Di kehidupan sebelumnya, Max dan ibunya dihukum pancung karena terjebak sekema jahat yang telah direncanakan oleh Putra Mahkota. Setelah kelahiran kembalinya di masa lalu, Max berencana untuk membalaskan dendam kepada Putra Mahkota sekaligus menjungkirbalikkan Kekaisaran Zenos yang telah membunuhnya.
Dihadapkan dengan probelema serta konflik baru dari kehidupan sebelumnya, mampukah Max mengubah masa depan kelam yang menunggunya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wira Yudha Cs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 28 AMARAH
Sore harinya, Max kembali mengirim pengawalnya untuk mengantarkan makanan ke biro bantuan agar segera disalurkan kepada para korban selamat di tempat pengungsian. Hari ini Max benar-benar istirahat total di mension. Rasa lelah akibat pertarungan sengit dengan sosok misterius yang dia duga adalah salah satu ksatria wilayah utara masih terasa.
Max diam-diam merasa bersyukur karena pihak lain tidak benar-benar membunuhnya. Jika dia terbunuh saat itu, maka kelahiran kembalinya sama sekali tidak ada artinya. Max menghela napas berat sembari menyandarkan diri ke punggung ranjang tempat tidur. Dia menunduk dan mulai membaca catatan mengenai peristiwa-peristiwa besar yang kemungkinan akan terjadi di masa depan. Jika waktu berjalan sebagaimana mestinya, maka Max dapat yakin bahwa peristiwa-peristiwa tersebut akan kembali terjadi sama seperti di kehidupan sebelumnya.
“Di kehidupan sebelumnya, aku tidak pernah mendengar adanya insiden binatang suci yang mengamuk di wilayah Utara. Biasanya insiden besar seperti ini akan tersebar sampai ke seluruh kekaisaran. Apakah ini salah satu perubahan dari kehidupan sebelumnya?” tanya Max dengan nada bergumam.
Segera Max menyingkirkan semua pikiran berat dari benaknya. Saat ini, dia akan kembali fokus ke tujuan awal. Max kembali memikirkan beberapa cara menghasilkan banyak uang tanpa dicurigai. Selain itu, dia berpikir untuk membuat namanya terkenal di wilayah Utara. Dengan cara itu, Max akan lebih mudah mengumpulkan koneksi dan dukungan, baik itu dari keluarga bangsawan maupun para petinggi wilayah Utara.
Di saat Max sedang memikirkan masa depannya, para pekerja di biro bantuan cukup terkejut ketika mendapatkan sumbangan uang lebih besar daripada sumbangan-sumbangan lainnya. Setelah mereka menghitung dua kantong hitam penuh koin emas dan perak, totalnya ada sekitar 6000 koin emas dan 3000 perak.
“Oh Dewa! Saudagar kaya mana yang menyumbangkan uang sebanyak ini?” tanya salah satu pekerja dengan nada setengah percaya.
Pekerja lain segera menimpali, “Orang yang mengantarnya hanya mengatakan bahwa itu berasal dari kepala keluarga yang saat ini menempati mension bekas keluarga Marquees Rozan.”
“Benarkah? Mendengarnya menempati kediaman mewah seperti itu, tak diragukan lagi bahwa dia adalah orang kaya!” seru pekerja wanita dengan mata berbinar.
“Beberapa waktu lalu, kediaman itu juga mengirimkan makanan dalam jumlah besar. Aku baru saja mengatur beberapa orang untuk mengantarkannya kepada korban yang berada di rumah singgah,” ujar seorang pekerja paruh baya yang baru masuk ke markas biro bantuan.
“Siapapun kepala keluarga itu, dia pasti sangat murah hati. Kita harus melaporkan hal ini kepada Yang Mulia Duke sebelum membagikan uangnya kepada para korban,” ujar pekerja wanita paruh baya yang sedang melipat pakaian bantuan.
Setelah itu, salah satu pekerja di biro bantuan segera diperintahkan untuk melaporkan secara langsung mengenai hal ini kepada sang penguasa wilayah Utara.
Tak butuh waktu lama, laporan itu pun telah Arthur dengar dengan saksama. Berdasarkan laporan prajurit bayangan sebelumnya, penyelamat Bannesa-lah yang kini mendiami mension bekas keluarga Marquees Rozan. Mendengar berita kepala keluarga itu telah menyumbang lebih dari 1000 emas dan perak, dia cukup terkejut sekaligus kagum. Wajah pemuda yang nyaris ia pukul sampai mati itu kembali terlintas di benaknya. Diam-diam Arthur menghela napas lega karena pemuda itu dapat kembali dengan aman.
Setelah mendengar laporan lengkap dari pekerja biro bantuan, Arthur segera mengutus Kenzo—tangan kanannya—untuk membagi uang itu secara merata kepada para korban Desa Willow yang selamat.
“Anak itu, untung aku tidak benar-benar membunuhnya,” gumam Arthur ketika semua orang pergi dari ruang kerjanya.
Baru saja Arthur ingin bernapas lega, dua prajurit bayangannya tiba-tiba muncul di depan meja kerja. Karena penampilan mereka semua sama, Arthur terkadang lupa tugas seperti apa yang telah dia berikan kepada sosok hitam itu.
“Salam hormat, Yang Mulia Duke Froger.” Kedua sosok hitam seperti bayangan itu membungkuk hormat secara bersama.
“Apa yang akan kalian laporkan?” tanya Arthur dengan jari tangan bertaud dan siku di atas meja. Dia menatap tajam kedua prajurit bayangannya.
“Saya akan melapor terlebih dahulu, Yang Mulia,” ujar salah satu dari mereka.
Setelah melihat anggukan Yang Mulia, dia segera mengutarakan laporannya. “Karena perilaku memalukan putrinya yang telah ditolak untuk menjadi istri kedua, Baron Helios murka. Dia mengirimkan pembunuh bayaran untuk membunuh Tuan Maximiliam. Untungnya kami mengetahui hal ini terlebih dahulu dan segera menyelesaikan.”
“Bagus. Kau sudah bekerja keras. Terus awasi dan lindungi dia serta keluarganya. Kemudian, kirim surat ancaman kepada Baron Helios. Jika dia masih berani mengganggu pemuda itu, bunuh semua anggota keluarganya. Kau bisa kembali sekarang,” ujar Arthur dengan tenang.
Prajurit bayangan itu pun mengangguk kecil sebelum pamit undur diri.
Arthur memperhatikan satu prajurit bayangannya yang tersisa. Dia mempunyai firasat bahwa apa yang akan dilaporkan prajuritnya ini tampaknya lebih penting dari sebelumnya. Maka dari itu, dia segera memberikan anggukan kecil sebagai tanda bahwa dia telah menyetujui prajurit bayangan itu untuk berbicara.
“Yang Mulia, ini terkait dengan penjaga perbatasan Zenos yang memberitahu mengenai rute tercepat menuju Utara kepada Tuan Muda Bannesa.”
Mendengar hal ini, Arthur diam-diam menahan napas dan menegakkan punggungnya dengan gelisah.
“Lanjutkan,” perintah pria itu dengan tatapan tajam mematikan.
Tanpa membuang waktu, prajurit bayangan pun segera menjelaskan, “Mereka memanglah prajurit asli Zenos. Namun, mereka disuap oleh Count Ernest untuk memberikan rute berbahaya kepada Tuan Muda Bannesa. Saat ini, mereka sedang bersukacita karena telah menganggap Tuan Muda Bannesa dan yang lainnya telah tewas dalam perjalanan itu.”
Rahang Arthur seketika mengeras. Kedua tangannya pun ikut terkepal. Berani-beraninya orang itu menyulut api permusuhan dengannya. Bertahun-tahun yang lalu ketika dia masih menetap di Kekaisaran Zenos, Count Ernest adalah orang yang sombong dan selalu iri padanya. Arthur tidak akan pernah melupakan tatapan menghina sekaligus penuh kedengkian orang itu ketika dia diangkat menjadi jenderal tertinggi. Arthur tidak menyangka Count Ernest akan menyimpan kebenciannya hingga saat ini.
“Bajingan itu. Berani-beraninya dia mencoba menyakiti anakku,” ucap Arthur tajam dengan kilat kemarahan dari kedua matanya.
“Yang Mulia, apa perintah Anda selanjutnya?”
“Cari tahu lebih banyak tentang apa yang dia kerjakan baru-baru ini. Berhati-hatilah saat kau sedang mengawasinya. Dia mempunyai binatang suci kontrak yang cukup kuat. Jika ada kesempatan, buat beberapa kekacauan sampai dia murka.”
“Baik, Yang Mulia. Segera saya laksanakan.” Prajurit bayangan membungkuk singkat sebelum menghilang tanpa meninggalkan jejak.
Arthur di ruangannya masih dipenuhi dengan amarah. Berkali-kali dia mencoba menenangkan diri, namun gagal. Alhasil, dia meninju meja kerja sekuat tenaga untuk meluapkan amarah. Segera suara pukulan keras terdengar. Meja kayu itu patah sedemikian rupa.
Penjaga pintu ruang kerja yang mendengar suara dari dalam tidak ada yang bisa berkutik. Semua diam di posisi masing-masing dengan tubuh gemetar dan keringat mengalir di dahi. Dari jarak ini, para penjaga bahkan dapat merasakan luapan emosi dan aura membunuh yang begitu kuat dari Yang Mulia Duke Arthur Froger.
Bajingan mana yang telah menyinggung Yang Mulia hingga beliau marah seperti ini? pikir mereka dengan ketakutan.
---