Dia terjerat dalam sebatas ingatan dimana sebuah rantai membelenggunya, perlakuan manis yang perlahan menjeratnya semakin dalam dan menyiksa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nenah adja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berhutang
"Nona Yasmine aku juga minta maaf padamu. Karena kedua orang tuaku kau tiada. Maafkan aku. Hanya saja aku masih belum percaya kenapa orang tuaku melakukan itu. Kau tahu sesuatu yang besar seperti itu, tentu saja tidak akan mudah bagi orang tuaku yang hanya orang biasa. Bom itu darimana mereka mendapatkannya? Lagi pula orang tuaku ... meski kami miskin, tapi kami tidak mudah menyerah dalam hidup, apalagi sampai bunuh diri. Aku harus aku cari tahu. Tapi aku justru terjebak bersama kekasihmu. Dan gilanya lagi aku justru jatuh hati padanya."
"Aku mencintainya." Suara Valeri terdengar lirih. "Itu semua gara- gara dia yang menjeratku. Jadi jangan salahkan aku. Aku membencinya, tapi setelah pria itu memperlakukan aku dengan baik aku mulai suka padanya. Itu bukan salahku, kan? Dia yang sengaja menghapus ingatanku. Tapi sekarang perasaanku justru tidak bisa hilang dengan mudah."
Mario menatap cctv di layar laptop di depannya, sementara seseorang di depan sana sedang melakukan presentasi, namun dia justru tak hiraukan dan terus mendengar suara Valeri di balik perangkat yang menempel di telinganya. Mario memang memasang alat penyadap di ruangannya demi mencegah hal yang tidak diinginkan terjadi, seperti pencuri masuk atau mata- mata yang memasuki ruangannya, namun kenyataannya penjagaan sudah sangat ketat hingga tidak bisa sembarangan orang masuk ke ruangannya. Dan sekarang alat itu berguna, dimana dia bisa mendengar suara Valeri yang terus bicara dengan duduk di kursinya.
Mario melipat bibirnya saat mendengar ungkapan cinta dari Valeri, lalu menatap pria yang sejak tadi menerangkan rancangannya, dan memalingkan tatapannya dari layar laptopnya. Beberapa saat kemudian Mario mengeryit saat tak lagi mendengar suara Valeri, hingga saat dia menoleh kembali dan justru tak menemukan Valeri disana.
"Kita lanjutkan nanti," ucap Mario lalu bangkit dari duduknya. Rey menatap kepergian Mario dengan heran, lalu dia mengisyaratkan agar semua membubarkan diri.
Mario memasuki ruangannya dan tak menemukan Valeri disana. "Kemana dia?" saat mengawasinya di ruang rapat tadi Mario masih melihat Valeri duduk di kursinya. Namun saat ini dia justru tak menemukannya.
Mario menoleh saat mendengar suara pintu terbuka menampakkan Rey dengan berkas di tangannya.
Menatap Mario yang berdiri dengan wajah mengeras Rey menyadari dia masuk tanpa mengetuk. "Maaf Tuan. Aku lupa ada Nona-" Namun menyadari jika Valeri tidak disana Rey mengeryit. "Kemana Nona, Tuan?" tanyanya dengan bingung.
"Cepat cari dia!" ucap Mario dengan tajam. Sial, gadis itu membodohinya, lalu lari darinya.
Rey mengangguk lalu segera berbalik dan pergi untuk mencari dimana Valeri berada. Sementara Mario membuka ponselnya untuk mencari dari cctv kemana Valeri pergi. Mario menatap waktu yang tertera dari kamera pengawas di ruangannya dimana Valeri pergi meninggalkan ruangannya. "Hanya beberapa menit lalu?" Itu artinya Valeri pergi saat dia menghentikan pengawasannya, dan keluar dari ruang rapat.
Mario menghubungi Rey. "Bagaimana?"
"Kami belum menemukan Nona, Tuan."
"Cari di sekitar gedung, dia belum lama keluar dari ruanganku." Mario terus mencari dari kamera pengawas hingga dia melihat Valeri keluar dari gedung. "Lihat nanti jika kau tertangkap, brengsek," umpatnya lalu berdiri dari duduknya untuk segera keluar dari ruangannya dan pergi ke arah kepergian Valeri. Mario melihat Rey menyebarkan pengawal untuk mencari Valeri, hingga dia baru saja keluar dari lift dia melihat Valeri berjalan dengan riang ke arahnya. "Ada apa?" tanyanya dengan bingung.
Valeri melihat banyak pria yang memakai jas hitam yang dia tahu adalah pengawal Mario, hanya saja biasanya tak sebanyak ini.
"Dari mana kau?" Mario berjalan ke arah Valeri masih dengan mata tajam dan raut marah yang tak bisa dia sembunyikan.
"Oh, aku ke depan, membeli ini." Valeri menunduk dan mengangkat kantung makanan di tangannya. Menyadari sesuatu Valeri terkekeh, "Kamu pikir aku lari?" Valeri menggeleng tak percaya jika Mario mengerahkan pengawal sebanyak itu untuk mencarinya, dia bahkan tak sampai tiga puluh menit keluar dari kantor. Dia memang keluar dari ruangan Mario karena lapar dan mencari makanan. Ada kantin di bawah kantor, tapi Valeri ingin sesuatu yang ada di luar kantor, dimana restoran cepat saji berada dan hanya berjarak beberapa meter saja dari sana. Tapi siapa sangka saat dia kembali dia justru melihat keramaian ini.
"Sudah aku bilang aku tidak akan lari. Lagi pula aku pergi bersama ..." Valeri menoleh kebelakang. "Dia," ucapnya dengan menunjuk seorang pengawal yang baru saja masuk.
"Tuan," sapanya dengan menunduk hormat saat mengetahui di depannya ada Mario.
Valeri tersenyum. "Oh, ya. Aku juga berhutang 20 dolar padanya." Mario mengeryit. "Kamu kan tidak memberiku uang, jadi aku membawanya untuk membayar ini," tunjuknya lagi pada kantung makanan di tangannya yang berlogo makanan cepat saji.
Mario memejamkan matanya kesal lalu membuka dompetnya dan memberi selembar uang seratus dolar pada si pengawal. Setelah melakukan itu dia membawa tangan Valeri untuk segera kembali.
Valeri yang melihat itu membelalakan matanya menghentikan Mario lalu menengadahkan tangannya pada si pengawal. "Kembalian," ucapnya. Tentu saja dia harus mengambilnya, masih ada sisa 80 dolar dan itu lumayan untuk Valeri.
Pengawal tersebut mengangguk lalu membuka dompetnya untuk mengembalikan sisanya pada Valeri. Valeri tersenyum memasukkan uang tersebut kedalam sakunya, lalu kembali berjalan masuk dengan langkah riang ke dalam lift.
Mario menatap tak percaya dengan apa yang di lakukan Valeri, lalu mengikuti langkah Valeri yang baru saja memasuki lift. Rey menghela nafasnya lalu membubarkan para pengawal untuk kembali ke pos masing-masing dan kembali berjaga.
"Lain kali beritahu jika Nona pergi!" Rey menepuk perut si pengawal.
"Maaf, Tuan. Aku kira karena Nona bilang tidak akan lama." si pengawal menunduk takut. Rey berdecak lalu pergi.
Tiba di ruangan Mario Valeri dengan acuh membuka bungkus makanan di tangannya, lalu meletakkannya di meja. "Kamu mau?" tanya Valeri dengan meletakan dua cola dan dua burger di depannya.
"Kau tahu apa yang baru saja kau lakukan?"
Valeri mencebik. "Kenapa marah? Aku kan sudah bilang tidak akan lari. Kamu saja yang repot."
Mario masih menatap tajam, namun Valeri justru tak peduli dan mulai menyuapkan burger di tangannya, hingga terdengar pintu terketuk lalu muncul Rey. Belum juga Rey bicara Valeri berdiri dan berjalan ke arahnya. "Tadi, aku membelinya untuk Mario, tapi dia bilang tidak mau. Untukmu saja." Valeri menyodorkan burger yang masih terbungkus di tangannya.
Rey tertegun dan menatap burger di tangan Valeri, lalu menatap pada Mario yang berwajah datar seolah tak peduli. Melihat itu Rey pikir Mario benar-benar tak peduli, jadi dia berniat untuk menerimanya.
"Oh, terimakasih-" baru saja Rey akan mengambilnya suara Mario terdengar.
"Siapa bilang aku tidak mau!" dan dengan cepat burger itu beralih ke tangannya. "Dan dengar, Valeri. Bersiaplah untuk hukumanmu." Mario berkata dengan tajam, namun Valeri masih tak peduli.
mario jangan sampai kau terluka karna kau harus menyembuhkan luka batinnya valeri 🥺
hemm 🤔🤔
#ngelunjak..🤭
ngga sabar nunggu kelanjutannya...
makin rame ceritanya ..
semangat up ya Kaka author....💪🤗
yakin pasti nyesel bgt 🤭