NovelToon NovelToon
NIKAH KONTRAK, CINTA NYATA

NIKAH KONTRAK, CINTA NYATA

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: wiedha saldi sutrisno

ELINA seorang guru TK yang tengah terlilit hutang warisan dari kedua orangtuanya terus terlibat oleh orang tua dari murid didiknya ADRIAN LEONHART, pertolongan demi pertolongan terus ia dapatkan dari lelaki itu, hingga akhirnya ia tidak bisa menolak saat Adrian ingin menikah kontrak dengannya.

Akankah pernikahan tanpa cinta itu bisa berakhir bahagia?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon wiedha saldi sutrisno, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 5: Lelaki yang Tak Terduga

Nama itu menggema di telinga Elina, bergema seperti lonceng kematian yang membangkitkan rasa takut, dan sekaligus...harapan?

Adrian Leonhart.

Bagaimana mungkin pria itu tahu dirinya ada di tempat ini? Dan kenapa dia sampai datang?

Elina berdiri kaku di tengah gudang sempit yang bau lembab dan besi tua, napasnya memburu. Kedua penagih yang sedari tadi begitu lantang kini tampak ragu. Sorot mata mereka bergeser, gugup... seolah situasi telah berubah hanya karena satu nama.

"Sepertinya kamu bukan wanita biasa," gumam si gempal, rokok di bibirnya jatuh ke lantai saat matanya menatap ke arah pintu.

Pintu besi itu berderit pelan. Cahaya dari luar memancar masuk, menyingkapkan sosok pria tinggi dengan setelan gelap dan sorot mata yang tak bisa ditawar:

Adrian.

"Berapa utangnya?"

Suara Adrian terdengar seperti perintah, bukan pertanyaan.

Bos penagih tampak terkejut. "Tuan, maaf? Ini urusan pribadi wanita itu."

Adrian memasukkan tangan ke saku jasnya, mengeluarkan dompet kulit hitam, lalu menatap lurus pada pria itu.

"Saya tidak ulangi dua kali."

Angka itu disebutkan. Jumlah yang membuat Elina menahan napas. Jumlah yang belum tentu bisa ia lunasi bahkan seumur hidupnya.

"Tuan Leonhart, tidak perlu... saya, saya bisa urus ini," suara Elina gemetar, wajahnya memerah. "Tolong, jangan lakukan ini... saya tidak ingin..."

"Terlambat," jawab Adrian pendek sambil menyerahkan kartu ke pria itu. "Gesek. Sekarang."

Pria itu nyaris terbata saat menerima kartu itu. Dan dalam waktu dua menit, utang Elina resmi lunas. Begitu mudah, begitu cepat, dan begitu memalukan.

Elina menggigit bibirnya, matanya basah. Tapi ia menolak membiarkan air mata jatuh di depan Adrian. Harga dirinya sudah cukup tercabik hari ini.

Begitu transaksi selesai, Adrian kembali menoleh ke Elina. "Ayo."

"Kenapa... Anda melakukan ini?!" bisik Elina saat mereka melangkah keluar gudang.

Adrian tak langsung menjawab. Mereka berjalan ke mobil hitamnya yang mengilap, kontras dengan suasana kumuh tempat itu. Sesampainya di depan pintu mobil, barulah dia membuka suara.

"Karena Claire menyukai wanita yang menyelamatkannya."

Ia memandang Elina lurus-lurus. "Dan saya tidak akan membiarkan wanita itu diperlakukan seperti ini."

Untuk sesaat, Elina tidak tahu harus berkata apa.

Dalam hati kecilnya, ia tahu ia harus menolak... marah... atau merasa tersinggung.

Tapi tubuhnya terlalu lelah. Dan hati kecilnya... ingin bersandar.

Elina ragu sejenak. Tapi tubuhnya bergerak sendiri, melangkah mendekat pada pria itu seperti seseorang yang tenggelam dan akhirnya menemukan udara.

Adrian membuka pintu mobilnya, lalu memandang Elina dengan ekspresi datar yang sulit diterjemahkan.

"Karena saya tidak suka melihat wanita yang pernah menyelamatkan anak saya... dikejar-kejar seolah dia sampah."

Elina terdiam.

Dan untuk pertama kalinya, rasa dingin dalam diri Adrian tidak terasa menghakimi... tapi seperti dinding tebal yang menahan amarahnya dari dunia luar.

              ***************

Mobil melaju tenang, menyusuri jalanan yang mulai senyap. Elina duduk diam di kursi penumpang, tubuhnya kaku, pandangan menerawang ke luar jendela. Di luar, lampu-lampu kota berkelebat seperti kilasan mimpi... dan kenyataan yang tak pernah ia bayangkan.

Di sebelahnya, Adrian menyetir tanpa sepatah kata pun. Hanya suara mesin mobil yang mengisi keheningan di antara mereka.

Elina meremas ujung rok lusuhnya, mencoba menenangkan detak jantung yang masih kacau. Rasanya campur aduk... malu, lega, marah pada diri sendiri, dan... bingung.

"Kau tidak perlu melakukan itu," katanya akhirnya, suaranya pelan namun mengandung beban berat.

"Aku tahu." Jawaban Adrian datar, tapi tidak dingin.

"Aku bisa mencicil, aku bisa kerja lembur, aku bisa..."

"Aku tidak ingin Claire tumbuh dan melihat bahwa dunia ini kejam pada orang yang baik."

Kalimat itu memotong dengan halus tapi dalam.

Elina menoleh, menatap pria itu. Untuk pertama kalinya, dia melihat sisi lain dari Adrian Leonhart... seorang ayah yang terluka tapi mencoba memperbaiki dunia lewat cara kecil yang ia bisa.

"Aku hanya guru TK... bukan siapa-siapa," lirih Elina.

"Claire tidak peduli soal status," jawab Adrian tanpa menoleh. "Dan... aku pun mulai meragukan pentingnya itu."

Satu kalimat sederhana itu membuat dada Elina bergemuruh. Ia tak tahu apakah itu bentuk kebaikan... atau hanya rasa kasihan.

Mobil berhenti di lampu merah. Adrian akhirnya menoleh, menatap wajah Elina yang pucat dan lelah.

"Aku tidak akan meminta apa pun darimu," katanya pelan. "Anggap ini sebagai balas budi. Kau menyelamatkan sesuatu yang lebih berharga dari uang."

Elina tak mampu berkata apa-apa.

Matanya menatap jalan di depan, hatinya tak berhenti bergolak. Di sampingnya, pria itu kembali fokus pada jalan, seakan tak ingin menambah tekanan. Tapi entah mengapa, keberadaannya justru terasa seperti sandaran... sunyi, namun kokoh.

              ****************

Mobil hitam itu berhenti perlahan di depan rumah kecil, cahaya lampu jalan yang redup memantul pada dinding rumah yang catnya mulai mengelupas, memberikan kesan sendu yang tak bisa dihindari.

Elina menggenggam tas kecilnya erat-erat, menatap rumah itu dengan napas berat. Ia menoleh ke arah Adrian dan berkata pelan,

"Terima kasih sudah mengantarkan saya pulang."

Adrian hanya mengangguk. Ia tak terbiasa mengantar wanita hingga ke rumah, apalagi melihat tempat seperti ini. Tapi hari ini berbeda. Wanita ini... berbeda.

Elina turun dari mobil lebih dulu, lalu membungkuk sedikit ke arah jendela Adrian yang masih terbuka.

"Aku akan mengganti semua uang yang anda keluarkan hari ini," ucapnya dengan suara pelan namun tegas. "Meskipun butuh waktu seumur hidup!"

Adrian menoleh padanya, ekspresinya tenang namun sorot matanya tajam.

"Aku tidak memintamu membayar kembali."

"Tapi aku akan tetap membayarnya," sahut Elina cepat, tanpa menurunkan pandangannya. "Itu bukan tentang uangmu, tapi tentang harga diri saya."

Keduanya terdiam. Dalam keheningan itu, hanya suara malam dan bisik angin yang mengisi celah di antara mereka. Akhirnya, Adrian menarik napas, lalu mengangguk pelan.

"Baik."

Elina tersenyum tipis, kemudian mundur satu langkah.

"Selamat malam, Tuan Leonhart."

"Adrian," koreksinya lembut, namun cukup membuat Elina terdiam sesaat.

"Selamat malam... Adrian."

Ia berbalik dan melangkah masuk ke rumahnya yang sederhana, menutup pintu dengan lembut. Dari balik kemudi, Adrian masih menatap pintu itu beberapa saat sebelum akhirnya menyalakan mesin mobil dan melaju pergi... dengan kepala penuh pikirannya sendiri, dan hati yang entah mengapa terasa lebih berat.

             ******************

Begitu pintu tertutup, Elina menyandarkan punggungnya pada kayu yang dingin dan kasar. Napasnya terlepas perlahan, menggigil di udara malam yang lembap. Ruang tamunya gelap dan sunyi, hanya diterangi cahaya remang dari lampu jalan yang menyusup melalui celah gorden tipis.

Tangannya yang masih menggenggam tas bergetar pelan, bukan karena takut... tapi karena lega. Karena bingung. Karena campuran emosi yang tak sanggup ia uraikan satu per satu.

Adrian Leonhart.

Nama itu terus bergema dalam benaknya. Pria dingin yang datang tiba-tiba dalam hidupnya, mengacaukan segalanya, tapi juga... anehnya... menyelamatkannya.

Ia berjalan pelan ke arah kursi usang di ruang tamu, lalu duduk di ujungnya. Ditatapnya jendela, membayangkan mobil hitam itu yang kini pasti sudah menghilang di tikungan jalan.

"Kenapa dia melakukan semua ini?" gumamnya lirih. "Apa karena Claire?"

Ia tahu jawabannya mungkin iya. Gadis kecil itu sangat menyukainya. Tapi tetap saja, seorang pria sekelas Adrian... pria yang bisa dengan mudah menyingkirkan siapa pun... memilih untuk kembali, membayar utangnya, dan mengantarnya pulang. Itu bukan sesuatu yang dilakukan hanya karena sopan santun.

Elina menunduk, memandangi lantai yang mulai retak. Rasa bersalah menggantung di hatinya.

"Aku akan mengembalikannya... semua itu," bisiknya tegas pada dirinya sendiri.

Sebuah senyum getir muncul di wajahnya. Bukan karena bahagia, tapi karena untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ada seseorang yang membuatnya merasa... terlihat. Bukan sebagai beban. Bukan sebagai wanita lemah yang penuh hutang. Tapi sebagai manusia.

Dan itu... jauh lebih berbahaya daripada semua tagihan yang menumpuk di meja makan.

1
Mia Syara
Awal baca,sudah tertarik dengan alur cerita ini..Salam dari Malaysia
Wiedha: Terimakasih sudah mampir Kak Mia...diusahakan untuk up date setiap hari...🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!