Shofia tidak menyangka jika adik madu pilihannya bermain pelet hanya untuk menguasai suami mereka untuk dirinya saja.
Shofia berjuang setelah menemukan keganjilan dari sikap sang suami yang berlebihan memperlakukan istri kedua dan dzolim pada istri pertama.
Mampukah Shofia merebut kembali suami pertamanya dan bagaimana perjuangan Shofia melepaskan pelet sang madu dari suaminya?
ikuti: FB. Shiyu-Chan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aryani Ningrum, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 29
Ita menatap kesal pada sang anak yang tidak peka dengan istrinya yang sedang hamil itu.
"Farhan, kamu cukup ambilkan makan untuk istrimu, tidak perlu membawanya ke sana! Layani dia dengan baik, baru saja ia siuman dari pingsannya. Tentu saja masih merasa lemas jika kau paksa untuk berjalan!" hardik Ita pada sang anak. Tidak peduli itu anak kesayangannya atau tidak, yang namanya berbuat dzalim tentu akan ditindak dengan tegas oleh itu. Selama ini Ita diam saja karena dirinya menganggap rumah tangga anaknya baik-baik saja.
Farhan mulai merasa ada perubahan sikap dari sang ibu. Dari yang biasa kini sudah terlihat tegas pada dirinya. Farhan tahu saat ini sang ibu jelas marah kepadanya.
"Baik, Umi. Shofia kamu duduk saja, biar mas yang akan ambil makanan, " ucap Farhan membantu sang istri kembali beristirahat. Setelah itu dia kembali berdiri dan berniat mengambil makanan untuk sang istri.
Shofia mengangguk, lama sekali dia tidak mendapatkan pelayanan dari sang suami. Senyum tercetak di bibir indah Shofia
"Terima kasih, Mas. Maaf jika merepotkan mas Farhan. Mas Farhan terbiasa mendapatkan pelayanan dari kedua istri, tapi hari ini mas melayani Shofia. Sekali lagi terima kasih ya mas, Shofia sangat bahagia sekali," ucap Shofia dengan perasaan haru yang menyeruak di dalam hati.
Farhan merasa tersindir, walau kenyataannya memang begitu. Selama ini ia selalu dilayani oleh kedua istrinya dengan baik. Farhan mendesah menyesali dirinya yang sudah tidak berbuat adil pada istri-istrinya.
Seorang suami tidak selalu yang dilayani, akan tetapi juga harus melayani istri-istrinya. Sudah senang dihadapi bersama.
"Tidak apa-apa, Shofia. Sudah menjadi kewajiban mas untuk melayani istri mas dengan baik," jawab Farhan dengan senyum kecut.
Farhan beranjak dari tempatnya untuk mengambilkan makanan untuk Shofia di dapur. Saat Farhan sudah menghilang, tidak terlihat batang hidungnya lagi. Ita mendekat ke arah Shofia.
"Shofia, umi merasa masih ada yang kau sembunyikan, dimana itu tidak boleh diketahui oleh Farhan. Mumpung dia tidak ada, seorang ceritakan pada umi," pinta Ita yang tahu jika sang menantu masih menyimpan sesuatu.
Shofia menatap ibu mertuanya. Dia tidak bisa mengelak lagi kalau memang ada yang ia sembunyikan.
"Maaf, Umi. Maafkan Shofia, sepertinya Shofia tidak bisa menyembunyikan semua dari umma. Umi adalah sosok ibu yang sangat baik dan perhatian pada anaknya. Memang ada yang Shofia sembunyikan umi, tapi tunggu Shofia ingin menutup pintu dahulu," ucap Shofia hendak berdiri untuk menutup pintu.
"Tunggu, biar umi saja yang tutup pintunya. Kamu istirahat saja, okey," ujar Ita mencegah sang menantu untuk bangkit dari tempatnya.
Ita berdiri dan berjalan ke arah pintu lalu me untuknya perlahan. Setelah selesai ia pun kembali ke tempat di mana sang menantu rebahan.
"Sudah, sekarang katakan apa yang ingin kau katakan pada umma," ucap Ita yang penasaran dengan apa yang ingin sang menantu katakan.
Shofia merubah posisi tubuhnya agar lebih nyaman, lalu dia merogoh saku gamisnya mengambil sebuah kotak perhiasan. Ita melihat apa yang ada di tangan sang menantu dengan alis yang bersatu dan mata menatap serius ke arah kotak perhiasan itu.
"Apa itu, Shofia?" tanya Ita.
Shofia membuka kotak itu dan tampaklah sebuah cincin pernikahan dari perak yang berkilau.
"Ini adalah cincin pernikahan yang mas Farhan pakai, Umi." Shofia menyerahkan cincin itu pada Ita.
"Aww ... Panas sekali, Shofia. Apa yang terjadi dengan cincin ini?" tanya Ita sambil meniup tangannya yang terasa panas saat mengambil cincin itu dari tempatnya.
Shofia tersenyum, hal yang sama ia rasakan pada awal memegang cincin itu.
"Itulah yang ingin Shofia sampaikan pada Abah, namun sayang sekali, Abah tidak ada di rumah," ucap Shofia dengan sorot mata yang penuh kekecewaan.
Ita mengangguk, sekarang dia mengerti apa yang dimaksud oleh Shofia.
"Jadi, Shofia selama ini dipengaruhi oleh kekuatan cincin ini? Benar begitu Shofia?" tanya Ita pada wanita yang sedang mengandung hampir tujuh bulan itu.
Shofia menyelipkan anak rambut yang menutupi dahinya sambil mengangguk. "Itulah umi, selama ini mas Farhan juga dalam pengaruh Freya. Shofia ingin menyelamatkan mas Farhan, Umi. Dan ini tidak akan berhasil jika tidak ada Abah Azlan," ucap Shofia bersedih.
"Sabar, Sayang. Umi mengerti, semua ini hanya Abah yang bisa menanganinya. Sedangkan Abah saat ini masih dalam tugas dan baru bulan depan kembali," sahut Ita yang juga merasa bingung dengan semua ini. Satu sisi adalah pekerjaan sang suami dan di sisi lain adalah keselamatan rumah tangga sang anak.
Ita menghela napas, dia sedang berpikir keras bagaiman cara untuk bisa menahan semua sampai suaminya kembali.
"Shofia, bisakah kau pertemukan umma dengan ustadz Zaki itu?" tanya Ita lagi. Dia rasa untuk bisa menahan sampai Azlan pulang, kerja sama dengan ustadz Zaki adalah pilihan yang terbaik. Namun, Ita tidak tahu jika hal yang akan dilakukannya juga berimbas pada hubungan Farhan dan Shofia kelak.