Putri Raras Ayu Kusumadewi, putri tunggal dari salah satu bangsawan Keraton Yogyakarta, selalu hidup dalam aturan dan tata krama yang ketat. Dunia luar hanyalah dongeng yang ia dengar dari pengawal dan dayang-dayangnya.
Hingga suatu hari, atas nama kerja sama budaya, Keraton Yogyakarta menerima kunjungan kehormatan dari Pangeran William Alexander dari Inggris, pewaris kedua takhta Kerajaan Inggris.
Sebuah pertemuan resmi yang seharusnya hanya berlangsung beberapa hari berubah menjadi kisah cinta terlarang.
Raras menemukan kebebasan dan keberanian lewat tatapan sang pangeran yang hangat, sementara William melihat keindahan yang belum pernah ia temui — keanggunan Timur yang membungkus hati lembut seorang putri Jawa.
Namun cinta mereka bukan hanya jarak dan budaya yang menjadi penghalang, tapi juga takdir, tradisi, dan politik dua kerajaan.
Mereka harus memilih — cinta, atau mahkota.
.
.
Note: semua yang terkandung dalam cerita hanya fiktif belaka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uffahazz_2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. The Royal Chase
Salju turun deras malam itu.
Udara Norwegia terasa menggigit, menusuk kulit hingga ke tulang. Di langit kelam, kilatan cahaya biru dari helikopter militer memantul di permukaan es, disertai deru mesin yang menggetarkan udara.
Raras berlari menembus hutan pinus, jantungnya berdebar kencang. Nafasnya berat, tercampur kabut dingin yang keluar dari mulut setiap kali ia menarik udara.
William berlari di belakangnya, satu tangan memegang map hitam berisi dokumen rahasia kerajaan, tangan lainnya menggenggam erat tangan Raras.
“Jangan lepaskan tanganku!” seru William di tengah desing peluru yang melesat dari kejauhan.
“Ke mana kita akan pergi?!” Raras berteriak di antara deru angin.
William menoleh, matanya tajam. “Ke tempat di mana kerajaan tak bisa menjangkau kita!”
Di atas mereka, helikopter kerajaan terus melingkari area hutan, lampu sorotnya menembus celah-celah pepohonan. Suara megafon menggema.
> “Pangeran William Alcott, menyerahlah. Anda dituduh berkhianat kepada Mahkota. Jangan mempersulit keadaan!”
William menatap ke langit dengan tatapan penuh amarah. “Mereka bahkan tidak menunggu penjelasan.”
Raras menggenggam tangannya lebih kuat. “Kau sudah tahu ini akan terjadi, kan?”
William mengangguk pelan. “Sejak aku menandatangani surat itu.”
---
Bayangan di Balik Pohon Pinus
Mereka berhenti di balik batang pohon besar, bersembunyi di antara semak rimbun. Nafas keduanya terengah, salju menempel di rambut dan bahu.
Seth muncul dari balik kabut, membawa ransel besar di pundaknya. Wajahnya serius, tapi sorot matanya penuh kepastian.
“Mobil sudah siap di sisi utara hutan. Tapi kita harus bergerak sekarang sebelum unit elite mereka sampai.”
Ia menatap William tajam. “Kau baru saja mendeklarasikan perang terbuka pada Dewan Mahkota. Mereka tidak akan berhenti.”
William menatap Seth dengan pandangan bersalah. “Aku tahu risikonya, tapi aku tidak akan biarkan mereka menghapus sejarah lagi.”
Seth tersenyum miring. “Kalimat khas keluarga Alcott. Terlalu banyak kehormatan, terlalu sedikit keselamatan.”
Raras mendengus lirih, mencoba mengusir rasa takutnya. “Kalian berdua ini bisa saja berdebat sambil diserang.”
William menatapnya lembut, lalu mengangguk. “Kau benar. Ayo.”
---
Pelarian di Tengah Badai
Mereka berlari menembus hutan. Salju semakin tebal, hampir menelan jejak langkah mereka. Dari jauh terdengar suara sirine dan gonggongan anjing pelacak.
Seth berbalik sambil menembakkan peluru ke arah bayangan hitam di belakang mereka. “Mereka sudah dekat!”
William menarik Raras mendekat ke tubuhnya, melindunginya dari serpihan peluru yang menghantam batang pohon di dekat mereka.
“Raras, dengarkan aku,” bisik William cepat, suaranya terengah. “Kalau nanti aku bilang lari, kau lari tanpa menoleh.”
“Aku tidak akan meninggalkanmu!” seru Raras, matanya memantulkan cahaya api dari ledakan kecil yang baru saja terjadi di kejauhan.
William menatapnya, lirih tapi tegas. “Kau bukan tahanan kerajaanku, kau hidupku.”
Raras terdiam, dadanya sesak oleh emosi yang bercampur aduk — cinta, ketakutan, dan keteguhan.
---
Keputusan di Tengah Kobaran Api
Seth menyalakan alat pemicu di tangannya. “Ledakan pengalih perhatian. Setelah ini, kita punya waktu tiga menit.”
Tiba-tiba, suara ledakan besar mengguncang sisi timur hutan. Api menjalar di antara pepohonan, menelan cahaya biru helikopter di langit.
“Sekarang!” teriak Seth.
Mereka berlari menuruni bukit menuju jalan tanah di bawah. Di sana, sebuah mobil SUV hitam sudah menunggu, mesinnya menyala.
William membuka pintu belakang, membantu Raras masuk. Namun sebelum ia bisa ikut, suara keras menghentikan langkahnya.
> “William Alcott! Turunkan senjatamu!”
Satu regu pasukan khusus muncul dari arah berlawanan, seragam mereka berlogo Royal Guard Division. Senjata mereka terangkat, diarahkan lurus ke dada William.
Raras menjerit, “Tidak! William!”
Seth berdiri di samping William, wajahnya tanpa ekspresi. “Kita takkan sempat melarikan diri kalau tetap di sini.”
William menatap ke arah Raras di dalam mobil, lalu berbalik menatap Seth. “Kau punya rencana?”
Seth tersenyum samar. “Selalu.”
Ia menekan tombol di rompinya — dan ledakan kedua mengguncang area parkir, menghantam sisi bukit dan menimbulkan hujan batu serta asap tebal.
William segera masuk ke mobil, dan Seth melompat ke kursi pengemudi.
---
Melintasi Perbatasan
Mobil melaju kencang di jalan licin yang menurun tajam. Salju dan debu beterbangan di belakang mereka.
Raras menatap ke luar jendela, melihat bayangan helikopter yang masih mengejar di kejauhan.
“Kita tidak bisa terus seperti ini!” katanya panik.
Seth menatap kaca spion. “Kita akan menyeberang perbatasan Swedia. Setelah itu, mereka kehilangan yurisdiksi.”
William menghela napas panjang, lalu menggenggam tangan Raras di pangkuannya.
Tatapannya lembut tapi bergetar. “Kau masih bisa mundur sekarang, Raras. Aku tak ingin menyeretmu lebih jauh ke dalam ini.”
Raras menatapnya, matanya basah tapi tegas. “Kau lupa sesuatu, Pangeran. Aku bukan putri yang menunggu diselamatkan. Aku datang bersamamu karena aku memilihmu.”
William terdiam sejenak, lalu senyum kecil terbit di wajahnya. “Dan aku akan terus melindungimu. Apa pun yang terjadi.”
---
Akhir dari Pelarian Pertama
Mereka akhirnya mencapai jembatan kayu panjang yang melintasi sungai beku di perbatasan.
Di belakang mereka, sirine dan sorotan cahaya semakin redup.
Ketika mobil melewati tanda batas wilayah Swedia, Seth menghembuskan napas lega.
“Untuk sementara, kita aman.”
William menatap ke langit yang mulai terang. “Untuk sementara,” ulangnya lirih.
Raras memandangi wajahnya yang kelelahan tapi penuh tekad.
“Apa yang akan kita lakukan sekarang?”
William menatap jauh ke horizon, ke arah cahaya fajar yang mulai muncul. “Kita tidak bisa bersembunyi selamanya. Sekarang saatnya kita membalikkan permainan.”
Seth melirik ke arah mereka, senyum misterius muncul di wajahnya. “Kalau begitu, bersiaplah. Karena babak selanjutnya… akan terjadi di London.”
nah,,, buat sebagian org, cinta nya kok bisa diobral sana sini,, heran deh,,
aku suka,,,aku suka,,,
mommy komen nih ya,,,🥰
kalo sempet blz komen kita" ya
senang banget mommy atuh neng,,,
bisa baca karya mu di sini lg🥰