NovelToon NovelToon
When The Webtoon Comes Alive

When The Webtoon Comes Alive

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Percintaan Konglomerat / Teen School/College / Fantasi Wanita / Transmigrasi / Cewek Gendut
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Anastasia

Evelyn, penulis webtoon yang tertutup dan kesepian, tiba-tiba terjebak dalam dunia ciptaannya sendiri yang berjudul Kesatria Cinta. Tapi alih-alih menjadi tokoh utama yang memesona, ia justru bangun sebagai Olivia, karakter pendukung yang dilupakan: gadis gemuk berbobot 90kg, berkacamata bulat, dan wajah penuh bintik.

Saat membuka mata, Olivia berdiri di atas atap sekolah dengan wajah berantakan, baju basah oleh susu, dan tatapan penuh ejekan dari siswa di bawah. Evelyn kini harus bertahan dalam naskahnya sendiri, menghindari tragedi yang ia tulis, dan mungkin… menemukan cinta yang bahkan tak pernah ia harapkan.

Apakah ia bisa mengubah akhir cerita sebagai Olivia? Atau justru terjebak dalam kisah yang ia ciptakan sendiri?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 24.Pergi dengan bus kota.

Pagi itu, sinar matahari menembus tirai tipis kamar, membuat ruangan terasa hangat. Owen berdiri di depan cermin, merapikan dasi seragamnya dengan sedikit kesulitan. Oliv, yang duduk di meja makan bersama mama dan kakaknya menunggu Owen keluar dari kamarnya.

"Lama sekali Omelet ini!" Gumamnya pelan.

Keluarga Oliv yang menikmati sarapan paginya dengan tenang,melihat kegelisahan diwajah Oliv.

"Kamu gak makan?. "

"Sebentar lagi kak. "

"Mana si Owen, kenapa belum keluar kamar?" Tanya mama Oliv.

Oliv langsung berdiri, "Aku lihat sebentar dulu ma!. "

Oliv pun berjalan ke kamar Owen, dengan terburu-buru. Tapi itu membuatnya Erik kakaknya tidak senang.

"Mereka berdua pasti punya hubungan khusus"

"Sudah kamu jangan urusi adikmu, cepat makan nanti terlambat kerja! " Ucap mama mereka dengan tersenyum.

Saat didepan kamar Owen.Oliv melihat Owen yang kesulitan memasang dasinya.

Oliv lalu berjalan mendekati Owen. "Sedang apa? " Tanya Oliv yang berjalan masuk kedalam kamar Owen.

"Aku kesulitan memasang dasinya, biasanya pelayan ku yang membantuku" Jawab Owen sambil memegang dasinya.

Oliv melihat jam rumah nya, yang menunjukkan waktu mereka yang akan terlambat sekolah.

“Sini biar aku bantu,” ucap Oliv pelan berjalan mendekat kearah Owen. Tangannya terulur, dengan hati-hati ia merapikan dasi Owen. Jarak di antara mereka begitu dekat hingga Owen bisa merasakan aroma sabun yang lembut dari Oliv. Jantungnya berdegup lebih cepat tanpa ia sadari.

Owen menunduk sedikit, mencoba menyembunyikan pipinya yang mulai memanas. “Terima kasih…,” gumamnya hampir tak terdengar.

Oliv menatapnya sebentar, sudut bibirnya terangkat membentuk senyum kecil. "Dasar anak kecil!,masang dasi sendiri tidak bisa. Mulai sekarang kamu harus bisa melakukan hal sekecil ini sendiri,karena kami disini bukan pelayanmu” godanya dengan nada lembut.

" Bukannya tidak bisa, aku tidak punya waktu melakukan hal sekecil ini"

"Banyak saja alasanmu, sekarang perhatikan aku cara melakukannya. Aku tidak mau besok, kamu tidak bisa memasang dasi lagi"

Oliv lalu menunjukkan dengan pelan kepada Owen, dan Owen memperhatikan cara Oliv melakukannya tapi sekali-kali mata Owen memandang kearah wajah Oliv.

Senyum Owen tidak lepas dari wajahnya, setelah selesai mata mereka berdua saling memandang.

Oliv pun terkejut dengan jarak mereka yang terlalu dekat, mereka berdua hanya terdiam saling memandang.

Tiba-tiba saja Erik berteriak keras. "Oliv!, cepat makan. Lama sekali kamu didalam kamar Owen, memangnya kalian berdua sedang apa?. "

Oliv langsung memundurkan langkahnya, dan tidak berani menatap Owen. "Iya kak! " Langsung saja dengan buru-buru Oliv keluar dari kamar Owen.

Owen dengan senyum pergi mengikuti Oliv dari belakang, tapi setelah melihat tatapan mata Erik senyum Owen menghilang.

Erik memarahi Oliv, agar adiknya jangan terlalu dekat dengan teman prianya. Oliv bersikap manis dan berusaha memberikan penjelasan pada Erik, Erik pun tidak bisa marah terlalu lama dengan adiknya.

Setelah sarapan dengan tenang, akhirnya mereka berdua pergi ke sekolah bersama-sama.

Sepanjang perjalanan Owen menatap Oliv sebentar, lalu tersenyum tipis. Saat mereka melangkah keluar, angin pagi menyapu lembut rambut mereka. Di jalan, langkah mereka secara alami menjadi selaras, dan meski tidak ada kata-kata romantis yang terucap, suasana di antara mereka terasa nyaman seolah dunia hanya milik mereka berdua.

Begitu mereka sampai di halte, Owen tampak sedikit kebingungan. Matanya menyapu sekeliling, menatap deretan bus kota yang berlalu-lalang dengan suara mesin bising. Bau asap dan suara klakson bercampur dengan hiruk pikuk orang-orang yang berdesakan.

“Ini… bus kota yang akan kita naiki?” tanya Owen dengan ragu, matanya menyipit menatap kendaraan yang catnya sudah sedikit pudar.

Oliv menahan tawa melihat ekspresi Owen yang tampak seperti anak kecil yang pertama kali ke pasar malam. “Iya, Tuan muda. Ini sekarang menjadi mobil pribadi kita.apa kau siap?” godanya sambil menyenggol lengan Owen pelan.

Owen hanya mendecak pelan, tapi pipinya sedikit memerah. “bukannya lebih baik naik taksi daripada berdesak-desakan dengan mereka.”

"Ongkos taksi berat di kantong tuan muda, kita nikmati saja sengal-senggol sana sini. Anggap saja kita sedang naik rollercoaster" Canda Oliv sambil tersenyum.

Sebelum sempat membalas candaan Oliv, bus berhenti dengan rem berdecit, pintunya terbuka dengan suara mendesis. Orang-orang bergegas naik, sebagian berdesakan. Owen sempat terdiam, menatap kerumunan, dan tampak bingung harus bagaimana.

Oliv menoleh padanya dan tersenyum tipis. “Kalau kau diam di situ, kita bisa ketinggalan. Ayo!” Tanpa banyak bicara, Oliv meraih pergelangan tangan Owen dan menariknya masuk ke dalam bus.

Kontak itu membuat Owen terkejut, tapi ia tak melepaskan genggaman Oliv. Dalam keramaian yang berdesakan, Owen hanya fokus pada kehangatan jemari Oliv.

Di dalam bus, hampir semua kursi penuh. Mereka berdiri berdekatan, tubuh mereka bergoyang mengikuti guncangan bus. Setiap kali bus berbelok tajam, Owen secara refleks menahan Oliv agar tidak jatuh, tangannya memegang bahu gadis itu dengan hati-hati.

“Jangan sampai jatuh” ucap Owen pelan, suaranya nyaris tenggelam oleh deru mesin.

Oliv mendongak, matanya bertemu dengan tatapan Owen. Sekilas, dunia terasa berhenti. Hanya ada suara napas mereka yang bisa terdengar di antara riuhnya penumpang lain.

“Terima kasih, tapi aku sudah terbiasa,” jawab Oliv sambil tersenyum, berusaha menyembunyikan debar di dadanya.

Namun saat bus kembali berguncang, Owen otomatis menarik Oliv sedikit lebih dekat, hingga jarak mereka hanya beberapa jengkal. Oliv bisa merasakan detak jantung Owen yang berirama cepat, dan itu entah kenapa membuatnya merasa hangat.

Perjalanan terasa singkat. Begitu bus berhenti di dekat sekolah, Owen melepaskan genggaman perlahan, sedikit enggan. Ia menoleh pada Oliv dan berbisik, “Mungkin… naik bus kota tak seburuk yang kubayangkan. Kau benar kita seperti naik rollercoaster.”

Oliv menoleh sekilas, senyumnya samar namun matanya berbinar. “Nanti kau ketagihan naik bus setiap hari.”

Mereka berdua turun, langkah mereka kembali selaras. Angin pagi menyapu wajah mereka, dan tanpa mereka sadari, senyum tipis yang sama terlukis di bibir masing-masing.

Tapi suasana pun berubah setelah Oliv menatap kejauhan didepan sekolah mereka.Di depan gerbang sekolah, sekelompok siswa sudah berdiri, menunggu dengan tatapan penuh ejekan. Mereka biasa menjadikan Oliv sasaran candaan dan ledekan, meski Oliv jarang menanggapi.

Menyadari kerumunan itu, Oliv spontan mengubah langkahnya. Ia menunduk sedikit, lalu berbelok ke arah belakang sekolah, mencari jalan pintas agar tidak harus berhadapan dengan mereka. Ia tidak tahu bahwa Owen, yang perhatiannya selalu tertuju padanya, ikut mengikutinya tanpa sepatah kata pun.

Di belakang sekolah, suasana jauh lebih sepi. Hanya suara angin dan langkah kaki mereka berdua yang terdengar. Oliv menarik napas panjang, merasa lega. Tapi begitu ia menoleh ke belakang, ia mendapati Owen berdiri beberapa langkah darinya, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku.

“Kau… mengikutiku?” tanya Oliv, alisnya terangkat.

Owen menatapnya tenang. “Tidak, untuk apa aku mengikutimu. Aku cuma menghindari mereka saja, aku tidak mau mereka melihatku tanpa mobil mewahku. "

"Dasar sok pamer! " Gumam pelan Oliv.

"Kau bilang apa? "

"Tidak ada apa-apa"

"Sedang apa kamu disini? "

"Kamu tidak lihat sekumpulan anak tadi, aku malas meladeni mereka. Lebih baik aku menghindar!. "

"Apa mereka masih jahil dengan mu? "

"Bukankah ini peraturan sekolah disini, siswa dengan tingkat rendah akan menjadi mangsa siswa ditingkat tinggi"

"Memangnya siapa yang membuat peraturan itu?. "

"Bukankah kamu yang membuat peraturan itu, karena untuk meluluhkan hati Luna agar dia mengemis bantuan padamu"

"Tidak.., untuk apa aku lakukan hal seperti itu untuk Luna?, jangan bicara seperti itu bagaimana kalau Leo dengar nanti ia salah paham padaku"

"Jangan tutupi kamu suka kan dengan Luna! " Goda Oliv.

"Aku suka dia.. Suka katamu!, kamu dengar dari mana?. Sedikitpun aku tidak tertarik dengan Luna"

Oliv pun berjalan mendekat sambil melihat langsung sorotan mata Owen yang menghindari Oliv.

"Pembohong!" Seru Oliv.

Owen tidak bisa menjawab Oliv, di kebingungan dengan jawaban yang akan ia berikan. Karena dulu ia memang tertarik dengan Luna, tapi sekarang perasaannya berubah ia tertarik pada Oliv. Tapi ia tidak sanggup mengatakannya, rasa gengsi nya lebih besar dari perasaannya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!