Pelet Maduku!

Pelet Maduku!

Bab.1

"Poligami memang perkara mudah untuk dilakukan akan tetapi sulit untuk bisa mencapai derajat adil"

Shofia mendengarkan ceramah seorang ustadz sembari menunggu sang suami selesai mandi. Shofia menyiapkan baju yang tidur sang suami dengan raut wajah yang gembira. Hari ini adalah jadwal suaminya--Farhan bermalam di rumahnya.

Suasana petang itu agak berbeda dari hari biasanya. Pada hari biasa, setiap menjelang petang Shofia selalu cemas dan kecewa karena sang suami dengan berbagai alasan akan memilih menghabiskan waktu bersama madunya--Freya.

Shofia duduk di pinggir ranjang dengan hati yang berdebar. Entah mengapa petang ini Shofia sedikit merasa kan adanya kekuatan yang mendorongnya untuk melayani sang suami dengan baik. Memang setelah mendengar tausiyah dari sesosok Ustadz melalui live streaming di IG, hati Shofia sedikit menghangat dibanding hari -hari sebelumnya.

"Alhamdulillah, waktunya untuk beberes. Sebentar lagi mas Farhan pasti pulang. Tapi ... mengapa sore ini aku begitu semangat, biasanya aku paling malas untuk bersih-bersih kamar dan mandi! Huft ... aura rumah ini pun juga berbeda, lebih sejuk dan adem habis dengerin dan ikutin dzikir dari Ustad Sholeh tadi!" gumam Shofia yang merasa sore ini ada energi positif yang membuat dirinya menjadi rajin.

Shofia merupakan wanita dengan status seorang istri berusaha selalu tenang dalam mengingatkan kewajiban suami. Apa yang ia peroleh dari tausiyah sang Ustadz mampu membuat Shofia lebih ikhlas dalam menjalani rumah tangga poligami. Shofia rela berbagi suami demi bisa memberikan keturunan pada keluarga suaminya-- Farhan. Rasa tidak percaya diri untuk bisa memberi keturunan telah pudar semenjak dia mengenal Freya. Seorang janda beranak satu, yang kini menjadi sekretaris pribadinya.

Pernikahan poligami yang Shofia harapkan bisa berjalan dengan mulus, ternyata tidak sesuai harapan. Shofia merasa tersingkir dan juga merasa bahwa suaminya mulai tidak adil kepadanya. Seringkali jatah Shofia diberikan pada Freya sang istri muda. Apapun yang dikatakan dan diinginkan Freya, Shofia seperti terhipnotis, dengan mudahnya mengikuti semua keinginan madunya itu.

Shofia lebih banyak mengalah, akan tetapi lambat laun, Shofia tidak kuat juga. Dia berusaha untuk mempertahankan semua haknya. Terlebih saat ini ternyata dia dinyatakan hamil oleh dokter.

"Mas, bukankah ini jadwal mas bersama Shofia? Mengapa mas mau pergi ke rumah Freya?" ucap Shofia berani bertanya saat Farhan selesai mandi berpamitan kalau dia ingin ke rumah sang istri kedua. Padahal malam ini adalah jatah istri pertama.

Shofia berusaha mengingatkan keadilan yang harus Farhan jalankan ketika menjalankan pernikahan poligami, yaitu memiliki istri dua. Walaupun Farhan poligami juga karena keinginan Shofia dan tahun ini adalah tahun kedua pernikahan poligaminya.

"Shofia, mas mohon kamu mau mengerti kalau saat ini Freya lebih membutuhkan mas!" Farhan tidak goyah sedikitpun mendengar peringatan dan rengekan Shofia. Padahal saat ini, Shofia sedang mengandung lima bulan. Sedangkan Freya belum hamil. Shofia ternyata hamil saat Farhan dan Freya menikah. Namun Shofia belum memberitahukan pada semua pegawainya.

"Atas dasar apa Freya sangat membutuhkan mas? Saat ini Shofia lah yang sangat membutuhkan cinta dan perhatian mas. Shofia sedang hamil mas, apalagi ini bayi yang ada dalam kandungan Shofia kembar, Mas!" Shofia tidak mau menyerah. Dia terus berusaha mencegah agar Farhan tidak pergi meninggalkan dirinya di mansion mewah seorang diri. Entah kekuatan dari mana, Shofia berani membantah argumen Farhan.

"Harusnya kau menyetujui saat Freya aku bawa ke sini. Mas bisa menjaga kalian berdua di tempat yang sama. Mas harus bagaimana? Saat ini di sana Freya merasa ketakutan!" Farhan meremas kepalanya. Di satu sisi hari ini adalah jatah Shofia-- istri pertamanya dan di sisi lain, Freya menelepon Farhan karena ketakutan sendirian di rumah. Sungguh memusingkan. Farhan melirik ke arah Shofia yang menunduk, hatinya mendadak menghangat. Namun, seketika rasa itu kembali didominasi oleh rindu pada Freya, istri mudanya.

Farhan membeli rumah baru untuk Freya sebagai hadiah pernikahan. Shofia yang tidak mau hidup satu atap dengan madunya, membuat Farhan memilih membeli rumah baru untuk Freya, walau tidak sebesar dan semewah mansion yang ia tempati bersama Shofia.

"Takut? Bukannya di rumah itu ada pembantu? Bukan hanya satu, dua malah. Satu tugasnya bersih-bersih dan satunya masak. Apa masih kurang? Bagaimana dengan aku yang hanya satu, Mas?"

"Kau mau dicarikan lagi agar tambah ramai begitulah, Shofia?"

"Tidak, Mas. Aku lebih senang melakukan semua tugas seorang istri sendiri. Semua itu aku lakukan untuk meraih ridha suamiku dan pahala dari Allah. Ingat janjimu dulu sebelum poligami, Mas. Aku menyetujui kau poligami dengan syarat kau harus bersikap adil. Jadilah imam yang tegas dan memegang teguh prinsip, Mas. Dimana mas Farhanku yang dulu?" Shofia melemah. Hatinya bagai diremas, tapi dia berusaha untuk kuat. Dia harus mempertahankan haknya agar tidak diinjak-injak Freya madunya.

Farhan tersentuh mendengar suara Shofia yang mulai melemah dan menyentuh hatinya. Farhan juga bingung mengapa dia akhir-akhir ini lebih sering memikirkan istri barunya daripada istri pertama.

Kring ... Kriiing ....

Suara ponsel Farhan berdering. Panggilan dari sang istri muda. Farhan segera bangkit dari duduknya lalu berdiri dan melangkah meninggalkan Shofia yang duduk terdiam di ranjangnya.

"Halo, Assalamu 'alaikum, Sayang. Maaf mas gak bisa ke sana. Malam ini bukan jatahmu, Shofia tidak memberikan ijinnya untuk ke rumahmu."

"Ya sudahlah, Mas. Biar Freya di sini sendiri, padahal Freya sudah memakai lingeri yang mas belikan tadi siang, tapi mas gak jadi datang, apa boleh buat lingerie ini aku masukkan ke dalam mesin cuci." Freya mengirimkan foto yang terlihat menggoda dengan lingerie barunya.

"Tidak apa, besok malam bisa kamu pakai untuk menyambut mas, besok jatah mas menginap di tempatmu."

"Baik, Mas. Freya tunggu." Walaupun merasa kesal, Freya tetap sabar, agar Farhan tidak menilai buruk padanya.

Farhan menutup ponselnya, Farhan kembali masuk ke dalam kamar Hera. Tangan Farhan menutup kembali pintu kamar itu setelah menutup dia berjalan ke arah kamar mandi untuk menyegarkan dirinya yang kusut. Rasa kecewa tidak jadi pergi ke rumah Freya membuat moodnya berantakan.

Saat melewati ranjang yang menjadi peraduan dirinya dan Shofia, Farhan menangkap sosok wajah yang cantik dengan rambut terurai. Sosok berpenampilan menggoda dengan perut membuncit.

"Shofia? Kamu?" Farhan mengusap matanya seakan tidak percaya dengan apa yang dia lihat. Harum parfum yang menjadi favoritnya menguar tercium oleh hidungnya.

"Mau aku pijitin, Mas? Sepertinya dirimu perlu rileks dan tenang. Rasa kecewamu akan aku obati hingga kau tidak akan mengingat yang lain selain aku mas," ucap Shofia dengan suara manja. Farhan hanya melongo melihat perubahan Shofia yang tiba-tiba seperti itu.

Sudah lama sekali Shofia tidak melakukan ini, dia terlalu sibuk dan hanyut dalam kehamilan pertamanya. Shofia mengira saat dirinya hamil maka dia akan mendapatkan perlakuan khusus dan apapun yang dia lakukan akan mendapat pemakluman dari suaminya.

"Mas, aku akan merebutmu kembali. Selama ini aku salah, hingga tidak sadar ada benalu di rumah tanggaku!" batin Shofia.

"Sho ... Shofia! Kamu tidak apa-apa? Kamu kenapa jadi begini?" Farhan menelan ludahnya kasar. Kali ini dia melihat begitu seksi istri pertamanya. Pemandangan yang jarang dia lihat semenjak sang istri dinyatakan hamil.

"Tidak, Mas. Aku hanya ingin menjadi istri yang berbakti saja. Maafkan aku yang selama ini terlalu manja dan tidak sempat merias diri ini dan melayaniku dengan baik" ucap Shofia sembari berjalan mendekati Farhan yang masih berdiri mematung.

Perlahan Shofia membuka satu persatu baju sang suami.

"Ayo mas, aku siapin air hangat untukmu mandi. Aku juga akan memandikanku seperti dulu!" Shofia menarik tangan Farhan untuk mengikutinya ke kamar mandi.

Shofia membuka kran air hangat untuk memenuhi bak mandi. Harum bunga mawar menyeruak membuat rileks siapapun yang menghirupnya. Aroma terapi dari sabun cair yang dipilih Shofia.

"Biarkan aku saja, Sayang. Kamu kesulitan dengan perut yang membuncit seperti itu," sergah Farhan saat melihat istrinya kesulitan mengaduk air dengan sabun di bak mandi.

"Tidak, Mas. Ini mudah kok, aku bisa duduk di bawah," ucap Shofia mengambil posisi duduk di lantai kamar mandi.

Farhan menatap sayu pada Shofia. Ada perasaan bersalah menyelinap di hatinya. Farhan merasa dirinya sebagai sosok suami yang kejam. Di kala istrinya kesusahan mengandung keturunannya dia malah asyik menghabiskan malam indah dengan wanita lain.

Perasaan Farhan berubah-ubah. Di kala dia dekat dengan istri mudanya, di dalam hatinya hanya ada rasa tidak suka pada Shofia. Farhan merasa Shofia telah melupakan fungsinya sebagai seorang istri. Perasaan dominan ke istri muda selalu Farhan rasakan jika dia bermalam di rumah Freya.

"Ayo, Mas. Airnya sudah siap, aku bantu gosok punggungnya ya." Shofia menarik tangan Farhan dan meminta Farhan untuk masuk ke dalam bak mandi yang sudah ia isi dengan air.

Perlahan dan penuh kelembutan Shofia menggosok tubuh Farhan. Farhan menyukai sentuhan dan pijatan Shofia hingga matanya terpejam. Farhan kembali merasakan kembali awal dia menikah dengan Shofia.

Farhan yang mengira Shofia tidak bisa memberikan keturunan dan juga atas permintaan Shofia sendiri, Farhan melakukan poligami. Disertai ijin dari ayah dan ibunya, Farhan memutuskan untuk melakukan poligami.

Pilihan Farhan jatuh pada Freya yang bekerja pada Shofia. Selain Freya adalah janda beranak satu yang ditinggal mati oleh suaminya, keluarga Freya ternyata juga salah satu teman dekat nenek Aini. Ustadzah yang membimbing Ita-ibunya.

"Memang benar kata ibu dulu, suami adalah bayi besar yang lebih sensitif dari bayi biasa. Aku baru sadar jika selama ini aku terlalu menganggap remeh kebutuhan batin bayi besar ku ini. Mas, Shofia berjanji mulai sekarang Shofia akan lebih memperhatikan dirimu. Kalian setuju 'kan jika umma memanjakan abah kalian?" gumam Shofia mengusap perutnya yang membuncit setelah memijat kepala suaminya.

"Hey, kalian menendang! Itu tandanya kalian setuju dengan umma. Baiklah kita berjuang bersama agar abah selalu ada di sisi kita," batin Shofia merasa bahagia anak-anaknya merespon apa yang dia ucapkan.

Kandungan Shofia menginjak usia lima bulan tapi perut Shofia sudah seperti wanita yang hamil tujuh bulan itu semua karena kembar.

"Mas, sudah selesai. Ayo aku bantu berbilas." Shofia mengguyur air di tubuh Farhan dengan pelan. Farhan merasakan begitu rileks dan ketenangan yang selama ini dia cari.

Shofia kembali menggosok tubuh Farhan dengan sabun dan memberikan sedikit pijatan lembut di punggung Farhan. Setelah selesai di punggung, Shofia melanjutkan ke lengan Farhan, dia mengusap dan juga memijat lengan Farhan hingga ke jemari Farhan.

Shofia mengerutkan alisnya saat melihat cincin yang dipakai Farhan terlihat berkilau dan asap hitam mengepul dari cincin nikah Farhan. Cincin pernikahan dirinya dengan Farhan dahulu.

"Mungkin semua hanya perasaanku saja. Terlalu capek membuatku melihat yang tidak -tidak," gumam Shofia sembari menghela napas. Dia melanjutkan meratakan sabun di semua area lengan Farhan dan tubuh yang lain.

Setelah selesai, Shofia membantu Farhan mengeringkan tubuh dan rambutnya lalu membantu memakaikan baju. Farhan pun tampak lebih segar dan ringan.

"Mas, ingin langsung tidur atau ingin minum susu dulu? Biar Shofia buatkan." Shofia menawarkan susu untuk Farhan.

"Mas ingin langsung tidur, tapi sebelum tidur, mas bolehkan?"

"Boleh apa?"

"Itu?

"Itu apa??

Bersambung ....

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!