Apa jadinya jika seorang gadis kabur dari perjodohan orang tuanya dan berencana terlibat dalam permainan pernikahan gila dengan sahabatnya, tapi malah salah sasaran dan berakhir menikahi Paman dari sahabatnya.
"Kau sudah sah menjadi istriku, mulai sekarang bagaimanapun aku memperlakukanmu itu adalah hak-ku!" ujar Max Xavier, lalu memaksakan miliknya masuk ke dalam milik istrinya.
Lyra mulai menyesali ide gila dari sahabatnya, tapi sudah terlambat. Kini dirinya harus melayani nafsu gila dari suami salah sasarannya.
Akankah pernikahan itu bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kekalahan Gabriela.
Setelah pemeriksaan tes DNA selesai, Gabriela merasa dirinya kalah. Ia menatap kertas hasil tes DNA di tangannya, hasilnya mengatakan tidak ada hubungan darah antara Max dan Kevliano.
Jovanca menatap datar Gabriela, hasil tes DNA bukan masalah untuknya yang penting sekarang dia bisa hidup tenang dengan harta yang sudah ia dapatkan. Ia tidak akan takut Kakak perempuan Max datang dan mengklaim warisan peninggalan Ayah Max.
Saat suaminya hidup, atas hasutan darinya suaminya mengusir anak perempuannya yaitu Kakak perempuan Max, Leticia. Saat itu Mike putra Leticia masih berusia 14 tahun saat ibunya diusir, sedangkan Max menginjak usia 20 - an dan mulai menjaga keponakannya. Tapi saat Xavier suaminya itu meninggal, ia hanya diberikan Mansion yang sekarang ia tinggali. Sedangkan semua harta dan saham - saham Perusahaan dibagi 2 oleh suaminya itu sebelum meninggal kepada Max dan Kakak perempuan Max, Leticia.
Jovanca hanya takut jika Leticia kembali, wanita itu akan membalas dendam padanya. Jadi, ia harus mempunyai jaminan kekayaan yang bisa ia gunakan sewaktu - waktu. Sekarang jika Leticia dibawa pulang kembali oleh putranya Max, ia sudah merasa tenang karena ia sudah mempunyai kekayaan dari Gabriela.
"Hubungan kita hanya sampai disini, Gabriela. Beberapa hari lagi pengacaraku akan datang menemuimu." Ucap Jovanca dengan dingin, ia hanya memikirkan kekayaan tanpa ingin mengerti keadaan Gabriela.
"Apa maksud Mama? Pengacara?" tanya Gabriela tak mengerti.
"Aku tidak tau bagaimana Max mendapatkan tanda tanganmu dalam dokumen pra - nikah tapi disana dikatakan meskipun kau tidak menikah dengan Max, setengah dari semua kekayaan peninggalan Ayahmu adalah milikku. Setengah dari kekayaanmu sudah sah dialih namakan atas namaku." Jawab Jovanca.
"Apa?! Apa selama ini yang kamu pikirkan adalah kekayaanku?" mata Gabriela membulat tak percaya.
"Ya, benar. Tapi selain itu, aku juga ingin membantumu agar bisa bersama dengan putraku. Tapi, sepertinya semua usaha kita sia - sia. Hati Max bukan untukmu, aku sudah tak bisa membantumu lagi. Ahh, satu lagi. Kau tidak perlu datang ke Mansion-ku lagi, aku akan mengirim semua barang - barangmu dan putramu kepadamu. Baiklah, sampai jumpa lagi." Setelah mengatakan semua itu, Jovanca tanpa hati meninggalkan Gabriela.
"Kalian pikir aku akan diam saja sudah diperdaya oleh kalian berdua. Tunggu saja Max dan kau Jovanca! Aku akan menghancurkan kalian berdua!" geram wanita yang sedang terpuruk itu.
***
Lyra sedang menatap Ibunya, ia penasaran bagaimana Max bisa menemukannya kemarin. "Jadi, Mama. Bisa jelaskan padaku kenapa Max bisa ada disini kemarin?"
Vennie menyeruput kopi lalu menaruh cangkir ke tatakan di tangannya, ia membalas tatapan menyelidik dari putrinya. "Apa kamu pikir Mama yang bocorin keberadaanmu disini, untuk apa? Jika Mama mau, kenapa tidak 8 tahun lalu Mama beritahukan Max jika kamu ada disini."
Lyra mendecak kesal, " Jadi lelaki itu masih menyelidiki keberadaanku, kenapa dia lakukan itu? Padahal dengan jelas aku mendengar dari pengacara, dia tidak ingin berurusan denganku dan anak - anakku lagi."
"Sebelum Max pergi, dia bilang ingin menyelesaikan masalah dan akan segera menjelaskan kesalah pahaman kalian. Lyra, tidakah kamu harus memberinya kesempatan menjelaskan? Kedua anakmu juga harus tau tentang Ayah mereka." Lanjut sang Ibu.
Lyra hanya mendesah, matanya merawang jauh keluar jendela. Hatinya sudah terlanjur sakit, tapi tetap nama Max masih bersarang di hatinya.
Tanpa mereka berdua sadari, Archie berada di luar pintu. Anak itu tak sengaja mendengar pembicaraan Ibu dan Neneknya. Matanya seketika menggelap, ia seketika mengingat wajah Paman lelaki yang berkenalan dengannya kemarin di taman.