Ava Serenity Williams, putri bungsu Axton Brave Williams, jatuh cinta pada seorang pria bernama Ryan Dome. Ia mencintainya sejak berada di bangku sekolah. Ava bahkan rela menjadi seseorang yang bukan dirinya karena Ryan seakan menuntut bahwa yang akan menjadi kekasih dan istrinya nanti adalah seorang wanita sempurna. Ryan Dome, putra Freddy Dome, salah satu rekan bisnis Axton Williams. Freddy berencana menjodohkan Ryan dengan Ava, hingga menjadikan Ava sebagai sekretaris putranya sendiri. Namun, siapa yang menyangka jika Ryan terus memperlakukan Ava layaknya seorang sekretaris, bahkan pembantunya. Ia menganggap Ava tak pantas untuk dirinya. Ryan bahkan memiliki kekasih saat dirinya dalam status tunangan dengan Ava. Hingga akhirnya Ava memilih mundur dari kehidupan Ryan. Ia mencari ketenangan dan jati dirinya yang hilang, hingga akhirnya ia bisa jatuh cinta sekali lagi. Apakah cinta itu untuk Ryan yang berharap Ava kembali? Ataukah ada pria lain yang siap mencintai Ava drngan tulus?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PimCherry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MOVE ON
“Mar,” Mario yang sedang duduk termenung sendiri di sebuah cafe tepat di depan rumah sakit, mengangkat wajahnya saat mendengar seseorang memanggil namanya.
“El …”
Mario melihat perut Eleanor yang sudah membuncit dan Mario senang melihatnya.
“Jangan menghindariku, aku sudah tak suka lagi padamu,” ucap Eleanor yang membuat Mario akhirnya tertawa kecil.
“Maaf,” ucap Mario.
”Tak perlu minta maaf padaku, Mar. Seharusnya aku sadar bahwa kamu tak pernah mencintaiku. Aku sudah tahu semuanya.”
Mario menautkan kedua alisnya saat Eleanor berbicara.
“Aku tahu mengapa kamu tak pernah bisa mencintaiku, tapi tak apa. Aku justru berterima kasih padamu. Oleh karena penolakanmu, aku menemukan seseorang yang ternyata mencintaiku dengan tulus. Aku bahagia sekarang,” ucap Eleanor.
Mario hanya tersenyum tipis kali ini, hingga tanpa ia sadari pintu cafe terbuka dan dua sosok masuk ke dalam dan menghampirinya.
“Mar!”
Kali ini Mario cukup kaget karena salah satu sosok yang ada di hadapannya adalah Nala. Namun, jantungnya tak berdetak cepat seperti dulu saat ia berdekatan dengan Nala. Mungkinkah rasa itu telah hilang?
“Kamu sudah lama, honey?” tanya Devian yang langsung memeluk pinggang Eleanor lalu mencium pipi wanita yang perutnya sudah membuncit itu.
“Belum,” jawab Eleanor sambil tersenyum.
Nala yang melihat keberadaan Mario di sana, langsung duduk tepat di hadapan pria itu.
“Katakan padaku, apa yang sebenarnya terjadi padamu, Mar?” tanya Nala.
Mario menatap Nala lalu menghela nafasnya dengan dalam, “Aku tidak apa apa.”
Devian lah yang menghubungi Nala dan mengatakan bahwa ia bertemu dengan Mario di rumah sakit. Nala yang mendengar hal itu pun akhirnya meminta izin pada One untuk mengunjungi sahabatnya itu, meskipun ia harus pergi ke luar kota dan meninggalkan Ava.
“Kamu tak pernah menganggap kami sahabatmu?” tanya Nala.
Devian kini juga sudah duduk di sampingnya, sementara Eleanor duduk tepat di sebelah Nala.
“Bukan begitu, Na.”
“Ia memang tak pernah menganggap kita sahabatnya, Na. Lihat saja sekarang, sikapnya bahkan sudah berubah,” ujar Devian yang sengaja membuat Mario kesal agar ia bisa tahu apa sebenarnya alasan Mario menghilang tanpa kabar saat itu.
Namun, berkali kali Devian memancing emosi Mario, sahabatnya itu tetap tenang, seakan tak ada kata kata yang bisa keluar dari bibirnya.
“Aku harus pergi, maaf,” ucap Mario yang bangkit, “Aku permisi.”
Devian, Nala, dan Eleanor tak menghalanginya. Mereka tak tahu mengapa sikap Mario benar benar berubah. Pria itu tampak begitu tertutup tak seperti pria yang pernah menyatakan cintanya pada Nala dulu di hadapan banyak orang.
“Kita harus mengikutinya, Na,” ujar Devian.
“Tak perlu, Dev. Sepertinya ia ingin sendiri, jadi biarkan saja dia sendiri.”
“Tapi, Na …”
“Aku akan meminta suamiku mencari tahu semuanya. Setelah itu baru kita bisa mengambil tindakan apa yang harus kita lakukan,” ucap Nala.
“Baiklah kalau begitu.”
“Sebaiknya kamu menjaga istrimu ini. Lihatlah, dia keluyuran dengan perut yang sudah membuncit. Apa tidak takut jika tiba tiba keluar di jalan?” ucap Nala yang sontak membuat Eleanor tertawa hingga perutnya terasa sakit.
“Aku rasa kamu yang akan membuatku cepat melahirkan, Na,” ucap Eleanor kemudian kembali tertawa sambil memegang perutnya.
Devian yang melihat itu pun langsung mengelus perut Eleanor, membuat Eleanor tersenyum dengan perasaan menghangat karena sikap Devian yang begitu perhatian padanya.
“I love you,” ucap Eleanor.
“I love you too, honey,” balas Devian.
Nala berdecak kesal, “hei kalian berdua! Apa tidak lihat aku sedang ada di sini? Membuatku ingin segera bertemu suamiku saja.”
Ucapan Nala kembali membuat Eleanor tertawa dan kali ini ia harus memegang perut dengan kedua tangannya.
Sementara itu, Mario yang sudah keluar lebih dahulu, melihat para sahabatnya yang tertawa penuh kebahagiaan. Ia menghela nafasnya pelan.
“Bagaimana bisa aku mengatakan permasalahanku pada kalian, yang ada aku hanya menambah beban bagi kalian. Sudah benar seperti ini,” batin Mario.
*****
Ryan yang telah mengantarkan Tamara kembali ke kediamannya, kini kembali melajukan mobilnya menuju ke Kediaman Keluarga Dome. Ia tak pernah merasa seperti ini, meskipun banyak yang mengatakan bahwa dirinya cukup tampan.
“Aku tak memerlukan dirinya lagi,” gumam Ryan sambil tersenyum.
Rasa cinta yang selalu ia gaungkan pada Imelda, seakan menguap begitu saja ketika merasakan kenikmatan dunia bersama dengan Tamara. Ryan mulai berpikir bahwa ia tak perlu lagi mengejar Tamara, bukankah ada wanita pengganti? Ya, Ryan mulai percaya diri luar biasa. Selain itu, seorang Ava Williams saja selalu mengejar dirinya. Itu berarti ia jauh melebihi pria pria di luar sana.
Saat hampir sampai ke Kediaman Keluarga Dome, ponsel Ryan berbunyi dan menampakkan nama Imelda di sana. Ryan pun pada akhirnya menjawab panggilan tersebut.
“Halo.”
“Aku membutuhkanmu,” ucap Imelda dari ujung ponsel, “Aku membutuhkanmu, Ry. Ahhh …”
Suara des sahan yang dikeluarkan oleh Imelda, tiba tiba saja kembali membuat bagian bawah Ryan menegang. Ia yang awalnya tak mau mempedulikan Imelda, kini merasa perlu menuntaskan sesuatu.
“Aku akan ke sana,” ucap Ryan yang kemudian menutup panggilannya dan melajukan mobil.
Sementara itu di Kediaman Keluarga Williams, Ava yang berada di kamar tidurnya, sedang bermain main dengan ponselnya. Rencananya ia akan pergi dengan Nala, tapi ternyata kakak sepupunya itu tiba tiba saja membatalkan karena ada keperluan mendesak.
Ava membuka mesin pencarian di ponsel pintarnya. Ia mulai mencari dan membaca mengenai semua hal yang ingin ia ketahui tentang kehamilan secara mandiri.
Setelah ia memahami beberapa hal, Ava mencoba menghubungi sahabatnya yang tinggal di luar negeri untuk mencoba berkonsultasi.
“Kamu gila, Va!”
“Aku tidak gila, Nia!” balas Ava pada sahabatnya yang bernama Oceania.
“Bagaimana tidak gila kalau kamu mau punya anak tapi tak mau punya suami. Apa yang nanti akan dikatakan oleh Uncle Ax?” tanya Oceania.
“Bukankah kamu akan menikah dengan Ryan seperti cita citamu dulu?” lanjut Oceania, “kalian juga sudah bertunangan.”
“Jangan pernah membicarakannya lagi, Nia. Aku tak mau mendengar namanya lagi.”
“Apa yang terjadi?”
Ava tampak menghela nafasnya kemudian kembali berbicara, “Ia mengkhianatiku, tepat di depan mataku. Ia tak merasa bersalah sama sekali, bahkan mengatakan hal hal buruk yang menyakiti hatiku.”
“Keterlaluan!” ucap Oceania dengan geram.
“Aku sudah tak memikirkannya lagi. Aku sudah ‘move on’” ucap Ava.
“Move on dari Hongkong! Kalau kamu sudah move on, tak mungkin kamu akan memiliki ide seperti ini, Va! Sebaiknya kamu pikirkan lagi. Kamu jangan seperti kakakku yang gagal menikah lalu jadi ingin single selamanya.”
“Apa Kak Wyna juga gagal menikah?”
🧡🧡🧡
terima kasih Thor dengan ceritanya yang keren
terima kasih kakak Author 🙏🙏
semoga kakak Author selalu sehat, selalu semangat dan selalu sukses dalam berkarya aamiin...
ditunggu karya berikutnya ❤️🙏💪💪💪
semangat tour semoga sehat selalu ditunggu up karya yang baru💪💪💪🥰
trimadong Nia jangan sia sialan kesempatan yg ada di depan mata