Untuk Satu Hati.

Mata Irene berkaca-kaca, ia melirik bayinya yang baru terlahir ke dunia.

"Ini ada surat dari Noven."

Irene menerimanya dengan tangan gemetar. Sepucuk surat yang wangi khas dengan aroma tubuh suami tercintanya.

Jika sempat surat ini sampai padamu, mungkin ragaku sudah menyatu dengan bumi, atau mungkin aku sedang mencari nafas kedua dalam hidupku. Jika kamu sabar, tunggulah aku, namun jika semua ini terlalu berat untukmu merasakan. Abang ikhlaskan keputusanmu.. sayang.

Irene terisak sesak membaca pesan tersebut. "Sebegitu mudahnya Abang melepasku. Kurang ajaaaar.. Abang laki-laki paling kurang ajar yang pernah ku temui..!!!" Irene menangis histeris tidak bisa menerima segala kenyataan yang telah terjadi. "Aku benci Bang Noven, Abang janji pulang tapi Abang tidak bersedia untuk pulang. Untuk apa dia menitipkan anak????"

"Irene, nggak boleh begitu nak. Istighfar..!!" Mama Rinjani menangis melihat keadaan putrinya.

Papa Girish tak tau lagi harus berucap apa. Kini seketika Irene terserang baby blues yang sangat parah.

"Gano.. tolong antar saya ke kantin..!!" Ajak Papa Girish.

"Siap Panglima..!!"

:

Papa Girish lebih banyak terdiam, sesekali beliau mengusap air matanya. Beliau membiarkan sahabatnya yang menenangkan putrinya sebab batinnya sendiri masih belum kuat melihat tangis kehilangan dari Irene.

Bang Enggano hanya bisa menemani komandan nya tanpa kata. Ia pahami dirinya tidak ada wewenang apapun dan ikut campur dalam urusan pribadi keluarga panglima tersebut.

"Mengapa tidak takdir saya saja yang buruk. Saya tidak sanggup melihat putri saya menderita." Kata Papa Girish membuka percakapan di antara mereka.

"Tidak semua manusia sanggup menerima takdir, putri komandan adalah wanita pilihan yang kuat, yang tangguh menghadapi semuanya. Hanya butuh waktu saja untuk kita membatunya bangkit dari keterpurukan. Jangan patah semangat, ada bayi kecil yang harus di selamatkan..!!"

Papa Girish sedikit lebih tertolong dengan ucapan Bang Enggano. "Kamu benar Gano. Terima kasih ya..!!"

"Siap..!!"

...

Malam itu keluarga sudah tertidur, hanya Bang Enggano saja yang belum bisa tidur. Ia berkeliling di sekitar kamar pemulihan rumah sakit tentara. Papa Girish memintanya khusus untuk berjaga di sana malam ini bersama dengan Prada Dwipa yang malam ini sudah terbuai dalam mimpi.

Meskipun saat ini jabatan Bang Enggano adalah seorang Danki, ia tetap melaksanakan perintah dari komandan nya dengan sepenuh hati lagipula Novendra adalah sahabatnya juga selain Letnan Jaya Perkasa.

Terdengar suara tangis bayi yang sangat lirih. Karena terlalu penasaran Bang Gano mengintip dari balik jendela, namun apa yang di lihatnya sungguh membuatnya tercengang.

"Ireeenee.. Astagfirullah..!!" Sontak suara Bang Gano mendobrak pintu dan akhirnya membangunkan seisi rumah termasuk ajudannya. "Jangan.. dia darah dagingmu dek..!!"

Bang Gano menarik Irene dan mendekapnya lalu membuang bantal yang di gunakan nya untuk membekap wajah bayi kecilnya.

Mama Laras dan Mama Rinjani sampai ikut menjerit karena paniknya.

Papa Girish sigap mengambil cucunya. "Gendong cucumu dan bawa pergi jauh Maa..!!" Perintah Papa Girish sambil menyerahkan si kecil Mahameru pada istrinya.

"Iya Pa." Mama Rinjani segera membawa cucunya pergi jauh. "Ayo mbak Laras..!!"

"Irene, tenang dek..!!" Bang Gano berusaha keras mengendalikan sikap Irene yang tidak wajar.

"Irene.. tenang ya ndhuk..!!" Bujuk Papa Girish. Tapi kemudian di saat yang sama tiba-tiba dadanya terasa terhantam. "Hhgg" Papa Girish tak sanggup lagi bicara dan kemarahan Irene semakin menjadi-jadi.

"Mas Gii....." Papa Seno yang baru saja kembali dari urusan 'kedukaan' Bang Noven seketika ikut panik.

"Dwipaa.. bantu saya..!!" Perintahnya saat Papa Girish terkapar di lantai.

Situasi memburuk. Bang Gano mengangkat tubuh Irene dan merebahkannya di ranjang. Dengan segera Bang Gano mengunci kedua tangan Irene.

"Kamu boleh frustasi dengan keadaan, tapi anakmu tidak salah. Saya yakin Noven juga tidak ingin meninggalkanmu Irene..!!!!! Kamu ingin menyalahkan siapa??? Tuhanmu???? Jangan pernah berburuk sangka dengan ketetapan Tuhan meskipun sakitnya menusuk jantungmu..!!"

"Bang Noven bohong, dia membohongiku..!!!!" Irene terisak-isak mengingat segala kebersamaan nya dengan Bang Noven sedangkan Bang Gano teringat adiknya yang telah tiada dan juga tunangannya yang juga telat tiada beberapa bulan yang lalu.

Kehilangan dua wanita terindah di dalam hidupnya menjadi kepahitan tersendiri di dalam hatinya.

"Kuatkan batinmu..!! Jalani apa yang telah terjadi, waktu akan mengobati sakit di hatimu..!!"

Bang Gano merenggangkan kuncian tangannya seiring sikap Irene yang berangsur tenang.

Tak lama beberapa orang perawat datang ke ruang pemulihan Irene.

"Saya periksa dulu Pak..!!"

"Silakan, tolong untuk sementara di beri obat penenang. Kasihan bayinya..!!" Perintah Bang Gano.

\=\=\=

Dua tahun berlalu.

"Hanin.. jangan lewat disana...!!!!!" Pekik seorang pria yang dua tahun lalu sudah hidup bersama penduduk pribumi di daerah pelosok pulau K.

"Tak usah banyak cakap lah Abang, katakan saja Abang takut meluncur dari tebing..!!" Ucap Hanin tak peduli dengan kata-kata Bang Gumantar. Nama pemberian sang kakek semasa hidup dulu.

"Jangan macam-macam. Tidak semua lembah dan tebing bisa di lalui." Bang Gumantar menarik tangan Hanin agar menjauh dari tepi tebing.

"Iisshh.. jangan menarik tangan..!! Hanin tak suka meskipun Abang adalah suami suku..!!" Jawab Hanin.

"Kamu tau di sini masih banyak binatang buas, kalau kamu tidak mau di jadikan camilan, lebih baik kamu menurut apa kata Abang..!!" Kata Bang Gumantar sedikit mengancam.

"Ye.. ye.. yee tak mau..!!!!"

"Hanin.. kalau kamu salah jalan.. kamu akan bertemu dengan orang kota lagi...!! Kalau sampai kamu salah langkah, kamu akan hilang dan akan kembali perang di daerah ini..!!" Bang Gumantar mulai kesulitan memberi arahan pada gadis kecil itu. Gadis kecil pedalaman yang sama sekali tidak tau dunia luar bahkan kecanggihan peradaban yang ada saat ini.

"Hanin tak takut lah, ada Abang yang perisaikan Hanin." jawabnya menggampangkan semua.

"Kalau Abang tidak di dekatmu lagi, siapa yang akan menjagamu????" Bentak Bang Gumantar.

"Hanin ikut, tak mau Hanin sendiri di sini."

"Terserah lah, cepat pulang..!! Disini bahaya..!!" Kata Bang Gumantar.

Awalnya Hanin tersenyum ceria, namun senyum kecil itu kemudian menghilang dan wajahnya.

.

.

.

.