Sabrina dan Satya adalah dua pewaris tunggal perusahan terkenal. Mereka harus terjerat dalam pernikahan tanpa cinta hanya demi mempertahankan perusahaan Sabrina yang sedang berada di ambang kehancuran.
Gadis sekeras Sabrina tidak bisa menolak ketika orang tuanya menikahkan dirinya dengan laki-laki yang ia anggap lemah seperti Satya. Tapi, Sabrina tidak tahu apa yang laki-laki yang ia anggap lemah itu punya.
Akankah Sabrina bisa jatuh cinta pada laki-laki yang ia anggap lemah seperti Satya? Mampukah Satya menaklukkan hati seorang gadis judes, galak, dan jutek seperti Sabrina?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
#28
Sejak saat itu, Sabrina malah berusaha semakin menjauh dari Satya. Sayangnya, Satya bukanlah tipe laki-laki yang peka akan perubahan seorang gadis. Ia tidak bisa merasakan perubahan sikap yang Sabrina tunjukkan.
Satya malah semakin dekat dengan Cindy. Ia lebih sering ngumpul bersama Cindy dan juga kedua sahabatnya di cafe tempat mereka bertiga biasa ngumpul bersama. Satya juga lebih sering mengantarkan Cindy pulang akhir-akhir ini.
Walaupun begitu, ia tidak pernah bersikap berbeda dengan Sabrina. Satya tetap saja bersikap seperti biasa pada Sabrina. Baginya, tidak ada yang berubah walau ia dekat dengan Cindy atau gadis manapun.
"Rina. Baru pulang ya?" tanya Satya ketika melihat Sabrina baru saja membuka pintu rumah mereka.
"Seperti yang lo lihat," jawab Sabrina dengan ketus.
"Ya ampun ... gak bisa ya lo baikan dikit sama gue?"
"Gue capek. Mau istirahat," kata Sabrina bergegas ingin meninggalkan Satya.
"Rina tunggu!"
"Apa?"
"Gue cuma mau bilang kalo besok malam papa ngundang kita buat makan malam bersama di rumah. Gue harap lo gak nolak ya," kata Satya penuh harap.
"Kalo gue nolak?"
"Tolong jangan nolak Rina. Gue gak ingin papa sedih," ucap Satya dengan nada memelas.
"Ya udah."
"Lo mau pergi?" tanya Satya dengan nada sedikit bahagia.
"Iya. Tapi gue mau pulang ke rumah mama dulu besok."
"Untuk apa?" tanya Satya bingung.
"Ya mau ambil bajulah. Masa gue pakai baju rumahan saat datang ke rumah papa lo."
"Oh. Kalo gitu, gue beliin baju baru aja deh lo besok. Gimana?"
"Gak usah mubazir Satya. Baju gue masih banyak di rumah mama. Masih pada bisa gue pakai lagi."
"Ya gak mubazir dong. Apa salahnya kalo gue beliin lo baju baru. Hitung-hitung tanda terima kasih gue sama lo karena udah mau terima undangan papa gue."
"Ya udah. Terserah lo aja deh."
"Gitu dong. Sesekali jadi cewek yang penurut sama suami," ucap Satya tanpa sadar.
"Apa!?"
"Ng-ngak ada apa-apa. Pulang kuliah besok bareng gue aja. Nanti, kita sekalian belanja setelah pulang."
"Ya udah. Ada lagi gak yang mau lo bicarain sama gue. Kalo gak ada, gue mau istirahat sekarang."
"Kayaknya udah gak ada deh. Tapi ... gak bisa ya, lo duduk bareng ama gue di sini."
"Gak bisa. Gue capek, mau rebahan di kamar gue."
"Ya udah kalo gitu. Silahkan tuan putri rebahan di kamar. Jangan lupa besok sore pulangnya bareng gue. Kalo gue telat, lo harus tungguin gue."
"Iya," ucap Sabrina sambil melangkah meninggalkan Satya.
_____
"Tumben banget lo hari ini gak bawa mobil Rin. Apa mobil lo sakit lagi?" tanya Siska ketika melihat Sabrina turun dari taksi online.
"Gak ah, mobil gue udah gak sakit-sakitan lagi. Gue sengaja gak bawa mobil hari ini. Lagi males nyetir aja," ucap Sabrina berbohong.
"Tumben banget seorang Sabrina malas nyetir. Gak biasanya kayak gitu. Jadi curiga gue," kata Siska sambil melihat Sabrina penuh selidik.
"Apa-apaan sih lo mak-mak rempong. Sesekali gue ada kata malasnya juga kali. Masa gue gak tahu kata malas sih."
"Ya itu tidak wajar buat seorang Sabrina."
"Siska sayang. Gue ini manusia, tahu kata capek dan kata malas. Wajar juga kalo gue berubah," kata Sabrina sambil mencubit kedua pipi Siska dengan rasa gemes.
"Aduuuh ... sakit tahu," ucap Siska sambil mengelus kedua pipinya.
"Lo kira pipi gue apaan. Enak banget tuh tangan main cubit-cubit aja," ucap Siska lagi dengan wajah kesal dan bibir manyun.
Sepasang mata sedang menyaksikan Sabrina dan Siska yang sedang bercanda. Mata itu tiba-tiba merasakan kekaguman pada wajah manis milik Siska.
"Gue perhatiin, Siska tuh anaknya manis juga ya," ucap Andrian tanpa mengalihkan pandangannya dari Siska dan Sabrina yang berada tak jauh dari mereka.
"Siska? Manis?" tanya Sean tak percaya dengan
apa yang ia dengar.
"Iya. Siska tuh gadis yang sederhana, lembut, gak suka banyak omong dan yang paling penting, dia manis kalo gue lihat-lihat."
"Gila lo. Sejak kapan lo punya selera gadis sederhana kayak Siska. Gak habis pikir gue dengan apa yang lo bicarakan barusan."
"Memangnya kalo gadis sederhana gak bisa terlihat manis dan tidak boleh di kagumi apa?" tanya Satya tiba-tiba ikut bicara.
"Ya, ya bukan gitu maksud gue. Kan masih banyak gadis yang lain yang bisa lo dekati dan lo pacarin. Masa iya si Siska yang sangat sederhana itu yang buat hati lo tertarik," kata Sean merasa bingung dengan kedua sahabatnya.
entahlah.. semangat berkarya thor💪🏻
luar biasa kamu Sabrina...
seperti baca chicklit
di semua novel nya, tokoh utamanya suka warna hijau