IG : embunpagi544
Kematian istri yang paling ia cintai beberapa saat setelah melahirkan kedua buah hatinya, membuat hati seorang laki-laki bernama Bara seolah membeku, dan dunianya menjadi gelap. Cintanya ikut ia kubur bersama mending sang istri. Alasan kenapa Bara masih mau bernapas sampai detik ini adalah karena kedua buah hatinya, si kembar Nathan dan Nala. Bara tak pernah sedikitpun berniat untuk menggantikan posisi almarhumah istrinya, namun demi sang buah hati Bara terpaksa menikah lagi dengan perempuan pilihan sang anak.
SYAFIRA seorang gadis berusia 20 tahun yang menjadi pilihan kedua buah hatinya tersebut. Syafira yang sedang membutuhkan uang untuk pengobatan adik satu-satunya dan juga untuk mempertahankan rumah dan toko kue kecil peninggalan mendiang ayahnya dari seorang rentenir, bersedia menikah dengan BARATA KEN OSMARO, seorang duda beranak dua. Mungkinkah hati seorang Bara yang sudah terlanjur membeku, akan mencair dengan hadirnya Syafira? Akankah cinta yang sudah lama ia kubur bersama mendiang sang istri muncul kembali?
"Aku menikahimu untuk menjadi ibu dari anak-anakku, bukan untuk menjadi istriku..." Bara.
"Lebih baik aku menikah dengan om duda itu dari pada harus menjadi istri keempat rentenir bangkotan dan bulat itu..." Syafira.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon embunpagi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 ( Sah menyandang status nyonya Osmaro)
Hari yang di gadang-gadang akan menjadi hari patah hati buat para gadis dan juga ibu-ibu penggemar Bara akhirnya tiba.
Pagi-pagi sekali orang suruhan bu Lidya sudah tiba di rumah Syafira untuk menjemput Syafira dan keluarganya. Akad nikah sekaligus pesta akan di laksanakan di sebuah hotel mewah bintang lima.
Karena akad akan di laksanakan pukul 14.00 WIB, baik Syafira maupun Bara tidak menginap do hotel terlebih dahulu, waktunya di rasa cukup jika mereka datang ke sana pagi-pagi.
"Uwa, apa semuanya sudah siap?" tanya Syafira.
"Sudah Fir, itu barang -barang yang mereka bawa kemarin di bawa ke hotel tidak Fir?" tanya uwa.
"Tidak wa, nanti seserahan nya ada sendiri. Kemarin itu katanya hanya sebagai buah tangan saja," jawab Syafira.
"Kita ke sana tinggal bawa badan aja Wa, nanti semua sudah di siapkan oleh bu Lidya. Uwa dan yang lainnya tidak usah khawatir," Imbuhnya, ia mengatakan sesuai apa yang di katakan bu Lidya kepadanya.
Sebenarnya Syafira sudah mencoba bernegosiasi dengan bu Lidya supaya akadnya di laksanakan di KUA saja dan cukup syukuran kecil-kecilan saja tak perlu pesta yang mewah. Namun, bukan bu Lidya namanya jika tidak ngeyel. Ia tetap ingin memberikan yang terbaik buat gadis yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri tersebut. Ia sudah berusaha menyiapkan pesta sesederhana mungkin menurut versinya, namun tetap saja pasti akan terkesan mewah bagi Syafira.
Sebelum ke hotel, Syafira meminta supir untuk mengantarnya ke makam ayahnya terlebih dahulu sebentar. Kemudian baru melanjutkan perjalanan ke hotel.
Sementara itu, Bara beserta rombongannya juga dalam perjalanan menuju ke hotel. Si kembar yang masih mengantuk karena semalam sempat terbangun lama tidurnya kembali tidur di dalam mobil. Sementara bu lidya tak henti-hentinya memberi wejangan kepada Bara. Bara hanya membalasnya dengan kata hem dan hem saja. Diam-diam ia sedang menghafalkan Ijab Qabulnya nanti. Meskipun ini kedua kalinya ia menikah, rasa grogi tetap menghampirinya.
"Mimpi apa kamu Fir, bisa menikah di hotel mewah begini," ucap bibi Syafira kagum begitu sampai di hotel.
"Fira juga gak tahu bi, ini semua bu Lidya yang menyiapkan. Fira hanya terima beres saja," sahut Syafira.
Tak lama kemudian, mobil rombongan keluarga Bara juga tiba di hotel dan bergabung dengan rombongan keluarga Syafira untuk kemudian menuju kamar masing-masing yang sudah di siapkan. Belum juga bertemu di pelaminan, tapi hati Syafira sudah tak karuan melihat lelaki yang beberapa jam lagi akan menjadi imamnya tersebut.
"Kenapa?" tanya Bara yang sadar di perhatikan oleh Syafira.
"Kenapa apanya om?" tanya Sayfira.
"Kenapa lihatin saya terus?" ucap Bara terus terang.
"Si siapa yang lihatin om, ayo Nala ikut bunda ke kamar. Nathan mau sama bunda atau daddy?" Syafira mengalihkan pembicaraan.
"Daddy saja," jawab Nathan.
"Baiklah, kalau begitu bunda ke kamar dulu ya sama Nala," Syafira menggendong Nala lalu berjalan menuju ke kamarnya.
Uwa Syafira mendekati Bara yang masih berdiri ditempatnya sambil melihat Syafira melangkahkan kakinya menuju lift.
Uwa Syafira bingung mau mulai bicara dari mana.
"Ada yang ingin paman sampaikan?".tanya Bara.
"Iya, begini paman mau tanya soal mas kawin yang tuan Kasih ke Syafira. Biar nanti saya bisa mengingatnya," ucap uwa Syafira.
"Rel..."
"Saya ke kamar dulu paman, biar Varel menjelaskan kepada paman," ucap Bara. Ia tak enak hati jika harus mengatakan secara langsung.
"Sini paman saya bisikin, tapi paman jangan pingsan ya. Janji!" ucap Varel.
"Emang apa?" tanya uwa.
Varel membisikkannya di telinga uwa Syafira. Sontak uwa Syafira membelalakkan matanya.
"Paman, paman baik-baik saja? Jangan pingsan, tadi kan sudah janji," goda Varel.
"Eh iya," sahut uwa masih shock. Bagaimana tidak shock, jika mas kawinnya uang sejumlah 500 juta rupiah, satu set berlian dan sebuah mobil mewah. Itu tidak termasuk yang buat bayar hutang dan biaya rumah sakit Adiknya. Murni sebagai mas kawin.
Membuat uwa Syafira bertanya-tanya, apa sebenarnya pekerjaan calon suami keponakannya tersebut.
🌼🌼🌼
"Bunda syantik sekali!" Seru Nala ketika melihat Syafira selesai di rias oleh MUA.
"Nala juga syantik sayang," ucap Syafira tersenyum.
"Lihat deh nda, gaun Nala syantik kan. Sama kayak punya bunda," Nala memutar badannya memperlihatkan gaun kecil yang model dan warnanya sama dengan yang di pakai Syafira begitu pas di tubuh mungilnya.
"Syantik sekali. Apalagi yang memakai anak bunda yang super syantik," puji Syafira. Di puji seperti itu oleh Syafira, Nala tampak merona.
"Nala mau lihat daddy dan Athan dulu ya, daddy suka tidak benar memakai dasinya. Harus Nala yang benerin," ucapnya polos. Mengingat biasanya ia yang selalu memperhatikan detail penampilan daddynya tersebut.
"Baiklah, Nala berani ke sana sendiri?" tanya Syafira.
"Berani dong!" sahut gadis kecil itu mantab laku berlenggang meninggalkan Syafira bersama MUAnya.
"Kak, sudah selesai kan make upnya? Boleh kakak keluar dulu? Saya ingin sendiri sebentar," ucap Syafira.
"Oke baiklah, nanti kalau akad sudah mau di mulai, saya jemput nona ya?"
Syafira mengangguk sambil tersenyum.
Kini Syafira sendiri di kamar itu. Di lihatnya kembali pantulan dirinya melalui cermin yang ada di depannya. Kebaya model gaun berwarna putih yang sangat elegan melekat sangat pas di badannya. Wajahnya terlihat sangat cantik dengan make up natural serta lipstik berwarna merah muda. Di tambah set berlian yang simpel namun terlihat elegan, sangat serasi dengan gaun yang ia kenakan.
Betapa bahagianya dan sempurnanya jika hari ini kedua orang tuanya dan juga adiknya bisa menyaksikan betapa cantiknya gadis tersebut.
"Ayah, lihatlah Fira seperti seorang putri! Apa ayah melihatnya dari sana?" batin Syafira, berusaha menahan air matanya. Ia mencoba tersenyum di depan cermin tersebut.
"Fira...! Ya ampun kamu cantik banget!" seru Mia dan Shinta yang baru saja masuk. Membuyarkan lamunan Syafira.
"Sumpah demi apa, aku sampai pangling liat kamu Fir. Beruntung banget sih om duda itu dapat istri secantik ini. Astaga, aku jadi pengen cepat-cepat nikah deh," celoteh Shinta heboh.
"Emang udah ada calonnya?" sindir Mia.
"Belum sih," sahut Shinta sambil garuk-garuk kepala.
"Kok melamun sih Fir, ini kan hari pernikahan kamu. Senyum dong. Harus happy, gak boleh sedih," ucap Mia. Meskipun dalam hatinya berandai-andai jika kecantikan Syafira hari ini adalah untuk kakaknya. Tapi dia tak boleh egois, jodoh tak bisa di paksa.
"Iya Fir, kan masih ada kita, percayalah kebahagiaan akan menyertaimu," imbuh Shinta.
Syafira tersenyum dan memeluk kedua sahabatnya tersebut.
"Makasih ya, kalian selalu ada buat aku," ucap Syafira.
"Tentu saja, kita kan sahabat," sahut Mia dan Shinta kompak.
"Fira sayang sudah siap? kalau sudah ayo kita turun, ijab Qabul akan segera mulai," tanya bu Lidya seraya membuka pintu.
"Masya allah, cantik sekali kamu nak!" seru bu Lidya begitu sampai ke dalam.dan melihat Syafira.
"Terima kasih bu," sahut Syafira sopan.
"Bara pasti melompong melihat kamu nanti, lihat saja," ucap bu Lidya.
"Tante bisa aja, om dud, eh om Bara kan juga ganteng maksimal," sahut Shinta.
"Kalian...."
"Mereka sahabat-sahabat saya bu, Mia dan Shinta," Syafira memperkenalkan Mia dan Shinta.
"Saya Lidya, mamanya om duda itu," sahut bu Lidya, ia memperkenalkan diri sebagai orang tua Bara.
Mia dan Shinta saling pandang, merasa tak enak karena keceplosan memanggil Bara om duda, karena terbiasa mendengar ucapan Syafira.
"Udah yuk, kita sudah di tunggu," Ajak bu Lidya.
Semua sudah berada di ruangan. Bara tampak gagah dengan setelan tuksedo senada dengan gaun Syafira. Ia sudah duduk bersebrangan dengan uwa Syafira selaku wali mengantikan almarhum ayahnya.
Syafira berjalan di antar oleh Mia dan Shinta. Syafira terus berdoa dalam hatinya supaya semuanya lancar tanpa ada halangan.
"Bisa cantik juga," ucap Bara ketika Syafira sudah duduk di sampingnya.
"Ini pujian atau hinaan om?" tanya Syafira.
"Terserah bagaimana kamu mengartikannya," sahut Bara, yang jelas ia terkesima dengan kecantikan calon istrinya tersebut.
"Ya ampun Mi, emang bener ya, duda lebih hot. Itu lihat om Bara, gantengnya overdosis beneran deh! Sisakan satu untukku yang seperti itu ya Allah," ujar Shinta.
"Satu juga untukku ya Allah," Mia tak mau kalah.
Penghulu dan yang lainnya yang mendengar ucapan dua gadis itu tersenyum.
Sedangkan Varel hanya mampu memendam kekagumannya kepada Syafira. Sejak pertama bertemu, sebenarnya ia sudah menaruh hati kepada Syafira. Namun tak di sangka, gadis itu jodoh kakak iparnya sendiri.
"Uncle jangan sedih, nanti Nala cariin yang syantik. Bunda punya daddy. Uncle jangan iri ya," ucap Nala seolah tahu apa yang di rasakan pamannya.
"Beneran ya, Nala cariin yang secantik bunda?" sahut Varel tersenyum.
"Kalau begitu susah uncle, hanya Nala yang syantik kayak bunda. Tapi Nala tak mau menikah dengan uncle," sahut Nala.
"Kenapa? uncle kan tampan kayak daddy,"
"Karena uncle tua," celetuk Nathan yang diam-diam mendengar obrolan mereka berdua.
"Sudah-sudah jangan berisik! udah mau mulai tuh," ucap bu Lidya.
"Calon kakak ipar cantiknya subhanallah ya ma, sayang bukan jodoh Varel," ucap Varel dengan nada bercanda untuk menutupi perasaan yang sebenarnya.
"Perbaiki dulu akhlakmu, baru bermimpi punya istri seperti Syafira!" sindir bu Lidya.
"Lah mama, kakak aja yang dinginnya melebihi es batu aja bisa dapat gitu. Apalagi Varel yang sejatinya penyayang wanita," ucap Varel.
"Nah, nah! itu maksud mama, kakakmu tidak pernah main-main sama perempuan, dia setia. Tidak seperti kamu playboy cap cicak!" cibir bu Lidya.
"Playboy dari mana, mereka aja yang ngejar-ngejar Varel. Varel mah anteng-anteng aja," Varel membela diri.
Bu Lidya hanya berdecak menanggapinya.
"Oma, uncle stop! Dengerin itu. Jangan heboh sendiri," tegas Nathan.
Suasana pun menjadi hening. Bara menoleh ke arah Syafira, dalam hati tak henti-hentinya ia memuji kecantikan calon istrinya tersebut. Syafira terlihat sangat gugup dan tegang.
"Tenanglah, jangan gugup. Aku akan melakukannya dengan baik," ucap Bara lembut.
Syafira mengangkat wajahnya yang sedari tadi menunduk karena gugup. Di tatapnya wajah Bara, ada rasa nyaman dan tatapan Bara seperti menguatkannya. Benar-benar beda dari biasanya. Syafira tersenyum lalu mengangguk. Ia sedikit lebih tenang sekarang.
Setelah penghulu memberi nasihat kepada kedua calon pengantin, ijab qabul segera di mulai dengan bacaan Syahadat.
Uwa Syafira mulai menjabat tangan Bara untuk mengucapkan ijab.
"Saya nikahkan dan kawinkan ananda Barata Ken Osmaro bin Bram Wijaya Osmaro dengan keponakan kandung saya yang bernama Syafira Maharani binti Agung Setiaji dengan mas kawin seperangkat alat sholat, uang sebesar 500 juta rupiah, satu set berlian dan sebuah mobil di bayar tunai!"
"Saya terima nikah dan kawinnya Syafira Maharani binti Agung Setiaji untuk diri saya sendiri dengan mas kawin tersebut di bayar tunai!" Bara langsung mengucapkan kabul dengan lantang dalam satu tarikan napas.
"Bagaimana para saksi? Sah?" tanya penghulu.
"Sahhhh....!" Seru para hadirin yang ada di ruangan tersebut.
"Alhamdulillah!"
"Alhamdulillah," ucap dokter Rendra yang menyaksikan acara ijab kabul Syafira dan Bara melalui video call yang di sambungkan oleh Mia dengan nada bergetar. Gadis pujaannya kini benar-benar telah sah menjadi nyonya Osmaro.
Ia tak bisa menghadiri acara akad nikah karena setelah ini ia ada jadwal operasi besar terhadap pasiennya. Namun, ia akan datang di acara pesta yang akan di laksanakan malam nanti.
Selesai ijab kabul, Bara menyematkan cincin kawin di jari manis Syafira. Syafira bergantian menyematkan cincin di jari manis Bara. Cincin tersebut merupakan cincin kawin Bara dengan Olivia. Sesuai permintaan bu Lidya supaya cincin tersebut di gunakan sebagai cincin kawin Bara dan Syafira.
Atas instruksi penghulu Syafira menyalami tangan Bara dan di balas kecupan di keningnya oleh Bara.
"Baiklah, cukup di kening dulu tuan, untuk yang lainnya bisa di lakukan nanti ya, mohon bersabar," ujar penghulu tersenyum.
Bara hampir tersedak mendengarnya, pikirannya langsung kemana-mana.
🌼🌼🌼
💠 Selamat membaca 🤗🤗 jangan lupa like, komen dan vote seikhlasnya ya ...terima kasih 🙏🙏
Salam hangat author 🤗❤️❤️💠
gak salah memang bara, kamu tuh gak perlu melupakan almarhumah istrimu karena bagaimana pun kisah kalian itu nyata. dia orang yang kau cintai.
tapi kan sekarang kau dah menikah, maka cobalah buka perasaan mu buat istri mu.
jangan lupakan almarhumah istrimu, namun jangan juga terus membayangi pernikahan mu yang baru dengan almarhumah istri mu
cukup dihati dan di ingatan aja.
gak mudah memang tapi bagaimana pun, istri mu yang sekarang berhak untuk dapat cintamu.
saya relate sih, mungkin bukan dalam hubungan suami istri lebih tepatnya ke ibu.
Ibu saya meninggal 2 tahun lalu dan ayah saya menikah lagi.
saya awalnya gak senang dengan dia, tapi ibu sambung saya itu baik.
dulu awal, saya selalu bilang Mak lah, Mak lah ( maksudnya ibu kandung saya)
tapi perlahan saya tidak ungkit2 Mak kandung saya di depan ibu tiri saya untuk menjaga perasaannya.
cukup saya ingat dalam hati saya aja.