NovelToon NovelToon
Dia Dan 14 Tahun Lalu

Dia Dan 14 Tahun Lalu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta pada Pandangan Pertama / Enemy to Lovers / Cintapertama / Romantis / Romansa / TimeTravel
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Spam Pink

ini adalah perjalanan hidup clara sejak ia berumur 5 tahun membawanya bertemu pada cinta sejatinya sejak ia berada di bangku tk, dan reymon sosok pria yang akan membawa perubahan besar dalam hidup clara. namun perjalanan cinta mereka tidak berjalan dengan mulus, akankah cinta itu mempertemukan mereka kembali.....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Spam Pink, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

episode 28

(Clara’s Season)

Sejak pagi pertama Reymon memasuki gerbang pusat pendidikan Pasukan Khusus, waktu seakan berubah cara berjalannya bagi Clara.

Hari-hari terasa lebih panjang.

Suara notifikasi ponsel yang dulu membuatnya tersenyum kini terasa hampa—karena ia tahu, tidak ada pesan dari Reymon yang akan muncul selama setahun.

Tapi hidup tidak berhenti.

Dan Clara tidak ingin melewati setahun ini dengan hanya menangis menunggu.

Ia ingin menunggu Reymon sambil menjadi versi terbaik dari dirinya.

Tiga hari setelah Reymon berangkat, Clara bangun lebih pagi dari biasanya. Ia duduk di tepi kasur, memandang gelang kecil yang Reymon berikan. Tangannya mengusap lembut permukaannya, mengingat suara terakhir Reymon:

“Aku balik. Kamu tunggu aku… sebagai diri kamu yang tetap kuat, ya?”

Clara menghirup napas panjang. “Aku kuat, Rey… aku kuat.”

Ia memperbaiki rambutnya, merapikan meja belajarnya, lalu membuka laptop.

Hari ini kuliah dimulai lagi.

Hari ini hidup terus berjalan.

Sebelum Reymon masuk pendidikan, Clara adalah mahasiswa yang cerdas namun sering menyimpan masalah sendiri. Tetapi setelah 9 bulan bersama Reymon, ada sesuatu yang berubah dalam dirinya:

Clara lebih berani.

Clara lebih percaya diri.

Clara lebih… bersinar.

Mahasiswi lain mengenalnya sebagai gadis manis yang selalu senyum. Namun semester ini, ada satu hal baru tentangnya: fokus yang luar biasa.

Ia duduk di bagian depan kelas, aktif berdiskusi dengan dosen, dan nilai-nilainya melonjak.

Suatu siang, dosennya, Bu Ratri, menghampirinya setelah kelas.

“Clara, kamu makin bersinar akhir-akhir ini. Kamu beda sekali.”

Clara tersenyum. “Saya cuma… lagi semangat, Bu.”

Bu Ratri mengangguk sambil tersenyum. “Saya senang melihatnya. Terus pertahankan. Kamu punya potensi besar.”

Clara tersipu. “Terima kasih, Bu.”

Saat berjalan keluar kampus, Clara menengadah ke langit.

“Rey… kamu lihat aku nggak ya dari sana?” bisiknya.

Angin pagi terasa seperti menjawab.

Sejak SMA Clara suka menulis cerita pendek, tetapi semua hanya disimpan di catatan ponsel atau buku harian. Tidak ada yang tahu, bahkan Reymon sekalipun.

Tapi suatu malam, dua minggu setelah Reymon berangkat, Clara duduk sendirian di kamar, lampu menyala temaram, musik instrumental pelan mengalun, dan hatinya terasa… penuh.

Penuh rindu.

Penuh kenangan.

Penuh cerita yang harus dikeluarkan.

Ia membuka laptop.

Dan menulis.

Tentang rasa menunggu.

Tentang mencintai seseorang yang sedang berjuang jauh dari mata.

Tentang luka masa lalu yang perlahan sembuh karena seseorang datang dan menunjukkan arti aman.

Tangan Clara bergerak tanpa henti.

Dua jam berlalu, dan ia tidak sadar sudah menulis 12 halaman.

Inilah awalnya.

Awal Clara menjadi penulis.

Clara mulai berani memposting tulisannya di platform menulis online. Ia tidak mencantumkan nama asli—hanya menulis sebagai:

“C.”

Judul cerpennya: “Rumah Tanpa Suara.”

Tanpa diduga, ceritanya langsung disukai banyak orang. Komentar mengalir:

“Tulisanmu hangat banget.”

“Aku nangis baca ini.”

“Tolong lanjutkan ceritanya!”

“Siapa pun yang kamu tunggu, semoga kalian bertemu lagi.”

Clara tertegun.

Tidak ada yang tahu bahwa cerita itu tentang dirinya dan Reymon.

Dan komentar-komentar itu memberi Clara kekuatan baru.

Malam itu, ia memeluk bantal sambil tersenyum kecil.

“Rey… lihat kan? Aku nggak sia-sia nunggu kamu.”

Kuliah berjalan makin sibuk. Namun Clara justru semakin menonjol.

Ia memenangkan lomba esai nasional.

Ia menjadi asisten dosen untuk kelas menulis kreatif.

Ia mendapat penghargaan “Mahasiswa Inspiratif Bulanan” dari fakultas.

Teman-teman memujinya.

Dosen-dosen memintanya mengisi seminar.

Tapi satu hal yang paling membanggakan:

Ia tersenyum setiap menerima penghargaan.

Karena dalam hatinya, ia memegang janji:

“Saat Reymon pulang, aku mau dia lihat aku jauh lebih kuat.”

Setelah beberapa bulan menulis tanpa henti, Clara berhasil menyelesaikan novel pertamanya.

Judulnya:

“Saat Kamu Pulang.”

Buku itu bukan sekadar cerita cinta.

Buku itu tentang perjalanan seorang perempuan memulihkan diri dari trauma…

tentang menemukan keberanian mencintai kembali…

tentang menunggu seseorang yang tidak bisa dihubungi selama setahun penuh…

Editor pertama yang membacanya terdiam beberapa menit sebelum berkata:

“Ini… indah sekali. Kamu mau terbitkan?”

Clara tidak percaya.

“Serius, Kak? Aku masih baru…”

“Justru itu,” jawab editornya. “Ada kejujuran yang tidak dimiliki penulis lain.”

Clara menunduk, air matanya jatuh.

“Rey… aku berharap kamu bangga.”

Novel “Saat Kamu Pulang” rilis secara online dulu. Lalu menyebar.

Viral.

Ada ratusan ribu pembaca.

Komentar membanjir:

“Siapa pun kamu, C… kamu menyembuhkan banyak hati.”

“Aku baca 3 kali. Rasanya hangat sekali.”

“Tolong bilang ke orang yang kamu tunggu… dia sangat beruntung.”

Clara membaca komentar-komentar itu sambil memeluk lututnya, tersenyum dan menangis sekaligus.

Di titik itu, penerbit besar menghubunginya.

“Kami ingin mencetak novel kamu secara fisik.”

Tidak sampai di situ…

Dalam dua bulan, buku Clara masuk Top 3 Bestseller Nasional.

Dan satu hari, Clara menerima email yang membuatnya menutup mulut menahan teriakan.

Kami dari rumah produksi X ingin menjadikan novel Anda film layar lebar.

Kami yakin ini akan menjadi salah satu film romantis terbaik tahun ini.

Clara menjatuhkan tubuhnya ke kasur, menangis.

Bukan karena sedih.

Tapi karena…

“Rey… Rey… kamu harus bangga… kamu harus lihat ini…”

Ia meremas gelang Reymon.

“Aku beneran jadi seseorang.”

Clara duduk di kursi konferensi pers dengan gaun sederhana warna pastel. Wartawan memenuhi ruangan.

Seorang wartawan bertanya, “Clara, apa inspirasi novel ini?”

Clara tersenyum lembut.

“Dari seseorang yang sedang berjuang untuk mimpinya. Dia tidak bisa aku hubungi setahun ini, tapi… dia alasan kenapa aku bisa sejauh ini.”

Wartawan menatapnya penasaran. “Apakah dia… kekasih kamu?”

Clara tersenyum kecil. “Ya. Dia rumah yang aku tuju.”

Ruangan riuh oleh decakan dan tepuk tangan kecil.

Clara menunduk sambil menggenggam gelang.

“Semoga kamu dengar aku, Rey… di mana pun kamu berada…”

Setelah acara selesai, Clara pulang ke kamarnya. Ia duduk di balkon sambil memeluk lutut. Lampu-lampu kota tampak seperti kunang-kunang jauh di bawah.

Ia menghela napas dalam.

“Rey… aku capek hari ini. Tapi aku bahagia. Bahagia banget.”

Angin malam berhembus lembut, membawa aroma hujan.

Clara menatap langit.

“Apa kamu juga ngeliat langit yang sama? Apa malam kamu gelap di sana? Apa kamu kedinginan? Apa kamu kepikiran aku?”

Matanya berkaca.

“Aku kangen kamu… aku kangen suara kamu… wajah kamu… cara kamu ngomong pelan kalau lagi nenangin aku…”

Air mata mengalir, tapi senyumnya tetap ada.

“Tapi aku juga kuat. Aku berdiri, Rey. Aku nggak runtuh. Karena kamu percaya aku bisa.”

Ia menutup mata.

Dan ia membayangkan Reymon—

Wajahnya… tatapannya… pelukannya…

Semuanya.

Clara berbisik lirih pada angin:

“Rey… sebentar lagi kamu pulang, kan?”

Pukul 23.47 malam itu, saat Clara hampir tertidur, ponselnya berbunyi.

Notifikasi email masuk.

Clara mengerutkan dahi.

Ia membuka layar.

Dan matanya langsung melebar.

Satu judul email membuat jantungnya berhenti sejenak:

“Izin Khusus Komunikasi – Pendidikan pasukan khusus Angkatan 204 — Untuk Clara”

Tangan Clara gemetar.

Ia membuka email itu…

Dan di dalamnya tertulis:

“Ada seseorang yang ingin memberikan kamu pesan…”

Clara menutup mulut.

Air matanya jatuh begitu cepat.

Perutnya seakan terhempas.

Dadanya bergetar.

Matanya membaca baris terakhir email itu:

“Bersiap menerima panggilan selama 3 menit.”

Clara menjatuhkan ponselnya ke kasur.

Ia menangis.

Antara kaget… bahagia… takut… dan rindu yang meledak begitu keras.

Ia menatap gelang Reymon.

“Rey… Reymon…”

Lampu kamarnya bergetar kecil oleh suara gemetaran tubuhnya.

Clara berbisik, nyaris seperti doa:

“Aku siap… Rey… aku siap…”

BERSAMBUNG.......

1
mindie
AAAAAA saltinggg bacanya😍😍🤭
Caramellmnisss: terimakasih kak☺️
total 1 replies
mindie
layak di rekomendasikan
Charolina Lina
novel ini bagus banget 👍🏻
Caramellmnisss: terimakasih kak😍🙏
total 1 replies
mindie
baguss bngt tidak sabar menenunggu updatetanny author🤩
Caramellmnisss
kami update tiap malam yah kak, jangan ketinggalan setiap eps nya yah☺️
Miu miu
Jangan lupa terus update ya, author!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!