No action
No romansa
Masuk ke dalam novel❎
Melompati waktu karena penyesalan dan balas dendam ❎
Orang stress baru bangun✅
*****
Ini bukan kisah tentang seorang remaja di dunia modern, ini kisah pangeran tidur di dunia fantasi yang terlahir kembali saat ia tertidur, ia terlahir di dunia lain, lalu kembali bangun di dunianya.
-----------------
"Aku tidak ingin di juluki pangeran tidur! Aku tidak tidur! Kau tau itu?! Aku tidak bisa bangun karena aku berada di dunia lain!" -Lucas Ermintrude
******
Lucas tidak terima dengan julukan yang di berikan oleh penulis novel tanpa judul yang sering ia baca di dunia modern, ia juga tidak ingin mati di castil tua sendirian, dan ia juga tidak mau Bunda nya meninggal.
-------------------
"Ayah aku ingin melepaskan gelar bangsawan ku, aku ingin bebas."-Lucas Ermintrude
"Tentu saja, tidak."-Erick Hans Ermintrude
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lucapen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 28
Kaisar membawa Lucas ke dalam ruangan pribadinya, tempat di mana tidak ada satu pun orang yang bisa masuk tanpa izinnya. Ia meletakkan Lucas di atas sofa, lalu berlutut di depannya, menatapnya lekat-lekat.
Lucas tetap diam. Matanya kosong, tidak ada tanda-tanda bahwa ia memahami situasi di sekitarnya.
Kaisar menghela napas panjang. “Lucas.”
Lucas mengangkat kepalanya sedikit, menatapnya tanpa ekspresi.
Kaisar meraih tangan anaknya dengan hati-hati. Biasanya, Lucas akan menepis atau menarik diri. Tapi kali ini, dia hanya membiarkan tangannya digenggam.
"Lucas, katakan padaku... apa yang terakhir kali kau ingat?"
Lucas menatap tangannya sendiri, lalu pelan-pelan menggeleng.
Kaisar mengepal tangannya lebih erat.
"Bagaimana dengan istana ini? Apa kau mengenali tempat ini?"
Lucas menggeleng lagi.
".... Bagaimana denganku?" Kaisar bertanya, nadanya lebih pelan.
Lucas terdiam lebih lama. Ia menatap Kaisar sejenak sebelum akhirnya menjawab dengan suara kecil.
"Anda terlihat familiar," katanya datar.
Kaisar merasakan sesuatu yang aneh menusuk dadanya.
Lucas tidak mengingatnya.
Sebagai ayahnya, Kaisar seharusnya marah atau panik, tapi yang ia rasakan justru sebaliknya—perasaan kosong yang hampir menyesakkan.
Ia menutup matanya sejenak, lalu bangkit berdiri.
"Aku akan mencari tahu apa yang terjadi padamu," katanya, suaranya kembali dingin.
Lucas hanya menatapnya tanpa emosi.
Kaisar menoleh ke arah pintu. "Jaga dia," katanya kepada seseorang yang telah menunggu di sana.
Seorang pria berpakaian serba hitam melangkah masuk tanpa suara. Ia membungkuk sedikit, lalu berdiri di sudut ruangan tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Kaisar melirik Lucas sekali lagi sebelum akhirnya pergi, meninggalkan anaknya bersama bayang-bayang yang mengawasinya.
Di luar ruangan, ekspresinya yang selama ini terkendali perlahan berubah.
Ia mengepalkan tangannya.
Lucas kehilangan ingatannya.
Dan entah kenapa, ia merasa ini bukan sesuatu yang terjadi secara alami.
Di dalam ruangan yang sepi, Lucas duduk diam di sofa, menatap kosong ke arah lantai.
Pria berpakaian hitam yang diperintahkan untuk menjaganya berdiri di sudut ruangan, tanpa suara, tanpa gerakan yang tidak perlu. Namun, tatapannya tidak pernah lepas dari Lucas.
Beberapa menit berlalu dalam keheningan.
Lucas mengangkat tangannya dan menatap telapak tangannya sendiri. Entah kenapa, ada sesuatu yang terasa aneh—seperti ada sesuatu yang seharusnya ia ingat, tapi hilang begitu saja.
"Siapa namamu?" Lucas akhirnya berbicara, suaranya nyaris tanpa emosi.
Pria itu mengangkat kepalanya sedikit. "Saya tidak punya nama," jawabnya singkat.
Lucas menoleh ke arahnya, mengernyit samar.
"Tidak punya nama?" ulangnya.
"Saya hanya seorang bayangan. Nama tidak diperlukan."
Lucas menatapnya lebih lama. Kata-kata pria itu terasa aneh, tapi ia tidak bisa merasakan ketertarikan lebih jauh. Semua yang ada di sekitarnya terasa samar, tidak penting.
Setelah beberapa saat, Lucas kembali menunduk, membiarkan keheningan menyelimuti mereka lagi.
Namun, sebelum pria itu bisa merasa lega karena Lucas tidak bertanya lebih lanjut, Lucas tiba-tiba berkata, "Aku ingin keluar."
Pria itu tetap diam.
"Aku ingin melihat tempat ini," lanjut Lucas, nada suaranya tetap datar, tapi matanya sedikit lebih fokus sekarang.
"Tidak diizinkan," pria itu menjawab dengan tenang.
Lucas menatapnya. "Kenapa?"
"Perintah Yang Mulia Kaisar."
Lucas terdiam, lalu mengalihkan pandangannya kembali ke tangannya sendiri. "Jadi aku ini tahanan?"
"Anda adalah pangeran."
Lucas tidak menjawab. Kata itu terasa asing di telinganya.
Pangeran.
Apa itu berarti tempat ini adalah istana? Dan pria yang membawanya ke sini... Kaisar?
Lucas mencoba menggali memorinya, tapi tidak ada apa pun di sana. Hanya kekosongan.
Namun, ada sesuatu yang membuatnya merasa gelisah.
Seolah-olah, di balik kehampaan itu, ada sesuatu yang berusaha menariknya kembali.
Lucas menekan pelipisnya. Pikirannya terasa berantakan, seperti ada sesuatu yang mengganggu dari balik kabut ingatannya.
"Aku mau keluar," ulangnya, kali ini lebih pelan, tapi tegas.
Pria berpakaian hitam itu tetap diam, matanya tetap waspada.
Lucas menghela napas. Ia tidak ingin berdebat, tidak dalam keadaan pikirannya yang masih kacau seperti ini. Namun, semakin lama ia duduk diam, semakin besar dorongan dalam dirinya untuk pergi dari ruangan ini.
Ia berdiri.
Pria itu langsung bergerak, menghadang jalannya.
Lucas menatapnya, dingin. "Aku hanya ingin berjalan sebentar."
"Tidak bisa."
Lucas menggerakkan rahangnya, menahan frustrasi yang mulai muncul.
"Kenapa aku tidak boleh keluar?" tanyanya, mencoba menahan diri.
Pria itu tetap tenang. "Itu perintah Yang Mulia."
Lucas menggigit bibirnya. Hatinya berdebar tidak nyaman. Ia tidak suka diperlakukan seperti ini—terkurung tanpa alasan yang jelas, dijaga oleh seseorang yang bahkan tidak mau memberitahu namanya.
Ia memejamkan mata sejenak, mencoba menenangkan diri. Lalu, saat ia membuka matanya lagi, ia bertanya dengan suara lebih rendah, "Aku ingin menemui Kaisar."
Pria itu menatapnya sejenak, lalu akhirnya berkata, "Saya akan mengabarkan kepada Yang Mulia."
Setelah itu, ia berjalan keluar dari ruangan, meninggalkan Lucas sendirian.
Lucas tetap berdiri di tempatnya, matanya mengarah ke pintu yang baru saja tertutup.
Dia harus mencari cara untuk keluar dari sini.
Lucas memutar pikirannya dengan cepat. Dia tidak bisa terus terkurung di ruangan ini. Jika dia menunggu, Kaisar mungkin hanya akan menolaknya lagi dengan alasan kesehatannya.
Dia mendekati jendela. Tirainya tebal, membatasi cahaya yang masuk. Saat dia menariknya sedikit, yang terlihat hanyalah pemandangan halaman istana yang luas. Tidak ada jalan keluar yang mudah dari sini.
Lucas menghela napas pelan. Dia menoleh ke pintu, menghitung waktu. Jika pengawalnya benar-benar pergi untuk mengabari Kaisar, maka dia punya waktu beberapa menit sebelum seseorang kembali.
Dia berjalan ke sisi ruangan, meraba-raba dindingnya. Jika ini adalah kamar di istana utama, pasti ada jalur tersembunyi—sesuatu yang hanya diketahui oleh anggota keluarga kerajaan.
Jari-jarinya berhenti di salah satu sisi rak buku. Ada celah kecil di sana.
Lucas menekan celah itu.
Sebuah suara mekanis terdengar, diikuti oleh pergeseran dinding yang halus. Sebuah pintu rahasia terbuka, memperlihatkan lorong gelap di baliknya.
Lucas tersenyum tipis.
Tanpa ragu, dia melangkah masuk, membiarkan kegelapan menyambutnya.
Lorong itu sempit dan gelap, hanya diterangi oleh cahaya redup dari celah-celah dinding. Udara di dalamnya terasa dingin, seakan lorong itu sudah lama tidak digunakan. Lucas melangkah hati-hati, meraba dinding untuk menjaga keseimbangannya.
Dia tidak tahu pasti ke mana lorong ini akan membawanya, tapi satu hal yang jelas: ini adalah kesempatan terbaiknya untuk keluar dari istana utama tanpa diketahui.
Langkahnya bergema pelan. Semakin jauh dia berjalan, semakin jelas dia merasakan sesuatu yang familiar—bau kayu tua, sedikit aroma lembap yang khas. Lorong ini pasti terhubung ke bagian lama istana, mungkin ke tempat yang jarang dikunjungi.
Tiba-tiba, di depan matanya, lorong itu bercabang menjadi dua jalan.
Lucas menggigit bibirnya. Pilihan seperti ini selalu berisiko. Jika dia memilih jalan yang salah, dia bisa saja berakhir di tempat yang lebih buruk.
Dia menutup matanya, mengingat kembali tata letak istana yang pernah dia pelajari diam-diam dari peta lama di perpustakaan. Jika tidak salah, lorong seperti ini biasanya memiliki jalur keluar di dekat paviliun tua…
Tanpa banyak berpikir lagi, dia mengambil jalur ke kanan.
Lorong itu menurun sedikit, dan akhirnya, dia sampai di ujungnya—sebuah pintu kayu tua yang tampak rapuh.
Lucas menghela napas, menempelkan telinganya ke pintu, memastikan tidak ada orang di seberang.
Hening.
Dengan hati-hati, dia mendorong pintu itu.
Lucas menemukan ruangan rahasia aneh di sana.
Ruangan putih dengan sebuah kaca bulat putih yang berisikan tubuh seorang pria yang memiliki tanduk aneh.
Lucas langsung membeku di tempat, ia seperti mengenali orang itu. Seperti seseorang yang sangat familiar untuknya.
[TBC]