KETOS ALAY yang sedang mengincar murid baru disekolahnya, namu sitaf pria itu sangat dingin dan cuek, namun apakah dengan kealayannya dia bisa mendapatkan cinta Pria itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayinos SIANIPAR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 28
KETOS ALAY DAN BAD BOY - Hari Pertama Tanpamu
Senyap, tenang itu kehidupanku saat dulu, namun saat ini aku agak risih dengan itu, aku rindu suaramu yang berisik, hari-hariku sepi tanpamu.
Sarah merasa bosan tanpa adanya Hanifa, yang selalu ngoceh tentang percintaan. Hanifa membuka ponselnya dan melihat media sosial Hanifa, dia melihat beberapa postingan Hanifa tentang perasaannya. Sarah menggelengkan kepalanya, yah Sarah sangat bingung melihat sahabatnya itu yang bucin akut. Hanifa pun menelepon sahabatnya karena dia sangat merindukan suara Hanifa.
"Nifa, lo lagi ngapain?" Bukannya menyapa terlebih dulu, Sarah langsung menanyakan kegiatan Hanifa.
"Gue lagi memandangi pemandangan sekaligus menghirup udara yang sejuk," ujar Hanifa sembari menghirup udara dengan dalam di seberang sana.
"Gue rindu lo, Nifa," ujar Sarah mengerutkan wajahnya. Really, kali ini Sarah sangat rindu.
"Sama, Sar, rasanya gue pengin peluk lo," ujar Hanifa yang sama-sama merasakan yang dirasakan sahabatnya itu, Sarah.
"Gimana kalau kita video call?" ujar Sarah memberi ide, dan mengubahnya ke panggilan video.
"Boleh," setuju Hanifa dan mengangkat panggilan video itu. Mereka pun video call.
"Bagaimana perkembangan lo di sana, Nif?"
"Belum ada perubahan, Sar."
"Semangat ya, Nif."
"Iya, Sar, doakan gue juga ya biar cepat sehat."
"Lo itu selalu gue doakan, kalau gue ingat berdoa, Nif, enggak usah bawa-bawa itu deh, jadi ingat dosa," ujar Sarah mengingat dirinya yang kadang lupa berdoa, hahaha.
"Hahahahaha," tawa mereka berdua dengan sangat renyah. Sepertinya Sarah merasa sedikit lega.
"Rasanya gue pengin pulang ke sana deh."
"Kenapa?"
"Kangen sama lo."
"Sama Farel?" tanya Sarah menggoda.
"Sedikit," jawab Hanifa menanggapi.
"Apaan sih, dia itu bukan siapa-siapa lo tahu enggak sih."
"Siap, iya, Bos, sedikit saja kok, Sar, enggak banyak-banyak," ujar Hanifa membela diri.
"Terserah lo deh, lo lagi ngapain sih, Nif?" tanya Sarah yang bingung melihat videonya Hanifa hanya muka Hanifa saja. Yah, maksudnya Sarah kan juga pengin lihat kegiatannya saja.
"Lagi bernapas."
"Ya elah, kalau itu mah gue tahu."
"Terus kenapa nanya?"
"Kegiatan lo sekarang maksudnya?"
"Lagi mikirin nasib."
"Semangat, macam pernah mikir nasib saja, Dek, hahaha."
"Pasti kok. Tenang saja, Sar, sahabat lo ini walaupun bucin akut dia masih mikir tentang masa depan kok, hahaha."
"Asyik, benar tuh, bentar lagi mau ujian semester, dan Makres diundur besok, Sar, lo pas ujian balik enggak?"
"Belum, kayaknya minggu depan gue baru masuk, tapi kalau ada perubahan ya, kalau enggak ya terpaksa gue harus belajar online, dan makres lo yang handle ya, Sar?"
"Pokoknya lo harus semangat, kalau itu gue kasih ke Agung, gue enggak bisa tanpa lo deh, Nif."
"Ooooo, maaf ya, Sar, kalau gue merepotkan lo terus-terusan."
"Santai, Nif, gue sudah anggap lo saudara gue, dan gue juga senang banget walau cuma dengar suara lo, Nif."
"Sama, gue juga," ujar Hanifa terharu dan entah harus bagaimana dia bersyukur ke Tuhan. Hanifa pun dipanggil suster untuk terapi. "Tapi gue harus akhiri, soalnya terapi gue sudah mau dimulai, dadada," ujar Hanifa pamitan ke Sarah.
"Dadadada," balas Sarah kepada sahabatnya.
Senyuman Sarah terus terukir seketika, sedangkan yang menatapnya sangat senang melihatnya.
"Sarah... Sarah, lo baik banget sama sahabat lo, bahkan lo cemburu saja sama sahabat lo, tapi itu enggak jadi persoalan bagimu. Love you, Sar," bisik Refan dalam hatinya. Ternyata sedari tadi Refan mendengar obrolan kedua sahabat itu. Sarah yang duduk di taman belakang sekolah pun bergegas pergi meninggalkan taman itu.
Apa mungkin ini yang dinamakan karma cinta untukku yang mulai merasakan cinta saat kehadirannya enggak ada lagi. Apa mungkin dia masih menginginkanmu seperti di postingannya ataukah itu hanya sebatas kepercayaan diriku? Farel pun menuliskan yang ada di hatinya ke dalam buku kesayangannya, yang seorang pun enggak tahu.
"Rel, menurut lo kenapa cinta itu rumit?" Refan yang tiba-tiba sudah duduk di samping Farel dan bertanya kepada Farel.
"Rumit apanya sih, Fan?"
"Iya, Ref, cinta itu sangat rumit tahu, lo tahu gimana rasanya gue jatuh cinta sama orang yang ternyata cintanya sama sahabat gue. Beberapa belakangan ini gue perhatiin Sarah, ternyata dia suka sama Agung, dan Agung suka sama Hanifa, dan Hanifa suka sama lo tapi lo suka sama Silvi, dan Silvi suka sama mantan Kak Hanifa, kayak kata gue percintaan apaan ini?" ujar Refan menyampaikan sudut pandangnya itu.
"Enggak semua hal kita harus tahu, Fan, semuanya sudah ada jalannya kok, jodoh sudah diatur Tuhan," ujar Farel sok bijak dan sambil menutup buku hariannya.
"Rel, lo gimana sih, lo itu ribet tahu enggak sih!" ucap Agung kesal menatap Farel. Farel dan Agung memang semakin renggang persahabatannya, namun orang luar mana menyadari hal itu, dan Agung hanyalah menyampaikan amanah dari fans-fans Farel. Biasalah, Agung kan anak yang bertanggung jawab.
"Lo kenapa sih?"
"Nih ada bekal buat lo, fans lo banyak banget sampai dibawain bekal."
"Maksud lo dari Nifa lagi?"
"Halusinasi lo, Nifa kan enggak di sini lagi."
"Terus dari siapa?"
"Dari Nita dan Arika, mereka sudah lama suka sama lo, tapi enggak berani dekati lo."
"Lo saja deh yang makan, gue enggak mood."
"Sayang, loh."
"Ya sudah, Gung, kita dua saja yang makan, gas terus!" ujar Refan dengan senang. Refan tahu Sarah suka kepada Agung, tapi dia tidak memilih untuk mendiamkan Agung. Karena menurutnya itu bukan salah Agung. Berbeda dengan Farel.
"Nifa, bagaimana terapinya sudah mendingan?" tanya Mama Sarah ke Hanifa. Yah, Mama Sarah baru selesai tugas, makanya dia baru bisa bertemu Hanifa.
"Kata Kak Melin belum ada, Tan, tapi kalau terus dilakukan, per minggunya levelnya pasti akan bisa diobati, Tan."
"Kamu sebut saya Mama saja dong, Sayang, ya sudah kalau gitu Mama mau temani kamu di sini, selagi Mama enggak ada pasien saat ini."
"Makasih, Mah."
"Sama-sama, Sayang."
"Kamu masih rindu sama cowok yang kamu idamkan itu?"
"Entahlah, Mah, sepertinya Nifa enggak mau mikir soal itu lagi."
"Terus kamu mau mikirin apa?"
"Nifa mau mikirin bagaimana Nifa biar hidup melangkah ke depannya."
"Baguslah kalau seperti itu, Nak."
"Doakan biar bisa ya, Mah."
"Pasti, Nak."
"Tapi Mama dengar Kak Melina ada rencana untuk jodohkan kamu ke adiknya loh."
"Maksudnya, Mah?"
"Iya, adiknya itu tampan, dan dia 3 tahun lebih tua dari kamu."
"Nifa enggak tahu, Mah."
"Mungkin Kakak itu sedang merancangkan di mana waktu yang tepat."
"Hmm, tapi gimana ya, Mah."
"Jalani saja dulu, siapa tahu kamu bisa."
"Orangnya gimana, Mah?"
"Orangnya baik sih kalau Mama lihat, gayanya kayak orang Indonesia gitu, karena dia mengambil universitas Indonesia, Fakultas Hukum."
"Seriously, Mah?"
"Iya, Mama serius."
"Cita-cita dia apa, Mah?"
"Dia pengin jadi hakim katanya."
"So cool, Mah."
"Hmm."
"Mah, pemandangan di sini itu cantik ya, Mah, Nifa senang duduk di sini, Mah."
"Hmm, karena di sini kehijauan gitu jadi terlihat asri."
"Mah, Nifa mulai sekolah kapan, Mah?"
"Nifa mungkin sekolahnya tunggu benar-benar pulih, nanti Kak Melin yang bilang sama Nifa, kapan Nifa bisa beraktivitas."
"Nifa bosan, Mah."
"Semuanya akan ada waktunya, Nak, bersabarlah, dari duka akan ada kesukaan."
Yah, hal itu lah yang membuat Hanifa merasa nyaman dengan Mama Sarah, selain baik, cantik dia juga pengertian. Hanifa juga merasa nyaman dengan wanita paruh baya itu. Namun Hanifa juga malah jadi kepikiran dengan pria itu. Yah, orang tua Kak Melin itu dari Amerika dan juga papanya orang Indo, hanya saja Melin dibesarkan di USA sehingga dia hanya bisa berbahasa Indonesia sedikit, tapi kalau untuk kewarganegaraan, dia masih menganut keturunan, yaitu Indonesia.