Pulang Ke Indonesia. Arcilla Armahira harus mendapatkan tugas dari Kakeknya seorang Pengusaha kaya raya yang dikenal sangat dermawan dan selalu membantu orang kecil. Tetapi siapa sangka pria 70 tahun itu sering mendapatkan ancaman.
Sampai pada akhirnya terjadi insiden besar yang membuat Mizwar diserang oleh musuh saat mengadakan konferensi pers. Kericuhan terjadi membuat banyak pertumpahan darah.
Mizwar dilarikan ke rumah sakit. Arcilla mendapat amanah untuk menjalankan tugas sang Kakek.
Keamanan Arcilla terancam karena banyak orang yang tidak menyukainya seperti kakeknya yang ingin menyingkirkannya. Pengawal pribadi Mizwar yang selalu menemaninya dan mengajarinya membuat Arcilla merasa risih karena pria itu bukan mahramnya.
Sampai akhirnya Arcilla meminta kakeknya untuk menikahkannya dengan pengawalnya dengan alasan menghindari dosa.
Bagaimana kehidupan rumah tangga mereka ditengah persaingan bisnis?
Apakah keduanya profesional meski sudah menikah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 22 Ada-ada Saja
Cilla bersama rombongannya kembali ke Jakarta, seperti biasa mereka melewati hutan tanpa adanya penduduk desa dan kendaraan yang lewat juga tidak ada sejak tadi.
Rasyid menyetir di sebelah istrinya menoleh sesekali ke arah Cilla yang memejamkan mata. Cilla tampak begitu lelah sampai tertidur walau jalanan tidak rata membuat tubuhnya bergoyang-goyang sejak tadi.
Walau terlihat nyenyak tidur, saat mobil berhenti Cilla menyadari dan membuka matanya.
"Ada apa?" tanya Cilla mengerutkan dahi.
Dorrr
Tiba-tiba terdengar ledakan cukup kuat dan mereka melihat ada api yang berasal dari depan, posisi beberapa meter dari mobil mereka.
"Apa yang terjadi?" tanya Cilla panik.
Para Bodyguard langsung keluar dari mobil masing-masing dengan menodongkan senjata mereka saat salah satu truk yang mereka bawa di bagian depan meledak dan untung saja tidak mengenai truk yang lain dan juga mobil Cilla karena jarak mereka cukup jauh.
"Tunggu sebentar di sini!" ucap Rasyid jangan langsung keluar dari mobil.
"Ya Allah ada apa lagi ini? kenapa banyak sekali bahaya menghampiriku," ucap Cilla begitu panik.
Cilla dari dalam mobil melihat Rasyid berbicara dengan Metta, ekspresi wajah keduanya juga tampak tegang dan seperti ada perintah yang diberikan Rasyid mewakili Metta menganggukkan kepala dan kemudian Rasyid kembali memasuki mobil dengan membuka pintu belakang mobil.
Rasyid mengambil ransel besar dan memasukkan beberapa barang ke dalamnya.
"Ada apa sebenarnya?"
"Apa ada orang yang menyerang kita?" tanya Cilla semakin panik.
Selesai mengambil apa yang dia butuhkan dengan sangat cepat Rasyid kembali menutup pintu mobil dan sudah membuka pintu mobil bagian istrinya.
"Kita tidak punya waktu ayo pergi dari sini!" ajak Rasyid.
"Mau kemana?" tanya Cilla dengan wajah panik.
"Kamu jawab dulu pertanyaanku apa yang terjadi di depan? Apa ada orang yang ingin mencelakai kita lagi?" tanya Cilla.
"Bukan kita, tetapi kamu. Sudah jelas bahwa target mereka adalah kamu. Cilla kita benar-benar tidak punya waktu. Ayo!" ajak Rasyid memegang tangan Cilla dan bawa istrinya itu pergi.
Suara tembakan semakin terdengar dan benar ada orang yang menyerang mereka sampai meledakan truk bagian depan.
Rasyid berusaha melindungi Cilla dengan mereka memasuki hutan. Kepala Rasyid terus mengawasi menoleh ke arah belakang, Cilla juga masih melihat ke belakangnya saat keduanya terlihat menaiki bukit dan masih melihat dengan jelas ledakan terjadi kembali.
Dalam kepanikannya tidak ada yang bisa dia lakukan, hanya merasa bersalah dengan banyak korban karena dirinya.
"Jangan melihat ke belakang, jalanlah ke depan dan hati-hati licin. Kamu bisa jatuh," ucap Rasyid memberi arahan membuat Cilla menganggukkan kepala.
Tangan mereka sudah tidak bergenggaman lagi, mereka tidak berjalan berdampingan di mana Rasyid terlebih dahulu berjalan menaiki bukit dengan jalanan bebatuan besar.
Sementara Cilla hanya mengikuti langkahnya dan memegangi pepohonan agar tidak jatuh.
"Jangan berjalan terlalu cepat!" ucap Cilla menghentikan langkahnya dengan nafas ngos-ngosan.
"Kita tidak punya waktu untuk beristirahat. Ini masih dekat dengan jarak kejadian, mereka masih berkeliaran di sini," jawab Rasyid.
"Aku sangat lelah dan kamu enak bicara. Kamu biasa berlari dan menaiki bukit setinggi ini, kamu juga berjalan begitu saja tanpa membantuku," ucapnya dengan kekesalan dan juga sindiran
"Ini keadaan darurat, jangan mengharapkan saya menggenggam atau menggendongmu. Kaki kamu masih bisa digunakan untuk berjalan. Kamu harus mandiri dan bisa melihat situasi," ucap Rasyid sepertinya mengerti apa yang diinginkan istrinya.
"Jangan terlalu percaya diri, aku tidak memintamu untuk menggenggam tanganku apalagi menggendongku," sahut Cilla dengan sewot atas perkataan suaminya itu.
"Baguslah jika kamu menyadari jangan terlalu bergantung pada orang lain," sahut Rasyid membuat Cilla semakin kesal.
"Aku tidak akan meminta bantuanmu untuk berjalan!" tegas Cilla melanjutkan langkahnya dengan melewati suaminya.
Rasyid tidak menanggapi apapun dan kemudian menyusul istrinya sembari mengawasi di sekitarnya.
Sampai akhirnya mereka sudah berada di puncak bukit. Cilla dan Rasyid sama-sama lelah dengan menghela nafas melihat ke arah bawah dan dari ketinggian atas mereka bisa melihat pedesaan.
"Apa itu desa yang ingin kita kunjungi sebelumnya?" tanya Cilla.
"Bukan!" jawab Rasyid.
"Lalu?"
"Desa Uiru, desa paling miskin dan terpencil di Indonesia, tidak mendapatkan perhatian dari pemerintahan karena mendapatkan skandal besar," jawab Rasyid.
"Apa itu benar!"
Cilla mengeluarkan ponselnya dari saku rokknya.
"Tidak mungkin semua harus dia ketahui," batin Cilla ternyata saat ini sedang mencoba untuk searching di Google membuktikan perkataan Rasyid.
"Percuma, tidak ada sinyal di sini," sahut Rasyid membuat Cilla menoleh ke arah Rasyid dan memang benar tidak ada sinyal sama sekali.
"Huhhhh!" Cilla menghela nafas tanpa memberi tanggapan dan melanjutkan langkahnya.
"Awas!" teriak Rasyid secara tiba-tiba dan kemudian menarik tangan Cilla dengan membawanya ke dalam pelukannya dan tubuh mereka berdua berputar.
Krakkk
Ranting kayu yang cukup besar terjatuh dari atas sana dan hampir saja menimpa Cilla. Mata Cilla terpejam di pelukan suaminya itu dengan nafas naik turun dan kemudian membuka matanya perlahan dengan posisi wajah mereka sangat dekat dan bahkan lepas keduanya saling menerpa satu sama lain.
"Hati-hati berjalan, gunakan insting dan juga langkah yang tepat," ucap Rasyid mengingatkan.
Cilla tidak menjawab, dia masih schok dengan apa yang terjadi.
Rasyid kemudian melepas pelukan itu. Cilla juga dengan cepat menjauh sedikit dari Rasyid dengan memijat-mijat pergelangan tangan.
"Menolong boleh, tetapi pelan-pelan, tanganku juga sakit," keluh Cilla.
Rasyid tiba-tiba saja memegang tangan Cilla, membuat Cilla mengerutkan dahi di saat pria itu sepertinya ingin mengurutnya.
"Auhhhh!" pekik Cilla kesakitan saat ditarik tanpa memberi aba-aba.
"Kamu ingin membunuhku!" pekik Cilla dengan kesal.
"Bagaimana? apa masih sakit?" tanya Rasyid.
"Tidak tahu," jawabnya kesal.
Mungkin saat ditarik dengan kencang tanpa memberi aba-aba membuat Cilla kaget, tetapi memang rasanya sudah tidak sakit lagi.
"Ini sudah malam dan akan turun hujan. Kita harus cari tempat berteduh sebelum basah kuyup," ucap Rasyid berjalan terlebih dahulu.
Cilla hanya mengikuti saja kemanapun suaminya itu pergi.
Akhirnya mereka menemukan tempat yang mungkin bagi Rasyid itu bisa tempat beristirahat mereka.
Cilla hanya duduk di atas batu melihat pedesaan yang tampak begitu sangat jauh sekali, melihat lampu-lampu terpasang di rumah desa-desa tersebut. Sementara Rasyid sibuk membuat tempat berteduh menggunakan tenda yang tadi sempat dia bawa.
Dalam darurat seperti ini Rasyid memang menyiapkan banyak. Dia juga mengambil kayu menggunakan pisau.
Cilla tiba-tiba menadahkan tangannya ke atas langit dan tangannya sudah tertetes air hujan.
"Benar hujan akan turun," ucapnya.
Setiap apapun yang dikatakan suaminya pasti benar, dia seperti seorang peramal yang mengetahui cuaca.
"Masuklah!" titah Rasyid.
Dia membuat tempat berteduh alakadarnya, terpal yang dibuat dengan bentuk persegi dan cukup tinggi dengan penopang dua kayu besar agar terpal tersebut tidak tertiup angin dan masuk air ke dalamnya.
Di bawahnya juga sebelumnya dilapisi dengan kayu-kayu agar alas tidur langsung mengenai tanah yang tidak basah.
Cilla menuruti perkataan suaminya itu dan kemudian langsung masuk agar tidak kenak hujan, sementara Rasyid masih melakukan sesuatu.
Untuk sebagai penghangat untuk mereka berdua, di depan tenda itu hidupkan api dan agar tidak basah Rasyid juga membuatkan atapnya cukup tinggi.
Bersambung....
penuh rahasia