan tersebut secara terus di lakukan oleh Izaya seolah ia sedang melakukan genosida demi menghabisi seluruh penduduk kerajaan Dewi Gabriel hingga tak bersisa. Cara yang Izaya lakukan tak kenal ampun, melalui insting membunuh apa yang terkunci oleh pandangan matanya ia tak segan akan memberikan kematian yang mengenaskan.

"Haahh ... Haahhh ... "

Di tengah pencarian Izaya di bawah terangnya rembulan untuk menemukan rakyat yang tersisa, beberapa reruntuhan menyisakan tempat bagi mereka untuk berlindung dari kejaran kebringasan Izaya.

"Pe-Pemandangan apa ini? ... Monster apa yang telah menghancurkan kerajaan dan seluruh penduduk rakyat nona Gabriel. Aku ... Tak pernah terpikirkan akan terjadi seperti ini. Pemandangan ini benar-benar tak lazim, darah ada di mana-mana dengan banyaknya mayat. Aku ... Aku gemetar ketakutan. Nafasku terasa sesak, apa yang harus kulakukan di situasi ini? ... Memohon untuk pengampunan? Aku yakin ucapan seperti apapun tak akan berlaku dengan cara membunuh dingin yang dia lakukan. Apakah tak lama aku akan di temukan dan bernasib sama dengan mereka? Tidak, aku tidak ingin, siapapun tolong lindungi aku yang hanya seorang wanita biasa ini. Kumohon siapapun!."

Teriaknya dalam lirihan bicara dengan penuh rasa ketakutan dan berlinang air mata, rasa takut itu membatasi ketakutannya dengan cara mencekik lehernya sendiri.

"Hey kau. Aku sudah bosan mendengar keluhanmu."

"Eh?"

Di satu tempat perlindungan yang sama, sosok wanita itu melihat kehadiran seorang pria yang sedang duduk di dekatnya, pria misterius tersebut tampak memakai sebuah jubah untuk menutupi identitasnya.

"Se-Sejak kapan kau di sana?"

"Sejak kau merengek nasibmu. Aku tidak tau apa yang terjadi di sini, aku hanya seorang pengembara dari luar kerajaan. Padahal aku baru saja sampai di sini, entah mengapa aku harus berlindung dari monster itu."

Pria itu mengatakannya sambil menunjukan tatapan matanya untuk memperhatikan keberadaan Izaya yang terus mencari mangsa.

"Apakah kau kuat?"

"Kuat? Ya aku kuat."

"Kalau begitu bisakah kau-"

"Namun aku tak yakin bisa mengalahkan monster itu."

Pria tersebut langsung menyangkal perkataan wanita itu dengan tegasnya.

"Jika begini terus kita sama saja akan bernasib sama dengan yang lain!."

Hanya ada rasa tercengkam dan takut yang terlihat di wajah wanita itu.

"Tunggu, pakaian serba putih? Di lihat dari jubah putih yang kau kenakan apakah kau salah satu prajurit bawahan Dewi Gabriel?"

"Tidak juga, aku baru saja lulus sebagai kandidat untuk menjaga kedamaian kerajaan. Dan aku ... Tidak sekuat di bandingkan yang lain. Walau begitu aku benar-benar mengabdikan hidupku kepada kerajaan dan kepada maha agung Dewi Gabriel."

"Lantas, kenapa kau tidak mati saja mengorbankan nyawa seperti yang lain?"

"Apakah kau gila! Tidak ada kesempatan aku melawannya, bahkan orang-orang kerajaan sama sekali tidak bisa menyentuhnya. Itu artinya orang-orang terkuat dari kerajaan pun belum tentu bisa membunuhnya, terlebih mereka semua tewas mendahuluiku. Apalagi tidak ada tanda-tanda keberadaan Dewi Gabriel bahwa beliau masih hidup. Sudah sewajarnya aku harus memikirkan nasibku sendiri bukan? Hiks."

Wanita itu menangis terseduh dengan senyuman lebar, seperti ia telah kehilangan akal.

"Banyak omong juga dirimu, kesatria yang menangis aku tidak membencinya. Bisakah kau beritahu namamu?"

"Nama? Namaku Visca."

"Baiklah Visca, berhentilah menangis aku akan membantumu untuk keluar dari situasi ini."

"Benarkah? Apakah kau bersungguh-sungguh."

"Ya, walau aku terdengar dingin seperti ini, aku tak pernah sekalipun meragukan keputusanku. Namun aku adalah seorang pengembara, tentunya sebagian dari mereka menawarkan bantuan namun juga harus mendapatkan imbalan."

Pria itu menatap Visca dengan sungguh-sungguh untuk mendengar langsung jawabannya.

"Imbalan? Kalau begitu aku akan memberikan tubuhku."

Dengan lantang ucapan itu di katakan tanpa rasa ragu.

"Apakah semua wanita akan melakukan hal serupa bila mereka di dekatkan oleh situasi yang membahayakan nyawa mereka."

"Mau bagaimana lagi, aku sudah tidak memiliki apapun selain tubuhku yang bisa kuberikan."

"Aku sudah mengatakan bahwa aku akan membantumu, aku hanya tertarik dengan uang. Kalau begitu aku akan menjual tubuhmu kepada orang-orang."

"Kau ... Menjadikanku pelacur?"

"Ya itu jika aku memang masih hidup, sebenarnya tidak ada kemungkinan kita bisa melewati situasi ini. Cara membunuh yang dia lakukan adalah buktinya, aura energi sihirnya sangat tidak wajar, apapun yang terlintas di dekatnya secara instan akan di hancurkan."

"Hey, kenapa kau mau membantuku?"

Saat Visca meminta jawaban atas pertanyaannya kepada pria tersebut mendadak suasana menjadi hening.

"Padahal aku belum melakukannya dan kau menanyakan kembali? Yah jika di katakan aku hanya benci wanita yang mereng-"

"Aku yakin itu bukan alasan utamamu."

Visca langsung memotong ucapan pria tersebut dengan tatapan yang serius.

Seketika pria itu tidak dapat berkata-kata untuk sesaat.

"....... Bukankah sudah jelas dari bagaimana aku ingin menjualmu, ya bagiku uang adalah segalanya. Hanya itu saja, aku menghabiskan perjalananku hanya untuk menikmatinya bersama uang yang kudapat. Terdengar seperti leha-lehay saja bukan?"

"Tapi kau menikmatinya kan?"

Mereka berdua saling bertatapan ketika ucapan dari mereka terdengar menjadi sebuah perhatian.

"Ya, aku menikmatinya."

"Kalau begitu tidak ada yang salah dengan hal itu, dari pada diriku ... Aku hanya menghabiskan hidupku dalam mimpi kedamaian yang di ciptakan oleh Dewi Gabriel. Tapi aku tidak membencinya sama sekali malah justru aku merasa bersyukur. Ngomong-ngomong bisakah kau melepaskan jubah yang menutupi wajahmu? Sejujurnya itu menggangguku saat berbicara."

Mendengar ucapan tersebut pria itu segera melepaskan jubahnya di tengah perhatian Visca.

Terlihat wajah dari seseorang yang memiliki banyak cerita perjalanan, dari rambut yang memanjang kebelakang dengan kulit yang keriput dan pada area wajah terdapat bekas luka di bagian mulutnya, menyimpulkan bahwa pria itu memiliki umur 40 tahun.

"Kau memintaku untuk melepaskan jubahku sedangkan kau tak berniat sama sekali melepaskan jubah putih yang menutupi rambutmu. Yah lupakan saja, pakaian serba putih biasanya menandakan kesucian. Kembali ke topik kita, sejujurnya aku tidak memiliki rencana apapun entah itu untuk dirimu maupun diriku."

"Lalu bagaimana cara kita keluar?"

Sekali lagi Visca menegaskan ucapannya di hadapan pria tersebut.

"Aku dapat mengetahui pasti, jika kita gegabah dalam melakukannya maka kemungkinan besar kita akan berakhir seperti mereka. Aku paham perasaanmu yang ingin keluar hidup-hidup tetapi hanya ada sedikit celah yang bisa kulakukan untuk membawamu keluar. Dan itu sangat bresiko.

"Kenapa kau sangat mengetahui hal itu? Seolah kau mendalami berbagai keadaan saat melihat lawanmu. Yang kulihat saja hanya membuatku beranggapan bahwa dia bergerak sebagai mesin pembunuh yang tak kenal ampun, melalui energi sihir dia dapat menarik korbannya dengan mudah. Itu benar-benar .... "

Visca berbicara sambil memperhatikan bagaimana cara Izaya membunuh di bawah sinar rembulan dengan perasaan yang begitu berdebar karena rasa takut, namun jiwa kemanusiaanya tak sanggup untuk melihat setiap korban yang berjatuhan menjolak perasaan menjijikan yang memaksakannya menutup mulutnya sendiri. 

"Aku tidak tahu kau tidak tahan dengan aroma kematian, muntahkanlah jika kau memang tidak tahan."

"HUAKKK...!"

Tepat setelah pria tersebut mengatakan apa yang selama ini Visca tahan, secara spontan ia memuntahkan seluruh isi perutnya di depan perhatian pria tersebut dengan raut wajah yang pucat.

"Ma-Maaf, aku tidak terbiasa dengan keadaan seperti ini. Seumur hidupku baru kali ini aku melihat banyaknya mayat di depan mataku."

Ketakutan yang Visca alami menggetarkan seluruh tubuhnya hingga ia tak mampu untuk bergerak saat kepercayaan dirinya terambil oleh keraguan di hadapannya.

Saat itu juga pria tersebut melihat kondisi kejiwaan Visca yang tampak perlahan membunuh mentalitasnya.

"Apa kau kembali takut karena telah mendengar aku tidak memiliki rencana?"

"Eh?"

"Reaksi spontan itu menunjukan kebenaran, biar kukatakan lagi aku tidak bisa menjamin kau akan selamat karena monster itu sejak awal menahan kekuatannya untuk membunuh, namun aku bisa memberikanmu dua pilihan."

Secara serentak pria tersebut mengeluarkan sesuatu seperti benda berbentuk batu di dalam sakunya, setelahnya ia meleparkannya kepada Visca.

Dan tentunya tanpa Visca sadari batu itu telah mendarat di kedua tangannya.

"A-Apa ini?"

Visca mengatakannya dengan rasa kebingungan saat melihat batu tersebut di penuhi cahaya gelap yang tanpa sebab di berikan kepadanya.

"Batu teleportasi, batu itu bisa mengirimu ke tempat yang jauh dari tempat ini namun berbeda dari item teleportasi yang lain. Yang kau pegang itu adalah jenis spesial yang kudapatkan saat melawan makhluk tingkatan. Artinya itu hanya tertuju pada satu tempat, aku tidak tau pasti dimana itu karena aku sendiri belum pernah memakainya. Walau tidak sebanding dengan Item Drop harganya sangat mahal."

Tampak Visca yang hanya berdiam diri setelah perkataan pria tersebut memberikannya sebuah pilihan yang berdampak pada nasibnya. Ketegangan yang ia rasakan karena keputusan yang sulit ia tetapkan membuat sekujur tubuhnya terbasahi oleh air keringat.

"Lalu bagaimana dengan dirimu sendiri?"

"Aku? Tidak ada jalan lain bukan? Selain mencari jalan keluar dengan berhadapan dengannya langsung. Lagi pun aku sejak awal memang tidak berniat ingin menggunakan batu itu. Tetapi ... Bukan berarti setelah kau menggunakan batu itu nasibmu akan terjamin. Bagaimanapun juga batu tersebut berasal dari makhluk tingkatan. Aku pernah membaca beberapa buku kuno prasejarah dari reruntuhan kuno yang mengatakan, jika sebuah makhluk tingkatan saat kematiannya menjatuhkan batu teleportasi besar kecil kesempatan mereka akan di tempatkan ke tempat makhluk lebih tinggi, sebaliknya kemungkinan mereka di bawa ke suatu tempat yang sangat jauh dari dunia ini. Aku paham perasaanmu yang tidak ingin tewas karena sejak lahir kau sudah berada di bawah naungan Dewi Gabriel yang di sebut-sebut memberikan mimpi kedamaian abadi."

"(Pada akhirnya aku hanyalah seorang pencundang. Aku ... Menyadari bahwa hak kesatria sama sekali tidak pantas untukku. Memohon kepada seorang pria asing untuk menyelamatkan nyawaku lebih dari harga diriku tanpa bisa membantunya membuatku merasa tidak pantas menyandang nama kesatria. Namun sekarang tidak berarti apa-apa kan? Tidak ada lagi kerajaan artinya tidak akan ada sesuatu yang harus kulindungi, tetapi ... "

"Hm?"

Pria tersebut sedikit mengangkat alisnya dengan perasaan heran saat Visca mengulurkan tangannya untuk meminta menerimanya kembali batu yang sebelumnya pria itu berikan.

"Aku ... Tidak bisa mengabaikan orang yang berniat baik kepadaku hanya karena keegoisanku, jadi aku putuskan akan berada di sisimu untuk membantumu."

Visca mengatakannya dengan tubuh yang  bergetar tanpa berniat menunjukan wajah di hadapan pria tersebut yang memandanginya dari kejauhan.

"Wanita lemah sepertimu hanya membebaniku nantinya, tetap saja kau akan berakhir mati jika kau memilih bersamaku, aku tarik ucapanku yang ingin membuat kerja sama, kau yang sekarang tidak akan pernah memiliki jiwa seorang kesatria sebelum menghadapi rasa takutmu. Tapi merasa ingin terus hidup itu sudah bagus, jika boleh kusarankan maka aku akan menjawab gunakanlah batu itu."

"Tapi ... Bagaimana dengan dirimu sendiri, aku ... Aku juga mencemaskan nasibmu. Kenapa kau terus mengatakannya dengan begitu yakin bahwa aku akan mati jika berada di sisimu?"

"Tidak atau adanya keberadaanmu tidak akan mempengaruhi pertarunganku, aku berbeda dari orang-orang yang menjadi korban. Aku sangat mengetahui bagaimana kematianmu nantinya karena ... Aku mampu melihat masa depan dan secara bersamaan menghapuskannya. Jika kau bersih keras untuk tetap bersamaku akan kuceritakan bagaimana kematian yang kau dapatkan."

"Melihat masa depan? ... "

Visca mengatakannya dengan mulut melangah.

"Bukankah itu hebat? Tidak ada yang perlu kau khawatirkan jika sudah menyangkut masa depan, terlebih kau-"

"Kau akan di perkosa olehnya dan di paksa untuk melahirkan spesies monster dari kekuatannya dan itu di lakukan hingga kau tewas. Itulah gambaran yang kulihat jika kau tetap memilih bersamaku."

Mendadak Visca terdiam dengan banyaknya air keringat setelah pria tersebut memotong pembicaraannya yang belum selesai.

"Kau ... Berbohong kan?"

Raut wajah serta tatapan mata Visca yang spontan teralihkan menjadi terbuka lebar tak dapat membohongi bagaimana ketakutan yang ia rasakan setelah mendengar pernyataan yang sulit ia percayai.

Ia semakin di buat lemas dengan keadaan di depannya bahkan sangat sulit untuk menggerakan tubuhnya, ketika perasaan bercampur dengan ketakutan menghilangkan keseimbangan tubuh hingga tidak memungkinkan untuk berdiri kembali.

"Dan juga, efek untuk setiap kekuatanku hanya berlaku untuk diriku sendiri, aku tidak ingin membayangankan bagaimana jadinya jika kau menjadi alat reproduksi untuk perkembangan kekuatan orang itu. Wanita baik dan cantik sepertimu sangat di sayangkan bila berakhir di tangan monster tersebut. Apakah kau masih bersih keras untuk bersamaku?"

Terdengar pria tersebut mengatakannya dengan penuh ketegasan saat Visca tidak memiliki keberanian untuk bertatap muka.

"Aku ... Bo-Bolehkah untuk sementara waktu aku ingin memperhatikanmu bertarung? Dan tentunya aku tidak akan ikut campur. Jika sesuatu terjadi kepadaku aku bisa langsung menggunakan batu ini."

Untuk sesaat keadaan menjadi hening ketika pria tersebut tidak memberikan sebuah jawaban atas permintaan Visca.

"Aku tidak tau keinginanmu, tapi terserah."

Ucapan itu di katakan dengan dingin dan mereka yang saling memperhatikan.

1
LFT_IQ
semangat
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!